Categories
Dunia Islam

Sahur Keliling di Unej, Ibu Shinta Tekankan Keanekaragaman

Jember, NU Online.

Ibu Shinta kembali menekankan pentingnya menghargai keanekaragaman di Indonesia. Karena, bagi istri alm Gus Dur ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia, memang dibangun atas dasar keanekaragaman tersebut.  Di tengah kecenderungan rasa benci antara sesama anak bangsa karena berbagai perbedaan, maka sikap ini, menurut Ibu Shinta perlu dihadirkan kembali di tengah-tengah masyarakat Indonesia.  Demikian disampaikan Ibu Nyai Shinta Nuriyah Wahid dalam acara Sahur Keliling di Gedung Kauje Universitas Jember, Rabu, 29 Juni  Dini hari 03.00-04.00 Wib.

Acara ini dihadiri tak kurang dari 400 peserta yang terdiri dari kaum dluafa, faqir, miskin, dan civitas akademika Unej. Rektor Universitas Jember, Drs. Moh. Hasan, Ph.D, Dr. Kiai MN Harisudin, M.Fil.I (Ketua Puan Amal Hayati Jember dan Katib Syuriyah PCNU Jember), KH Misrawi (Wakil Ketua PCNU Jember) dan segenap Pembantu Rektor dan Dekan di lingkungan Universitas Jember hadir pada kesempatan tersebut. Sahur keliling ini juga dimeriahkan dengan Group Samrah Darmawanita Unej dan Hadrah Sholawat NU.   

Dalam tausiyahnya, Ibu Shinta menyinggung perkembangan agama Bahai yang mulai diterima secara resmi di Indonesia. “Mungkin bapak-bapak, ibu-ibu, adik-adik, sudah tahu kalau agama Bahai sudah diterima di Indonesia. Kalau belum tahu, nanti saya beri tahu”, jelas beliau sambil bercanda. Intinya, agama Bahai laiknya agama yang lain yang mengajarkan kebaikan pada umat manusia. Agama Bahai, lanjut Ibu Shinta, juga sudah puluhan tahun hidup dan berada di Indonesia.  

Ibu Shinta juga menjelaskan pengalaman sahur keliling yang dilakukan selama ini. Jika  bersama tukang becak, Ibu Shinta sahur degan mereka di alon-alon. Jika bersama dengan bakul-bakul Pasar, ibu Shinta sahur di Pasar. Demikian juga, jika dengan pemulung, ibu Shinta sahur di bawah kolong jembatan. “Ini semua akan terus memantik empati kita untuk berpihak pada para dluafa yang selama ini tidak tersentuh oleh banyak pihak”, tukas bu Nyai Shinta Nuriyah Wahid yang juga Ketua Umum Puan Amal Hayati Pusat.

Sementara itu, sebagai tuan rumah, Rektor Unej, Drs. Moh Hasan, Ph.D, sangat bersyukur atas kedatangan Ibu Shinta Nuriyah Wahid. “Pertama kami mohon maaf karena banyak mahasiswa yang sudah pulang. Sehingga tidak bisa maksimal. Selanjutnya. kami juga minta taushiyah dari Ibu Nyai Shinta untuk kami-kami agar lebih berkualitas hidup kita”, tukas Moh. Hasan, Ph.D yang juga pengurus A’wan Syuriyah PCNU Jember.

(Anwari/Kontributor NU Online)         

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU: Memodifikasi Tradisi yang Buruk

Jember, NU Online.

Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Tidak heran, jika Islam bisa diterima diseluruh dunia. Bukti bentuk Islam yang seperti ini, adat atau tradisi yang berkembang di luar negara Arab, tempat dimana Islam tumbuh dan berkembang, tidak dimusnahkan, tetapi tetap diberi tempat. Dengan satu catatan, adat atau tradisi ini tidak bertentangan dengan Islam. Demikian ceramah subuh Dr Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, Katib Syuriyah PCNU Jember, di masjid al-Muhajirin, Sumbersari Jember, Kamis, 24 Juni 2016. Tak kurang, 300 jama’ah menyimak ceramah kiai muda yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.

“Karena itu, dalam Islam, dikenal ada dua ‘urf atau tradisi. Yaitu ‘urf shahih dan ‘urf fasid. Urf  Shahih adalah tradisi yang tidak bertentangan dengan syari’at bahkan sesuai dengan syari’at. Sementara, urf fasid adalah tradisi yang bertentangan dengan Islam. Dengan demikian, kalau kita mau mengukur adat atau tradisi di suatu tempat, ya tinggal melihat apakah shahih atau fasid. Shahih karena mengandung kebaikan-kebaikan yang dianjurkan agama misalnya di dalamnya ada dzikir, sholawat Nabi Saw, bersedekah, ceramah agama dan sebagainya. Fasid karena didalamnya ada unsur ikhtilat (percampuran) laki dan perempuan, kesyirikan, buka aurat, judi, dan sebagainya”, tukas pengasuh Ponpes Darul Hikam yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut.

Oleh karena itu, lanjut Kiai M.N. Harisudin yang juga Ketua PUAN Amal Hayati PP Nuris Jember ini, kita tidak bisa menyalahkan sebuah tradisi karena tradisi itu dianggap tidak ada di masa Nabi Saw. “Karena tidak semua yang tidak ada di masa Nabi Saw. itu berarti dilarang. Itu pemahaman yang salah. Jadi, dalam konteks ‘urf, harus dilihat terlebih dahulu, apakah itu ‘urf shahih ataukah ‘urf fasid. Kalau pun toh fasid, maka itu harus kita modifikasi bagaimana caranya menjadi ‘urf yang shahih. Kalau sudah tidak bisa dimodifikasi, ya baru diamputasi secara total dalam kehidupan alias dimusnahkan”, jelas Sekretaris YPNU Universitas Islam Jember yang juga Pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember.

Menurut Kiai M.N. Harisudin, cara-cara Walisongo dulu menjadi teladan strategi jitu dalam mengislamkan orang Indonesia dengan mempertimbangkan ‘urf yang ada. “Kita lihat, Sunan Kudus dulu melarang menyembelih sapi karena mempertimbangkan tradisi orang Hindu yang melarang menyembelih sapi. Dengan cara demikian, dakwah Sunan Kudus lebih mudah diterima. Kalau sekarang kita datang ke kota Kudus, kita tidak akan menjumpai soto daging sapi, tapi soto daging kerbau”, kata Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember tersebut disambut geer jama’ah pengajian.     

(Anwari/Humas NU).       

Categories
Dunia Islam

Puasa Mestinya Tidak Lebih Konsumtif

Jember, NU Online

Semakin maraknya kegiatan buka bersama di sejumlah rumah makan dan restoran di Jember sesungguhnya patut disyukuri. Karena bulan Ramadlan ternyata mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Namun, jika berlebih-lebihah, justru sangat tidak sesuai dengan tujuan puasa itu sendiri. Karena tujuan puasa sesungguhnya adalah mengendalikan nafsu manusia yang terwujud dalam kesenangan makan, minum dan senggama. Demikian disampaikan Katib Syuriyah NU Jember, Dr Kiai M.N Harisudin, M. Fil. I, di ceramah ba’da Tarawih Masjid Quba Gebang Jember, Ahad , 18 Juni 2016. Tidak kurang 300 orang hadir memenuhi masjid yang berada di depan MAN 2 Jember tersebut.

“Tujuan puasa itu, menurut Yusuf Qardlawi dalam kitab Fiqhus Shiyam, adalah menghancurkan syahwat dan mengubah nafsu amarah menjadi nafsu muthmainnah. Jadi, sangat lucu, kalau dengan dengan puasa justru semakin bertambah menjadi-jadi nafsunya. Kalau waktu berbuka semakin bernafsu laiknya hewan yang beringas, ini tentunya ada yang keliru dalam puasanya. Oleh karena itu, mari kita benahi puasa kita”, lanjut Pengasuh Ponpes Darul Hikam yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut.

Lebih lanjut, kata Kiai MN. Harisudin, menawarkan ajakan al-Ghazali untuk menyedikitkan makan waktu malam hari puasa. “ Pesan al-Ghazali dalam kitab Bidayah jelas. Fala tastaktsir, jangan banyak makannya. Sehingga porsi makan waktu puasa dengan tidak puasa ini sesungguhnya sama saja. Lalu, apa artinya puasanya jika makannya justru sama atau bahkan lebih banyak dari biasanya ! Ini berarti puasa orang ini seperti yang dikritik Rasulullah Saw. bahwa banyak yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember.

Di tempat yang berbeda, Masjid Agung al-Baitul Amin Jember, di hari yang sama, Dr. KH. Abdullah Samsul Arifin, Ketua PCNU Jember, menyampaikan ide yang sejenis  di hadapan jama’ah yang berjubel sekitar 500 orang. Bahwa puasa pada hakekatnya mengajarkan kesederhanaan. “ Kita bisa mencontoh Rasulullah Saw. meski dalam kapasitas kita yang masih tidak ada apa-apanya. Beliau kalau berbuka, hanya pakai air putih dan kurma. Ini sesungguhnya contoh kesederhanaan yang bisa kita tiru”, kata Gus Aab, panggilan Kiai Abdullah SA, yang juga Ketua YPNU Universitas Islam Jember tersebut. 

Oleh karena itu, kesederhanaan inilah yang mesti ditiru umat Islam. Dengan kesederhanaan pula, lanjut Dr KH. Abdullah Samsul Arifin, MHI, orang lain tidak akan iri hati. “ Orang kaya jika menampakkan kekayaan di hadapan umum dan ia tidak bisa mengendalikan diri, maka demikian ini suatu saat akan menimbulkan kecemburuan yang berujung pada kejahatan. Karena itu, inilah sesungguhnya salah satu hikmah puasa: hidup penuh kesederhanaan”, tukas KH. Abdullah Samsul Arifin yang juga Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Jember.

(Anwari/Kontributor NU Online)  

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU: Tidak Ada Alasan Tidak Berpuasa

Jember, NU Online.

Katib Syuriyah PCNU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, menyatakan bahwa tidak alasan bagi orang Islam untuk tidak berpuasa. Semua orang Islam yang sudah baligh dan berakal, tanpa kecuali, dipandang sudah tahu hukum Islam terkait puasa. Oleh karena itu, jika ia tidak berpuasa Ramadlan dengan alasan tidak tahu, hal yang demikian itu tidak diperkenankan. Demikian disampaikan Dr. Kiai M.N. Harisudin, M.Fil.I dalam pengajian Subuh di Masjid Agung Al-Baitul Amien Kabupaten Jember, Senin, 13 Juni 2016. Tak kurang, lebih dari 150 jama’ah masjid yang menghadiri majlis ta’lim tersebut.

“Seperti orang naik mobil, dia memaksa terus berjalan ketika lampu merah kemudian dia ditangkap polisi. Orang yang melanggar ini lalu mengatakan bahwa ia tidak tahu kalau lampu merah harus berhenti. Tentu, polisi ini tidak mau tahu dengan alasan tersebut. Orang yang melanggar ini tetap ditilang. Nah, demikian juga dengan orang Islam. Dia tidak boleh beralasan, ‘maaf saya tidak tahu kalau zina itu haram. Saya tidak tahu kalau puasa itu wajib. Demikian seterusnya”, kata Kiai M.N. Harisudin yang juga Kepala Prodi Hukum Pidana Islam-Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah IAIN Jember.

Dalam Islam, menurut Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember ini, hanya ada dua orang yang ditoleransi yang disebut dengan jahil ma’dzur. Pertama, orang yang baru masuk Islam. Kedua, orang yang jauh dari ulama. “Jika dua orang ini beralasan, maka masih ditoleransi dalam Islam. Karena memang keadaan mereka berdua memang layak dimaafkan”, tukas kiai muda yang juga Sekretaris YPNU Universitas Islam Jember tersebut.

Lebih lanjut, Kiai M.N. Harisudin menyebut ada sejumlah udzur yang menyebabkan orang tidak berdosa ketika meninggalkan puasa. “Mereka adalah orang yang haid, nifas, orang musafir, orang yang sakit, orang yang lanjut usia, orang yang hamil dan orang yang menyusui. Kalau mereka tidak puasa, dimaafkan. Bahkan ada yang haram berpuasa yaitu orang yang haid dan nifas. “, tukas penulis banyak buku yang juga Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember tersebut.

(Anwari/Kontributor NU Online)

Categories
Sains

Mahasiswa Baru Universitas Islam Jember Meningkat 300 Persen

Jember, NU Online

Sekretaris YPNU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, merasa bahagia karena minat masyarakat terhadap satu-satunya Universitas Islam Jember meningkat drastis. Ini menunjukkan bahwa trust yang dibangun di Universitas satu-satunya milik NU Jember ini, telah menunjukkan hasilnya. Dengan demikian, kerja keras yayasan dan segenap civitas akademika Universitas Islam Jember telah menuai hasilnya, meski harus tetap ditingkatkan. Demikian disampaikan Kiai MN Harisudin yang juga Katib Syuriyah NU Jember, di kantor UIJ, Jl. Kyai Mojo No. 101 Jember.

Pandangan yang demikian tidaklah berlebihan. Karena terdapat kenaikan 300 persen pendaftar mahasiswa baru pada gelombang pertama pendaftaran mahasiswa baru Universitas Islam Jember. “Kalau tahun 2015 kemarin tidak sampai ratusan. Biasanya gelombang kedua dan ketiga yang mencapai ratusan. Ini gelombang pertama pada tahun ini sudah mencapai ratusan. Tentu hal yang demikian patut kita syukuri. Ini kerja keras semua pihak. Terima kasih untuk semuanya”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga Wakil Ketua LTN NU Jawa Timur tersebut.

Diakui, sejak YPNU Jember terlibat langsung mengelola UIJ tahun 2014, ada banyak perubahan baik menyangkut sarana prasarana, kurikulum, sistem tata kelola, peningkatan SDM maupun kesejahteraan pegawai. “Ini semua kita lakukan secara bertahap. Alhamdulillah, kita ikut bersyukur. Kesejahteraan pegawai meningkat 500 persen secara perlahan. Demikian juga dengan dosen. Mohon doa restu semuanya agar UIJ lebih baik lagi ke depan. UIJ menjadi universitas yang membanggakan warga NU baik di tingkat Jawa Timur maupun skala nasional”, kata Kiai M.N. Harisudin yang juga pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember.

Sementara itu, Ketua YPNU Jember, Dr. KH. Abdullah Samsul Arifin MHI, merasa bahwa apa yang dicapai UIJ sekarang masih terus akan ditingkatkan. “Kita ingin agar tahun depan sudah ada Program Pasca Sarjana. Program Magister dan syukur-syukur program doktor. Secara SDM, kita sudah siap karena sekarang dosen-dosen UIJ sedang menempuh pendidikan S3. Sarana prasarana juga akan terus kita bangun agar semakin lengkap untuk pelayanan excellent mahasiswa. Setiap tahun pembangunan fasilitas kampus terus kita laksanakan sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya”, kata kiai muda yang juga Ketua Tanfidziyah PCNU Jember.

Oleh karena itu, Kiai Abdullah SA meminta agar para pengurus NU di tingkat Cabang, MWC, ranting dan anak ranting juga membantu agar UIJ semakin besar dengan terus menerus mensosialisasikan Universitas milik NU ini di tegah-tengah masyarakat. (Kontributor NU Online/Anwari).

Categories
Dunia Islam

Menyiapkan Generasi Qur’ani

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, menyatakan pentingnya generasi qur’ani di tengah-tengah masyarakat. Demikian disampaikan oleh Kiai M.N. Harisudin di hadapan peserta Haflatul Imtihan, TPQ al-Hamid Tanggul Wetan Jember, Sabtu, 28 Mei 2016 tepatnya malam ahad jam 21.00 Wib. Hadir dalam kesempatan itu, Habib Hadi (Wakil Rois Syuriyah MWC NU Tanggul), Ust. Muhammad Maki (Wakil Ketua Tanfidziyah MWCNU Tanggul), jajaran Muspika, dan pengasuh TPQ al-Hamid, Ustadz H. Muhammad Saturi.  Tak kurang 300 orang hadir dalam pengajian akbar tersebut. Sementara, peserta didik TPQ ini mencapai 200 anak.

Menurut kiai muda yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut, umat Islam perlu menyiapkan generasi qur’ani, yaitu generasi anak-anak yang mencintai al-Qur’an. “ Kita ini diperintahkan untuk mendidik anak-anak kita dengan membaca al-Qur’an (tilawatul qur’an). Membaca al-Qur’an ini akan lebih cepat dilakukan jika anak-anak sudah mencintai al-Qur’an. Karena kita dukung syiar Islam dalam bentuk apapun agar anak-anak kita menjadi senang dan cinta pada kitab suci al-Qur’an ini”.

Kiai MN Harisudin juga menekankan bahwa anak-anak yang bisa membaca al-Qur’an ini akan menjadi aset seorang muslim. “ Anak-anak ini adalah aset kita. Nanti kelak di hari kiamat, anak-anak ini akan menyelamatkan orang tuanya jika orangtuanya berada di neraka. Maka, kita sebagai orang tua, jangan pernah berhitung dengan pengeluaran untuk mendidik agama anak-anak tersebut. Jangan sampai modal untuk sekolah umum lebih mahal daripada modal untuk pendidikan agama anak”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga Wakil Ketua PW LTN NU Jawa Timur tersebut.

Lebih lanjut, Kiai MN Harisudin juga memotivasi anak-anak TPQ al-Hamid untuk terus belajar agama.”Anak-anak kita harus dididik lebih tinggi. Jangan kalau sudah selesai belajar al-Qur’an terus berhenti, tapi harus ditindak lanjuti dengan belajar agama Islam yang lain. Membaca al-Qur’an harus diteruskan belajar ilmu tafsir, ilmu asbabun nuzul, ilmu balaghah, ilmu bayan, dan sebagainya. Karena itu, aak-anak kita ini harus terus belajar. Syukur-syukur diteruskan ke pondok pesantren ”, kata Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember ini mengakhiri ceramahnya.

(Kontributor NU Online/Anwari) 

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU Minta Aparat Tidak Anarkis

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai MN Harisudin, M.Fil. I menyayangkan sikap aparat yang anarkis dan represif dalam menghadapi demo-demo yang dilakukan mahasiswa. Demikian disampaikan Kiai M.N Harisudin di kediamannya, Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, menanggapi tindakan anarkis Satpol PP Jember yang menghalau demonstrasi mahasiswa di Pendopo Kabupaten Jember kemarin (23/5/2016).

Menurut Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember ini, demonstrasi mahasiswa sebagai media kritik sosial harus ditanggapi dengan ramah, bukan dengan amarah. “Mereka kan datang menyuarakan suara rakyat Jember yang menolak tambang di Jember karena diduga kuat mengandung madlarat yang besar. Mestinya ini ditanggapi dengan cara-cara yang ramah oleh aparat. Insya’allah, masalah akan selesai”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga sekretaris YPNU Jember tersebut.

Dalam konteks tambang di Jember, menurut Kiai MN Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut, PCNU Jember sudah melakukan serangkaian kajian serius tentang hal tersebut, baik melalui FGD, seminar dan acara yang lain. Hasilnya, bahwa tambang ini –jika dilakukan di Jember—akan berdampak negatif terhadap masa depan masyarakat Jember.

“ Dalam konsep fiqh al-bi’ah (fiqh lingkungan), alam ini dibuat bukan hanya untuk orang yang hidup di masa sekarang, namun juga untuk anak cucu kita di masa yang akan datang. Bisa jadi orang Jember yang sekarang sejahtera, namun nanti anak cucu kita yang akan mengalami penderitaan jika tambang ini dilakukan. Ini cara pandang yang harus kita pegangi”, tukas Kiai M.N Harisudin yang juga pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember.

Oleh karena itu, Kiai MN Harisudin yang juga menginginkan agar soal tambang di Jember bisa diselesaikan dengan cara-cara yang ma’ruf. Misalnya Bupati Jember, DPRD Jember, Ormas Islam, LSM dan para stake holders yang lain untuk duduk bersama menyelesaikan kasus tersebut.

“Saya haqqul yakin, Bupati Jember yang sekarang punya i’tikad yang sama dengan adik-adik PMII dan ormas Islam dalam hal menolak tambang. Jangan sampai ini merusak visi bersama kita untuk membangun masa depan Jember yang lebih baik ”, tukas kiai muda yang juga aktif sebagai penceramah di Jember 1 TV dan TV9 Surabaya tersebut.    

(Humas NU Online/Anwari)

Categories
Sains

Adam Smith Vis A Vis Ibnu Khaldun

Oleh: Halimatus Sa’diyah

Jika kita mendengar kata-kata Ekonomi, tentunya yang ada dalam pikiran kita adalah seputar kegiatan produksi, konsumen, distribusi, dan tentunya yang berhubungan dengan uang. Memang betul ekonomi merupakan salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana setiap rumah tangga atau masyarakat mengelola sumber daya  yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Sejarah tentang pemikiran ekonomi menceritakan bahwasanya bapak ekonomi adalah Adam Smith. Adam Smith merupakan salah satu tokoh pemikir ekonomi klasik yang lahir sekitar abad ke-17 M, setelah runtuhnya masa ekonomi skolastik. Adam Smith terkenal dengan sistem ekonomi kapitalisnya, dengan sebuah karyanya yang berjudul The Wealth of Nation yang menjelaskan tentang kebebasan ekonomi.

Namun perlu diketahui juga, sebelum masa ekonomi klasik Adam Smith, pada abad ke-7 M sejarah mencatat bahwasanya pada masa itu ekonomi Islam mendapatkan masa kejayaannya. Rasulullah SAW merupakan pencetus dari ekonomi Islam. Ini artinya bapak Ekonomi Islam bukan Adam Smith, melainkan Rasulullah Saw. Jauh sebelumnya, Rasulullah sudah mengajukan bulir-bulir prinsip ekonomi Islam yang dikembangkan selanjutnya oleh sahabat, tabi’in, dan seterusnya.  

Tak banyak perbedaan antara ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam, hanya saja yang membedakan dalam ekonomi Islam adalah perilaku manusia yang ditentukan berdasarkan aturan Islam. Selain itu jika didalam ekonomi konvensional hanya menitik beratkan pada profit oriented, maka ini berbeda dengan ekonomi Islam yang disamping memikirkan  profit oriented  tetapi juga mementingkan falah oriented. Profit oriented bersifat duniawi dan falah oriented bersifat ukhrawi.

Di dalam ekonomi klasik dijelaskan tentang adanya kebebasan ekonomi, yang mana pada sistem ini manusia dibebaskan untuk mencari kepuasan individu sesuai dengan cara yang mereka inginkan, begitu pula di dalam ekonomi Islam sistem kebebasan juga diterapkan sebagimana dalam ekonomi klasik, namun yang membedakan hanya jika didalam ekonomi Islam kebebasan individu untuk mencari kepuasan dirinya asalkan tidak menyalahi aturan yang diajarkan dalam Islam.

Pada masa itu  juga lahir beberapa tokoh pemikir ekonomi Islam, serta kontribusi karyanya terhadap perkembanga ekonomi Islam. Karya-karya mereka memiliki dasar argumentasi religius dan intelektual yang kuat. Banyak diantara tokoh pemikir ekonomi Islam ini yang futuristik dimana pemikir-pemikir Barat baru mengkajinya beberapa abad kemudian. Pemikiran ekonomi Islam di kalangan pemikir ekonomi muslim banyak mengisi khazanah pemikiran ekonomi dunia pada masa dimana barat masih dalam masa kegelapan. Pada masa itu, dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang. Ada dua tokoh pemiikir ekonomi Islam yang sering disebut sebagai bapak ekonomi Islam, yaitu Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah.

Namun saat ini, teori ekonomi yang berkembang adalah pemikiran ekonomi dari pemikir-pemikir ekonomi Barat. Padahal, banyak pemikiran ekonomi mereka sesungguhnya telah dikaji terlebih dahulu oleh para pemikir ekonomi Islam sebelumnya. Hanya saja karena ekonomi Islam yang kembali jaya pada tahun 1970 an, membuat ekonomi Islam seolah-olah merupakan suatu ilmu pengetahun yang baru muncul. Padahal ekonomi Islam, merupakan peradaban ilmu yang sempat hilang.

Untuk itu, kita sebagai penerus intelektual muslim harus menjaga jangan sampai eksistensi khazanah keilmuan Islam seperti ekonomi Islam ini hilang.  Atau bahkan sampai diadopsi oleh orang-orang kafir yang membuat runtuhnya peradaban keilmuan Islam.

Wallahu’alam. **

Categories
Uncategorised

Menggugat Moral Mahasiswa Islam

Oleh: Umi Mu’arifah

 “Mahasiswa Islam yang tidak tau Ber-Etika Islam”.  Istilah inilah yang saat ini mungkin ada pada diri seorang mahasiswa Islam pada zaman sekarang ini. Ironis, para mahasiswa Islam yang belajar pada suatu lembaga  pendidikan Islam, tetapi para mereka tak memiliki etika dan moral layaknya mahasiswa Islam.  Di dalam dunia perguruan tinggi Islam pada zaman sekarang ini, banyak mahasiswa Islam yang kurang baik etikanya. Lebih – lebih mereka yang telah merasa dirinya telah memasuki dunia perkuliahan yang bukan lagi dunia anak – anak atau  tidak dipantau orang tua lagi.

Umumnya, para mahasiswa seperti ini mengatakan “Kita ini mahasiswa, bukan orang Jadul (Jaman Dulu), jadi kita tiu sebagai mahasiswa, kita harus menjadi mahasiswa yang modern, tidak kolot”. Itulah bantahan para mahasiswa pada zaman sekarang ini, yang terpengaruh pada era- globalisasi, kususnya, pada mahasiswi putri pada perguruan tinggi Islam. Sebagai contoh, mereka tampak memakai jilbab rapi pada saat mengikuti semua kegiatan akademik, tetapi saat mereka telah selesai perkuliahan, tidak sedikit pula diluar sana para mahasiswi tidak berjilbab. Selain itu, mereka juga suka berbicara yang tidak sopan, yang tentunya tidak sesuai ajaran Islam.

Rasulullah Saw. melarang percakapan tidak sopan demikian, sebagaimana sabdanya:

“Abdullah bin Munir bercerita kepadaku Beliau mendengar Abu an-Nadhar, telah bercerita kepada kami  Abdur Rahman bin Abdillah yaitu Ibn Dhinar dari Ayahnya dari Abu Sholih dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW. Bersabda : “ Sesungguhnya seseorang yang berbicara dengan perkataan yang diridhai Allah dia tidak akan mendapatkan apa-apa akan tetapi allah akan mengangkat derajatnya. Dan barang siapa yang berbicara dengan perkataan yang dimurkai allah dia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali akan jatuh ke neraka jahannam”  

Merujuk pada hadist diatas, bahwa perkataan atau ucapan pun semestinya juga harus diperhatikan oleh kita. Apalagi sebagai mahasiswa Islam, yang seharusnya semua tingkah laku dan etikanya dijadikan acuan oleh masyarakat pada umumnya.

Memang, di Institut Agama Islam Negeri Jember, ilmu agama Islam telah diajarkan dan dikembangkan. Tetapi tetap ada mahasiswa yang tidak mengikuti ajaran – ajaran tersebut. Mereka lebih suka mengikuti pada perkembangan zaman sekarang ini, yang lebih mengajarkan pada budaya barat daripada etika dan moral yang telah diajarkan agama Islam.

Tidak bermoralnya mahasiswa juga kita bisa lihat di area kampus contohnya. Terkadang terjadi suatu aksi demonstrasi mahasiswa, namun mereka melakukan aksinya dengan anarkis, dan terkadang berbicara sangat tidak sopan kepada dosennya. Nah, disinilah keterangan hadist diatas tadi berlaku, tentang kesopanan dalam berbicara. Apalagi seorang mahasiswa yang berbicara langsung kepada dosennya, yang otomatis lebih tua daripada mahasiswa itu. Dan dosen tersebut seharusnya dihormati dan disegani, karena dosen merupakan seseorang yang memberi ilmu dan menuntun kita mengajak ke hal yang lebih baik. Serta sekali lagi, orang yang lebih tua daripada kita yang semestinya kita hormati.   

Dalam hal ini, nabi Muhammad Sw bersabda:

 “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Diatas merupakan hadist anjuran menghormati seseorang yang lebih tua dari kita. Termasuk guru atau dosen. Bukan malah dibentak – bentak seperti pada saat ada aksi demonstrasi seperti itu. Perilaku yang seperti itu mencerminkan seperti tidak adanya moral dan etika mahasiswa Islam. Rendahnya moral dan etika seorang mahasiswa Islam pada tingkat perguruan tinggi diakibatkan karena telah adanya perkembangan zaman modern pada saat seperti ini. Banyaknya media sosial yang banyak mempertontonkan tayangan yang tidak baik, dan banyak mempengaruhi kehidupan para mahasiswa yang mudah dipengaruhi oleh dunia maya tersebut. Karena seorang mahasiswa yang pada zaman sekarang ingin terlihat lebih modern, mereka mengikuti model kehidupan pada budaya barat.

Sebagai seorang mahasiswa Islam yang beretika, seharusnya pula mereka mampu memahami betul arti dari kebebasan dan tanggung jawab, karena pada saat demonstrasi banyak mahasiswa yang melakukan hal – hal yang dapat merusak fasilitas kampus, aksi demonstrasi memang dibebaskan dari pihak kampus, tetapi seharusnya mahasiswa tersebut harus dapat bertanggung jawab dengan aksinya. Jika seorang mahasiswa Islam tersebut memiliki sebuah etika dan moral yang baik, maka ia dapat mempergunakan etika dan moralnya sebagai alat kontrol emosi bagi dirinya, agar mahasiswa tersebut tidak bertindak anarkis.

Mungkin dari semua ini, bagi penulis sendiri, mewawarkan suatu jalan keluar yang bisa digunakan, agar mahasiswa memiliki etika dan moral yang baik. Pertama, mengadakan sosialisasi etika langsung kepada mahasiswa. Kedua, jika aksi tersebut dikarenakan karena adanya salah paham antara pihak kampus dengan mahasiswanya, maka dari pihak kampus harus memberi suatu pemberitahuan dan pemahaman agar para mahasiswa tidak salah paham kepada pihak kampus karena suatu masalah tersebut. Karena tidak semua mahasiswa akan mengerti apa masalah yang terjadi, dan apa yang telah terjadi didalam dunia perkuliahan. Itu yang terkadang dapat memicu kesalah pahaman antara mahasiswa dan para pihak kampus.

Wallahu’alam. **

Categories
Opini

Pluralitas Yes, Pluralisme No!

Oleh: Happy Hafidzoh Widyana

Pluralisme agama, kalimat yang saat ini sangat trend di kalangan umat Islam, terutama di kalangan mahasiswa-mahasiswa Islam. Mereka beranggapan bahwa pluralisme sebagai toleransi keragaman pemikiran, agama, dan juga budaya. Lebih jauh, pluralisme ini dipahami bukan hanya mentoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi juga bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman.

Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Sehingga siapapun termasuk Nabi dan Rasul sekalipun, tidak berhak mengklaim ajaran agamanya yang paling benar. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Semua dianggap sama dan tidak ada yang lebih baik antara satu sama lain.

Ironisnya, kaum Islam liberal yang sangat menyetujui akan adanya pluralisme agama. Islam liberal sendiri merupakan aliran pemikiran atau pemahaman yang mempercayai dan meyakini serta mengimani bahwasanya nash Al-Qur’an  dan as-Sunnah harus tunduk kepada akal. Mereka juga meyakini bahwa manusia memiliki kebebasan mutlak. Islam liberal sangat menyetujui dengan adanya pluralisme agama, karena seperti yang sudah di jelaskan diatas bahwasanya mereka mengatakan semua pemeluk agama masuk dan hidup berdampingan di surga. Dan mereka juga meggunakan surat Albaqoroh ayat 62 dan 256 sebagai landasan pemikiran mereka.

Ini berbeda jauh dengan fatwa Majlis Ulama Indonesia tentang pluralisme agama.  MUI mengharamkan mengikuti paham pluralisme agama karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam. MUI menolak pluralisme agama akan tetapi mengakui pluralitas agama. Antara pluralisme dan pluralitas memiliki perbedaan, dimana kalau pluralisme adalah pengakuan terhadap keberagaman dan kebenaran agama lain, sedangkan pluralitas adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau di daerah tertentu terdapat pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.

Islam menerima pluralitas karena merupakan Sunatullah sebagai suatu kehidupan yang menghargai suatu keberagaman. Karenanya umat Islam bisa hidup berdampingan dengan umat beragama lain secara damai dan penuh toleran, saling menghormati dan saling menghargai. Tiap umat beragama bebas meyakini kebenaranya masing-masing dan bebas untuk tidak menerima agama lain, namun tidak boleh mendzaliminya. Mereka tidak boleh memaksa untuk membenarkan agama lain sebagaimana yang dilakukan kaum liberal. Intinya Islam sangat menghargai kebebasan beragama tetapi menolak mencampur adukkan agama dan penodaan agama.

Alasan lainnya MUI menolak pluralisme  karena mereka meyakini hanya orang Islam yang bakal masuk surga, sedangkan yang lain masuk ke dalam neraka. Meskipun begitu MUI tetap adanya mengakui pluralitas agama . Karena dengan pluralitas agama, kita bisa hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dan kita juga tidak mendzalimi mereka. Dalam hal ini, MUI menggunakan dalil QS. Surat Al-Imran ayat 85 dan 19 :

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian diantara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali Imron: 85).

Pada ayat yang lain, Allah Swt. juga berfirman:

“Dan barang siapa mencari agama selain islam, dia tidak akan diterima, dan diakhirat ia termasuk orang yang rugi.” (QS. Ali Imron: 19)

Kedua ayat ini menegaskan bahwa agama yang paling benar adalah Islam. Inilah yang harus kita pegangi sebagai umat Islam. Setiap muslim mesti meyakini agamanya yang paling benar. Tidak mungkin ada banyak kebenaran dalam agama. Karena itu, Islam yang benar dan yang lain tidak benar. Kira-kira, demikian logika yang dibangun oleh Majlis Ulama Indonesia.    

Sikap toleransi boleh saja, akan tetapi sikap toleransi harus memiliki rambu-rambu tersendiri dalam Islam. Islam sudah mengatur sedemikian rupa kerukunan antar umat manusia dengan tidak mengabaikan kemurnian aqidah yang dianut oleh umat muslim. Sehingga tidak hanya esensi dari toleransi, yaitu  terciptanya kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera, tetapi juga keutuhan dan kemurnian aqidah tetap terjaga.

Walhasil, toleransi tetap dapat dilakukan dengan baik  sembari mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing seperti yang sudah di jelaskan dalam Alqur’an surat Al-kafirun ayat 6: Lakum dinukum waliyaddin (untukmu agamamu dan untukku agamaku). Inilah yang penulis maksud: “Pluralitas Yes, Pluralisme No”.

Wallahu a’lam bis shawab.**