Islam sangat support dengan tradisi di Jepang. Salah satunya, ajaran Islam tidak mengganggu orang lain. Demikian disampaikan Direktur World Moslem Studies Center, Prof. Dr. KH. M Noor Harisudin di Depan puluhan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Merah Putih, 3 Maret 2025. Prof Haris jadi bersama Ketua PCI NU Jepang, Kiai Ahmad Ghazali, Ph.D.
Kalau di Jepang, orang tidak boleh mengganggu orang lain, maka Islam juga mengajarkan hal yang sama.
“La dlarara walaa dliraara. Sabda Rasulullah Saw. “, ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.
La dlarara, lanjut Prof. Haris, berarti bahwa Islam melarang orang untuk melakukan sesuatu yang membahayakan atau merusak diri sendiri.
“Minum arak, konsumsi ganja, makan racun, dan sebagainya adalah perbuatan yang membahayakan diri sendiri. Harakiri atau bunuh diri termasuk perbuatan yang membahayakan dan merusak diri sendiri”, ujar Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan MUI Jawa Timur tersebut.
Sementara wala dliraara berarti bahwa Islam melarang untuk melakukan sesuatu yang membahayakan dan juga merugikan orang lain.
“Orang lain harus dihargai. Islam melarang orang untuk berbuat jahat yang membahayakan dan merugikan pada orang lain, termasuk pada non-muslim sekalipun. Ini yang saya sebut Islam support dengan tradisi Jepang”, ujar Prof Haris yang juga Pengasuh PP Darul Hikam Jember.
Pada sisi lain, Islam mendorong kohesi sosial terjadi di antara umat Islam. Sesama Muslim tidak boleh menyakiti.
“Rasulullah Saw bersabda. Al muslimu man salimal muslimuun min lisaanihi wayadihi. Seorang Muslim sejati adalah mereka yang lisan dan tangannya tidak mengganggu sesama muslim”, tukas aktivis Islamic Global Community tersebut.
Oleh karena itu, internal umat Islam di negara sakura harus kuat. Persatuan adalah hal penting dan utama. Di samping itu, umat Islam harus mengintegrasikan pada budaya dan kepentingan nasional negara Jepang tersebut. Tentu ada catatannya: selama tidak bertentangan dengan Syariat Islam.
Media Center Darul Hikam – Memasuki bulan suci Ramadhan 1446 H, seluruh umat Muslim dunia tengah menjalankan ibadah puasa. Yaitu, salah satu ibadah menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkannya, mulai fajar hingga matahari terbenam.
Sebagai salah satu ibadah wajib seorang Muslim, penting kiranya untuk mengkaji lebih lanjut tentang puasa dari berbagai perspektif. Maka dari itu, Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember menggelar Webinar Nasional dengan tema “Puasa Perspektif Fiqh & Kesehatan” yang berlangsung secara online via zoom meeting pada Senin Sore, 03 Februari 2024.
Webinar kali ini mendatangkan 2 narasumber ternama yang ahli di bidangnya masing-masing, diantaranya; dr. Retno Warasati (Kepala Puskesmas Klabang Bondowoso) dan Ust. Suwardi S.HI., M.H (Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember & Pengajar PP. Darul Hikam).
Ketua YPI Darul Hikam, Prof. Dr. KH M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC menyambut baik kegiatan tersebut. Menurutnya, perlu memahami secara utuh makna puasa dari berbagai perspektif, seperti kesehatan dan fiqih.
“Misalnya hadis yang berbunyi ‘Shumu Tashihhu’ adalah hadis yang artinya “puasalah niscaya kamu akan sehat”. Nah, sehat yang dimaksud dalam hadis ini sehat yang bagaimana menurut ilmu kesehatan, termasuk maqash id syariahnya jika ditinjau dari fiqh nya,” ujar Prof Haris yang saat ini diundang PCI NU Jepang untuk Dakwah Internasional 28 Februari – 14 Maret 2025.
Kepala Puskesmas Klabang Bondowoso, dr. Retno Warasati menjelaskan bahwa puasa memiliki banyak manfaat salah satunya adalah bisa menurunkan kadar insulin dan berat badan.
“Banyak orang saat ini yang obesitas sehingga menimbulkan sejumlah penyakit baru, seperti penyumbatan aliran darah, jantung koroner, dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh berat badan yang lebih,” jelasnya.
Manfaat lainnya juga yaitu memberikan efek yang bagus terhadap masa pertumbuhan dan optimalisasi pembakaran lemak.
“Ketika tubuh tidak bergantung lagi pada karbohidrat, secara otomatis lemak-lemak kita akan terbakar sebagai energi, sehingga kolesterol, lemak jahat, asam urat serta hal negatif lainnya berkurang,” tambah dr. Retno.
Di kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember dan Pengajar PP. Darul Hikam, Ust. Suwardi S.HI., M.H. menyampaikan bahwa puasa merupakan penyanggah agama Islam. Ia mengutip salah satu hadis yang berbunyi ‘Buniyal islamu ala khomsin artinya Islam dibangun di atas lima perkara, salah satunya puasa.
Menurut Ust. Suwardi, Puasa diwajibkan hanya bagi orang yang beriman, tidak cukup Islam saja. Sehingga dalam al-Quran salah satu dalilnya yang berbunyi “Kutiba alaikumus siam” adalah bagian dari ayat Al-Qur’an yang artinya “diwajibkan atas kamu berpuasa”.
“Jadi langsung menggunakan kata ‘Kutiba’ artinya diwajibkan, maka biasanya hal-hal yang diwajibkan itu pasti berat pelaksanaannya atau bertentangan dengan selera manusia pada umumnya seperti pada ibadah mahdhah lainnya,” jelas Ust. Suwardi.
Orientasi puasa, lanjut Ust. Suwardi yaitu La allakum tattaqun adalah frasa dalam Al-Qur’an yang artinya “agar kamu bertakwa”. Frasa ini terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 183.
“Takwa memang maknanya menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, tetapi ada hal dibalik itu semua yaitu kadar keimanan kita. Semakin kuat iman seseorang maka semakin takwa seseorang, karena keimanan berbanding lurus dengan ketakwaan,” pungkasnya.
Niigata – Praktik Fiqh Aqaliyat atau fikih minoritas menjadi solusi bagi umat Islam yang tinggal di negara dengan penduduk mayoritas non-Muslim, termasuk Jepang. Hal ini menjadi salah satu topik pembahasan Direktur World Moslem Studies Center, Prof. Dr. KH. M Noor Harisudin, S.Ag. SH., M.Fi.I dalam kajian yang digelar di Masjid Nusantara Kota Tsubame, Prefektur Niigata, Jepang, pada Minggu, 02 Maret 2025.
Masjid Nusantara Tsubame merupakan masjid baru. Masjid ini mulai digunakan untuk kegiatan shalat Jumat sejak tanggal 31 Januari 2025. Masjid dua lantai dengan luas 420 meter persegi ini menjadi pusat kegiatan keagamaan bagi diaspora Indonesia di Tsubame dan kota-kota sekitarnya. Pada akhir pekan, saat banyak pekerja migran libur, masjid ini semakin ramai dikunjungi umat Islam.
Kajian Fiqh Aqalliyat dimulai pada pukul 16.30 hingga 17.30 waktu setempat. Prof. Haris, yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, membuka pembahasan dengan menjelaskan konsep masyaqat atau kesulitan dalam menjalankan ibadah.
“Pahala itu bergantung pada masyaqat-nya. Jika menjalankan ibadah di Jepang lebih sulit, maka pahalanya pun lebih besar. Prinsipnya, semakin sulit, semakin banyak pahala,” ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.
Menurut Prof Haris, seorang Muslim yang tinggal di Jepang dapat menerapkan Fiqh Aqalliyat dalam praktik keseharian Islam. Fiqh Aqalliyat adalah fiqh yang dirancang khusus untuk komunitas Muslim di negara-negara minoritas muslim. Di negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Taiwan, China, dan negara sejenis, minoritas muslim lain dapat menggunakan fiqh aqalliyat yang juga juga dikenal dengan fiqh rukshah (dispensasi) tersebut.
Dalam pandangan Prof Haris, fiqh aqaliyat juga disebut fiqh dispensasi karena dalam fiqh aqalliyat berlaku hukum pengecualian karena alasan keadaan sulit (masyaqqat) bagi umat Islam.
“Jika fiqh umumnya mewajibkan muslim dikubur dalam satu pemakaman dengan muslim yang lain, maka ini tidak bisa dilakukan di Jepang yang pada umumnya tidak ada pemakaman muslimnya. Oleh karena, Fiqh Aqalliyat membolehkan kuburan muslim berbaur dengan pemakaman non-muslim. Demikian juga, mensucikan najis mughaladlah pada umumnya pada tujuh kali basuhan salah satunya dengan debu. Ini juga sulit bagi muslim minoritas karena mereka tinggal di lantai tinggi apartemen dimana mereka sangat susah ke bawah cari debu dan apalagi jika dimarahi majikan. Maka dalam Fiqh Aqalliyat tidak pakai debu, tapi dicampur dengan sabun”, ujar Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.
Demikian juga dengan sholat Jum’at yang sulit dilakukan bagi sebagain muslim. Sebagai contoh, banyak pekerja migran Indonesia yang harus bekerja dari pukul 08.00 hingga 17.00, sehingga kesulitan melaksanakan salat Jumat di masjid. Kalau ingin jumatan, mereka harus tidak masuk kerja. Sebaliknya, kalau mereka kerja, mereka tidak bisa sholat Jum’at.
Menurut Prof. Haris, tantangan yang dihadapi Muslim di Jepang tidak hanya terbatas pada akses ke masjid, tetapi juga ketersediaan makanan halal, pemakaman Muslim, serta regulasi pemerintah yang tidak selalu mendukung praktik keagamaan Muslim. Ia menambahkan bahwa dalam kondisi sulit seperti ini, Muslim diaspora Jepang mendapatkan rukhsah atau keringanan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga tetap bisa beribadah dengan baik meskipun berada di lingkungan yang berbeda dari negara-negara Muslim mayoritas.
Seperti di negara-negara minoritas Muslim lainnya, keterbatasan ini mengharuskan umat Islam untuk cerdas mencari solusi dengan menerapkan Fiqh Aqaliyat, jelas Pengasuh PP Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.
Apa yang disampaikan Prof. Haris senada dengan pengalaman H. Suratman yang sudah tinggal puluhan tahun di Jepang. Dulu, H. Suratman harus meminta izin tidak masuk kerja agar bisa melaksanakan shalat Jumat. Lambat laun, ia mengubah strategi dengan cara menunaikan salat Jumat di perusahaan dengan meminta tempat pada perusahaan, meski jumlah jamaah kurang dari 40 orang.
“Alhamdulillah, sekarang kami sudah ada masjid sehingga tidak pernah meninggalkan sholat Jum’at,” kata H. Suratman, salah satu peserta kajian yang juga Pengelola Masjid Nusantara Tsubame Niigata Jepang.
Sementara itu, Ketua Tanfidziyah MWCI NU Niigata Jepang, Alfian mengatakan bahwa mereka yang kerja di lapangan sulit melakukan sholat Jum’at. Karena kerja di lapangan pada umumnya menyesuaikan dengan target perusahaan.
“Kalau kita yang di lapangan harus ikut pada target perusahaan, sehingga kita seringkali sulit Jum’atan di Jepang. Akhirnya, ya kita qadla karena dilakukan di luar waktu Jum’at. Karena saat kerja, tidak cukup waktu sholat Jum’at dan juga sholat Ashar”, kata Alfian yang asal Bandar Lampung Indonesia. ***
Ibaraki, Jepang – Puasa di bulan Ramadan memiliki dampak sosial yang besar, terutama bagi komunitas Muslim di perantauan. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA.,CWC dalam kuliah tujuh menit (kultum) di Masjid NU At-Taqwa, Koga, Ibaraki, Jepang, pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Acara ini dihadiri oleh ratusan jamaah dari berbagai latar belakang, baik warga Indonesia maupun Muslim dari negara lain. Kultum disampaikan tujuh menit setelah salat Magrib, kemudian dilanjutkan dengan salat Tarawih dan Witir sebanyak 23 rakaat.
Dalam ceramahnya, Prof. Haris, yang tengah diundang PCI NU Jepang untuk kegiatan Dakwah Internasional pada 28 Februari – 14 Maret 2025, menekankan bahwa keberhasilan seseorang dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan akan tercermin dalam perilaku sehari-hari.
“Ibnu Atha’illah Al-Iskandari mengatakan, ‘man wajada tsamrata ‘amalihi ‘ajilan fahuwa daliilun ala qabuulihi ajilan.’ Artinya: ‘Barang siapa yang menemukan buah amalnya di dunia, maka itu bukti akan diterima amalnya kelak di akhirat.’ Buah amal ini tampak dari perubahan seseorang menjadi pribadi yang lebih baik,” ujar Prof. Haris, yang juga Direktur World Muslim Studies Center.
Lebih lanjut, Prof. Haris menjelaskan bahwa seorang Muslim yang menjalankan puasa dengan baik akan menunjukkan sikap baik tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga terhadap makhluk lain, seperti hewan, tumbuhan, dan lingkungan sekitar.
Dalam konteks ini, ia mengutip Al-Qur’an QS. Al Baqarah: 183 yang menyebutkan bahwa tujuan puasa adalah membentuk pribadi bertakwa (la’allakum tattaqun).
” Ibarat hewan, tattaqun adalah kupu-kupu yang indah nan elok dilihat dan menyenangkan setelah seekor ulat melakukan puasa menjadi kepompong “, ujar Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.
Menurutnya, jika Muslim di Jepang mampu menunjukkan akhlak yang baik dan unggul, hal ini akan membawa dampak positif bagi masyarakat Jepang. Keberadaan diaspora Muslim dapat menjadi solusi bagi masyarakat Jepang yang mengalami dahaga spiritual.
Reporter: Siti Junita Editor: M. Irwan Zamroni Ali
Ibaraki – Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Prof KH M Noor Harisudin mengimbau Muslim Jepang mempersiapkan diri menyambut Ramadhan 1446 Hijriah.
“Senyampang menjumpai Ramadhan tahun 1446 H/2025, mari kita persiapkan diri dengan baik,”ujarnya saat menyampaikan khutbah Jumat di Masjid at-Taqwa NU Ibaraki Jepang, Jumat (28/2/2025).
Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember ini diundang PCINU Jepang dalam acara Dakwah Internasional mulai 28 Pebruari hingga 14 Maret 2025.
Kata dia, tentu sangat disayangkan jika bulan yang penuh berkah ini lewat begitu saja. Meski tanpa menafikan tantangan yang dihadapi seorang Muslim di Jepang sendiri, Prof Haris menyampaikan lima hal persiapan menjelang Ramadhan.
“Pertama, dengan ilmu. Apa yang kita lakukan harus didasarkan pada ilmu. Puasa kita, itikaf kita, dan sebagainya harus pakai ilmu. Waman bighairi ilmin ya’malu, a’maaluhu marduudatun la tuqbalu. Barangsiapa yang beramal tidak menggunakan ilmu, maka amalnya akan ditolak,” kata Prof Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.
Kedua, lanjut Prof Haris, adalah manajemen amal. Eman sekali, jika seorang muslim tidak memperbanyak amal di bulan Ramadlan. Rasulullah bersabda “Man alima wa amila, ‘allamallahu ma lam ya’lam. Barang siapa mengetahui dan mengamalkan ilmu yang diketahuinya, maka ia akan diberi ilmu yang tidak diberikan pada manusia yang lain.
Selain dua hal tersebut, hal lain yang perlu disiapkan adalah pensucian jiwa. “Ketiga, hati yang bening kita siapkan dalam menyambut Ramadlan 1446 H. Allah Swt berfirman dalam QS, as-Sayms 9-10: Qad aflaha man zakkaaha. Waqad khaaba man dassaaha. Artinya: Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa dan merugi orang yang mengotori jiwa,” ujar Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur tersebut.
Keempat, persiapan lainnya adalah finansial. Ibadah seperti zakat, infak dan wakaf juga perlu dilakukan di bulan Ramadlan. Ibadah Maliyah ini sangat penting menjadi penyempurna ibadah puasa muslim.
Dan terakhir (kelima), persiapan fisik. “Karena ibadah puasa menggunakan fisik. Ibadah yang lain mengiringi puasa juga pakai fisik. Termasuk ibadah malam untuk malam lailatul qadar. Apalagi Muslim Jepang di tengah aktivitas kerja rutin,” tukas Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Jember ini mengakhiri sambutannya.
Hadir ratusan jamaah yang merupakan warga negara Indonesia, Pakistan, India, Turki, Sri Langka, Bangladesh dan sebagainya yang memenuhi masjid tersebut. Khutbah berjalan khusyuk dan khidmah mulai jam 12.00-12.30 waktu setempat.
Khutbah disampaikan dalam Bahasa Inggris dan Indonesia mengingat jamaah non-Indonesia yang hampir 50 persen jamaah Jumat hari itu.
Direktur Lembaga Zakat dan Wakaf (Lazawa) Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M. Fil.I., CLA., CWC menerima kunjungan silaturahmi dari Yayasan Pendidikan dan Dakwah Zainul Ilah Madura, pada Sabtu, 22 Februari 2025. Pertemuan yang berlangsung di Kantor Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam ini membahas kolaborasi untuk kemaslahatan umat melalui zakat, infak dan wakaf –selain juga belajar bagiaman pengelolaan manajemen zakat, infak dan wakaf di lembaba yang berdiri sejak 2024 yang silam.
Turut hadir dalam kesempatan itu, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I, CLA, CWC (Direktur), Ust. M. Irwan Zamroni Ali, S.H.M.H., CWC (Nazhir Wakaf Darul Hikam), Ravi Maulana, S.T (Staf Keuangan) dan Achmad Mutiurrahman (Staf Media). Sementara, dari Yayasan Pendidikan dan Dakwah Zainul Ilah Madura hadir Dr. H. Atiqullah, S.Ag., M.Pd. (Ketua), K. Abdur Rahem (Ketua Takmir) dan bersama rombongan.
Dalam kunjungan tersebut, Prof. Haris menjelaskan bahwa Lazawa Darul Hikam didirikan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat Islam.
“Dari semua aset yang ada di Lazawa Darul Hikam, tahun 2024 kemarin, kami telah berhasil menghimpun dana kurang lebih 1 miliar rupiah dari para donatur, baik berupa tanah hingga uang. Itu semua adalah amanah dari kami untuk digunakan sesuai peruntukannya,” ujar Prof Haris yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Hanya saja yang paling penting, lanjut Prof Haris, yaitu menjaga trust umat. Prof Haris yakin dengan potensi zakat dan wakaf yang akan menjadi kekuatan umat Islam dalam meraih kesejahteraan dan kemaslahatan ummat.
“Filantropi Islam itu memiliki banyak manfaat. Salah satu contohnya Wakaf Kursi Sholat yang menjadi salah satu inovasi di Lazawa Darul Hikam. Karena itu, kami terus berupaya dengan menghadirkan program inovatif dalam kota dan lintas kota bahkan luar negeri. Misalnya dakwah dalam dan luar negeri, santunan yatim, wakaf kursi salat, kurban, dan lainnya,” ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PW NU Jawa Timur.
Sementara itu, Nazhir Lazawa Darul Hikam, Ust. M. Irwan Zamroni Ali, S.H., M.H., CWC menjelaskan mekanisme pengajuan untuk menjadi Nazhir Wakaf Uang di BWI yang melibatkan serangkaian persyaratan yang kompleks. Salah satunya lembaga tersebut harus terdaftar resmi di Kemenkum HAM dan memiliki surat keterangan domisili dari kelurahan.
“Selain itu, minimal dua orang yang terdaftar harus memiliki sertifikat kompeten sebagai nazhir,” jelas Ustadz Irwan yang juga Dosen Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Pada sisi lain, Ketua Yayasan Pendidikan dan Dakwah Zainul Ilah Madura hadir Dr. H. Atiqullah, S.Ag., M.Pd. mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan Lazawa Darul Hikam menerima kunjungannya dalam rangka silaturahmi sekaligus studi banding.
“Ada banyak hal perlu kita lakukan untuk kesejahteraan umat. Salah satunya memaksimalkan dana zakat, infak dan wakaf,” ujar Dr. Atiqullqh yang juga Direktur Pascasarjana IAIN Madura.
Hasil pertemuan ini, lanjut Dr. H. Atiqullah, harus segera direalisasikan agar cita dan harapan kami untuk mengabdi ke masyarakat melalui pendidikan dan layanan sosial dapat terwujud.
“Saat ini kami juga tengah mengelola masjid dan pendidikan. Harapan kami dengan kunjungan ke Lazawa Darul Hikam ini dapat memberikan wawasan baru mengenai manajemen zakat, infak dan wakaf,” jelasnya.
Jember – Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 18 Februari 2025 menyepakati Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi usul inisiatif DPR. Sejumlah akademisi dan praktisi hukum banyak berasumsi bahwa harus ada keterlibatan masyarakat untuk memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan masyarakat dan menjamin Hak Asasi Manusia (HAM).
Pandangan sejumlah akademisi dan praktisi mengenai revisi RUU KUHAP ini disampaikan dalam Seminar Nasional ‘Kesetaraan Peran dan Kewenangan Dalam RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)’ pada Kamis (20/2/2025). Acara berlangsung di Aula Perpustakaan UIN Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember pada pukul 09.00 – 12.00 WIB.
Guru Besar UIN KHAS Jember, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H. M.Fil.I, CLA., CWC. menyatakan bahwa ada terdapat beberapa pokok pembahasan yang menjadi sorotan masyarakat sipil terhadap RUU KUHAP ini.
“Kami menilai KUHAP yang sudah diberlakukan sejak 1981 ini harusnya diselesaikan tanggal 1 Januari hingga 20 Maret 2025. Terkesan terburu-buru sehingga berpotensi menjadi problematika di kemudian hari. Kemudian untuk menjaga transparansi, seharusnya perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat sehingga kami benar-benar bisa menilai apakah revisi RUU tersebut sudah sesuai atau perlu adanya penyempurnaan ulang,” ucapnya yang juga Ketua PP APHTN .
Prof Haris juga menyebutkan beberapa kritik terhadap beberapa keputusan dalam KUHAP, diantaranya diferensiasi fungsional Aparat Penegak hukum (APH).
“Di sini APH ada diferensiasi fungsional, tapi yang diusulkan itu ada posisinya masing-masing. Ini diduga ada ketimpangan yang begitu signifikan, salah satunya ada APH yang fungsinya lebih dominan, seperti Jaksa,” tutur Prof Haris yang juga Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negera.
“Dalam RUU ini juga dihilangkan pasal penyelidikan, ini pertanda tidak ada upaya untuk menjaga HAM. Mekanisme penyelidikan ini diharapkan ada agar lebih efektif dari praperadilan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember, Prof. Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum, menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam RUU KUHAP merupakan hal krusial.
“Dalam sejarah berdirinya KUHAP pada tahun 1981 sebagai karya agung yang dipuji oleh bangsa Indonesia. Sehingga wajar jika setiap perubahannya masyarakat begitu antusias, karena dinamika politik yang terjadi di Indonesia,” ujarnya.
Prof Arief menyebutkan gagasannya bahwa adanya digitalisasi dalam sistem peradilan pidana (SPP).
“Jangan sampai ada tumpang tindih dan terlalu lama. Saat ini kita sudah di era teknologi, maka mari gunakan itu untuk memperkuat sistem peradilan terpadu agar masyarakat juga bisa mengontrol dan masalah bisa selesai dengan cepat dan mudah diakses”, tambah Prof Arief.
Di sisi lain, tokoh praktisi yang turut menjadi narasumber, Zaenal Abidin, S.H., M.H., turut menyatakan pandangannya. Menurut Mas Aby panggilannya, terdapat beberapa pasal yang menjadi sorotan masyarakat, salah satunya adalah tidak dimuatnya restorative justice.
“Seharusnya perlu ada kewenangan Polri sebagaimana penegak hukum. Poin lain yang saya anggap penting adalah advokat tidak hanya bertugas untuk melihat dan mendengar pemeriksaan, tapi juga dimintai keterangan. Ada beberapa pemeriksaan kepada beberapa orang yang tidak terlalu bisa menyampaikan apa yang dimaksud. Nah ini seharusnya menjadi ranah advokat sebagai perwakilan dari terdakwa,” ujarnya yang juga direktur LKBHI UIN KHAS Jember.
“Saya menyambut baik adanya perubahan RUU KUHAP, selama perubahan tersebut benar-benar dilakukan secara matang, adanya dialog dari aparat hukum terkait. Sebab dinamika politik selalu ada dan itu sebuah keniscayaan,” jelasnya.
Ketua Panitia, M. Irwan Zamroni Ali, S.H., M.H., CWC. menjelaskan bahwa, kegiatan Seminar Nasional tersebut digelar oleh Pusat Kajian Keislaman dan Bantuan Hukum (PK2BH) YPI Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember bekerjasama dengan LKBHI UIN KHAS Jember dan PC Fatayat NU Jember.
“Terima kasih kepada para peserta yang sudah hadir, saya berharap kegiatan ini menambah wawasan kita semua serta menjadi usulan kepada pejabat yang berwenang,” jelas Irwan.
Seminar berlangsung secara interaktif dengan diikuti oleh seribu lebih peserta secara online maupun offline, mulai dari para akademisi, praktisi, politisi, hingga mahasiswa dan mahasantri.
Menjelang pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) VIII Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) pada Jumat, 21 Februari 2025, sejumlah nama mulai mencuat sebagai calon Ketua Umum.
Munculnya beberapa kandidat Ketua Umum (Ketum) menjadi fenomena menarik, menunjukkan alumni PMII kayak akan Sumber Daya Manusia yang unggul dan mumpuni.
Di antara kandidat yang muncul adalah Fathan Subkhi (Pengurus DPP PKB dan Anggota BPK), Nusron Wahid (Menteri ATR/BPN), Purnomo (Anggota DPR RI Fraksi Golkar), serta Zaeni Rahman (Mantan Anggota DPR RI).
Fathan Subkhi sendiri saat ini telah didukung oleh Pengurus Wilayah (PW) dan Pengurus Cabang (PC) Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) se-DKI Jakarta sebagai calon Ketua Umum Pengurus Besar IKA PMII dalam Munas VIII yang akan berlangsung pada 21-23 Februari 2025.
Pernyataan dukungan tersebut disampaikan dalam acara silaturahmi IKA PMII DKI Jakarta di Restoran Al Jazeerah Sentral, Jalan Pramuka, pada Selasa lalu (18/2). Acara ini dihadiri jajaran pengurus PW dan PC IKA PMII serta para alumni PMII se-DKI Jakarta.
Tidak hanya itu, Ketua Pengurus Pusat (PP) Asosiasi Dosen Pergerakan IKA PMII, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC turut menyatakan dukungannya kepada Fathan Subkhi.
Menurutnya, Fathan Subkhi merupakan sosok yang layak menjadi Ketua Umum PB IKA PMII didasarkan pada rekam jejaknya yang solid serta komitmennya dalam mengabdi kepada organisasi.
“Banyak pengalaman organisasi Mas Subkhi selama ini, baik di PMII, NU, MUI hingga sebagai anggota legislatif (DPR RI) dan Badan Pemeriksa Keuangan, ini merupakan gambaran bagaimana ia menjadi sosok yang layak untuk menjadi Ketua Umum selama 5 tahun ke depan,” ujar Prof. Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember pada saat diwawancarai di kediamannya pada 21/02/2025.
Menurut Prof Haris yang juga Wakil Sekretaris PW NU Jawa Timur, Fathan Subkhi memiliki gagasan yang sangat menarik daripada kandidat yang lain. Seperti gagasannya tentang potensi alumni di berbagai jalur, mulai dari jalur akademisi, politisi, birokrat, kiai dan sebagainya.
“Potensi-potensi ini belum maksimal digerakkan menjadi sebuah kekuatan lokomotif bernama IKA PMII, karenanya kita masih sering kalah dengan organisasi yang lain,” tambah Prof Haris yang juga Direktur World Moslem Studies Center (Womester) Depok.
Potensi di bidang politik dan birokrasi, lanjut Prof Haris sudah cukup lumayan, hanya potensi ekonomi yang belum dikuatkan, misalnya pada bidang pengusaha.
“Bidang itulah yang harus dikuatkan di masa yang akan datang, saya rasa ini gagasan yang sangat keren dari sahabat Fathan, ” lanjut Prof Haris.Musyawarah Nasional (Munas) IKA PMII akan diikuti oleh 34 wilayah dan lebih dari 280 cabang dari seluruh Indonesia.
Acara pembukaan dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada Jumat (21/2) siang.
Profil Singkat Fathan Subchi
Fathan Subchi lahir di Demak, Jawa Tengah, pada 11 Februari 1970. Ia merupakan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang telah dua kali terpilih sebagai Anggota DPR RI, mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah II (Kabupaten Kudus, Jepara, dan Demak) pada periode 2014-2019 dan 2019-2024. Selama bertugas di DPR, Fathan pernah menjadi anggota Komisi XI serta menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI dan Sekretaris Fraksi PKB DPR.
Pada 17 Oktober 2024, ia dilantik sebagai Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia periode 2024-2029. Sebagai Anggota VI BPK, ia bertanggung jawab atas pemeriksaan pengelolaan keuangan negara di berbagai sektor, termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BPJS Kesehatan, BPOM, serta keuangan daerah di Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Di bidang organisasi, Fathan memiliki rekam jejak panjang, di antaranya pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang PMII DKI Jakarta (1995-1996), Ketua Pengurus Besar PMII (1997-1998), serta Ketua PW IKA PMII DKI Jakarta (2019-2024). Selain itu, ia juga aktif dalam Pengurus Pusat MUI sebagai Anggota Departemen Ekonomi dan Pemberdayaan Umat (2005-2009) serta di Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (2005-2009).
Dengan pengalaman yang luas dan dedikasi tinggi dalam berbagai bidang, Fathan Subchi dinilai sebagai figur yang tepat untuk memimpin PB IKA PMII dan melanjutkan program strategis organisasi ke depan.
Lumajang – Menjalani ibadah dengan nyaman merupakan impian setiap Muslim, tidak terkecuali bagi jamaah masjid lansia dan difabel. Untuk program ini, Lembaga Zakat dan Wakaf (Lazawa) Darul Hikam untuk ke-4 kalinya kembali menyerahkan 10 Wakaf Kursi Sholat di Masjid Jami’ Baitur Rahim Desa Ranubedali Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang pada Senin (17/2/2025).
Turut hadir dalam kesempatan itu, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I, CLA, CWC (Direktur), Ust. M. Irwan Zamroni Ali, S.H.M.H., CWC (Nazhir Wakaf Darul Hikam), Ust. Wildan Rofikil Anwar, S.H., M.H (Divisi SDM dan Fundraising), Ravi Maulana, S.T (Staf Keuangan) dan Achmad Mutiurrahman (Staf Media). Sementara, dari takmir Masjid hadir Ust. M. Nur Khotibul Umam, MH. (Ketua Yayasan Nurul Falah Al-Ghozali) dan Ust. M. Said Rohmat, S.E.I (Ketua Takmir Masjid Jami’ Baitur Rahim). Hadir juga Dr. Farhanudin Soleh, M.Pd.I (Warek I IAI Miftahul Ulum Lumajang) dan puluhan jamaah juga bergabung dalam acara yang penuh khidmah tersebut.
Direktur Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I, CLA, CWC menjelaskan bahwa pihaknya menargetkan seluruh masjid di Indonesia menjadi ramah lansia dan difabel.
“Kursi ini diperuntukkan bagi orang yang udzur (kesulitan) berdiri karena lansia atau pun difabel. Lazawa Darul Hikam menggalakkan program ini agar masjid menjadi ramah lansia dan difabel, sehingga mereka nyaman untuk beribadah di masjid,” ujar Prof. Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember.
Program wakaf kursi sholat ini, lanjut Prof Haris, merupakan program inovatif Lazawa Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember. Selama ini, Lazawa Darul Hikam mengusung berbagai program inovatif yang memang belum diperhatikan oleh lembaga filantropi yang lain atau juga pemerintah.
“Kalau menunggu perhatian pemerintah, mau menunggu sampai kapan?. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?,” lanjut Prof Haris yang juga Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.
Sebagaimana diketahui, program wakaf kursi sholat lazawa ini sampai sekarang sudah berlangsung 4 kali. Kita mulai dari Bondowoso, Jember, Malang dan sekarang ini Lumajang.
Pada kesempatan itu, Prof Haris juga memberikan masukan, agar Masjid Jami’ Baitur Rahim yang saat ini tengah pembangunan, mulai dipikirkan untuk memperhatikan para jamaah yang lansia dan difabel.
“Wakaf kursi sholat ini hanya simbol, masih ada banyak hal lain yang dapat dilakukan untuk menjadi perhatian lebih kepada para jamaah lansia dan difabel, misalnya ketersediaan kamar mandi atau tempat wudhu bagi jamaah lansia dan difabel, termasuk tangga atau jalur khusus,” tukas Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.
Menanggapi hal itu, Ketua Takmir Masjid Jami’ Baitur Rahim Ranubedali Lumajang, Ust. M. Said Rohmat, S.E.I menuturkan bahwa ia bersama pengurusnya akan menindaklanjuti masukan tersebut.
“Kami menyadari bahwa masukan dari Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam sangatlah penting dan berarti bagi masyarakat Muslim yang memiliki keterbatasan, baik lansia maupun difabel. Insyaallah, Masjid Baitur Rahim yang saat ini dalam proses pembangunan mulai dicanangkan untuk menjadi masjid ramah lansia dan difabel,” ujar Gus Said –demikian panggilannya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Nurul Falah Al-Ghozali, Ust. M. Nur Khotibul Umam, M.H. menyampaikan banyak terima kasih atas kehadiran Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam. Menurutnya, wakaf kursi sholat menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian di masjid-masjid.
“Tentu kami sangat bersyukur dengan adanya wakaf kursi sholat ini, mengingat selama ini Masjid Baitur Rahim belum menyediakan kursi sholat. Terima kasih khususnya kepada para donatur. Semoga menjadi amal jariyah,” ucapnya yang juga aktif sebagai dosen di IAI Miftahul Ulum Lumajang.
Prof. Dr. HM. Noor Harisudin, S.Ag, SH, M.Fil.I, CLA, CWC, Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (PP APHTN-HAN) ikut angkat bicara tentang wacana penghapusan kewenangan atau pasal penyelidikan Polri dalam RUU KUHAP yang akan dibahas di DPR.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
“Tujuan penyelidikan untuk mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan juga berarti “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana,” kata Guru Besar Universirtas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini.
Ia juga menyatakan pentingnya penyelidikan sebagai bagian dari perlindungan dan jaminan HAM. Selain itu, hal ini juga merupakan bentuk pelayanan pada masyarakat.
“Ya, seperti kita tahu, penyelidikan itu merupakan akomodasi kepentingan dan keinginan masyarakat untuk mencapai keadilan yang tidak harus di Pengadilan. Artinya bisa melalui musyawarah mufakat, perdamaian atau restorative justice”, jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa penyelidikan merupakan bagian dari ketatnya proses acara di pengadilan. “Adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam dimulainya proses penyidikan yang kemudian melekat kewenangan dapat dilakukan-nya upaya paksa seperti penangkapan, penggeledahan, penyitaan dst”, ujarnya.
Apalagi, selain penyelidikan merupakan amanah dari putusan Mahkamah Konstitusi RI, penyelidikan juga menjadi alarm bahwa tidak semua yang dilaporkan oleh masyarakat adalah merupakan tindak pidana.
“Jadi ini semacam alarm. Tidak semua yang dilaporkan menjadi tindak pidana. Ada screening dulu”, imbuhnya.
Sebagaimana maklum, RUU KUHAP yang baru akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak pihak khususnya karena menjadi Prioritas Prolegnas RI tahun 2025 ini. RUU KUHAP inipun menjadi perdebatan para ahli dan publik yang luas.