Categories
Sains

Terorisme Dan Radikalisme Itu Bukan Pengalihan Isu Pemerintah

Adanya pemberitaan Terorisme dan Radikalisme yang muncul kepermukaan saat ini ada yang berpendapat bahwa itu pengalihan isu pemerintah terhadap kondisi pemerintahan yang sedikit memiliki problem dibidang politik dan ekonomi. Pendapat itu dibantah oleh KH. Misbahus Salam, saat menjadi peserta Internasional Conference on Terrorism & ISIS  di JIEXPO Kemayoran Jakarta, 23 Maret 2015.

KH. Misbah yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Raudlah Darus Salam Sukorejo Bangsalsari Jember ini berpendapat bahwa Terorisme dan Radikalisme itu sudah ada di Indonesia terbukti dengan adanya pengeboman dan pelaku bom bunuh diri yang terjadi dibeberapa tempat di Indonesia, pembunuhan terhadap aparat dan masyarakat  di Poso, dan adanya tantangan dan ancaman dari Abu Jandal al-Indonesi terhadap Panglima TNI, Polisi, Banser dan penentang Khilafah dan Daulah Islamiyah, termasuk sekian orang Indonesia yang sudah direkrut oleh jaringan ISIS.

Maraknya   pengikut haluan haram atau terorisme dan radikalisme ini kata Kyai Misbah yang juga dikenal orang dekatnya KH. Hasyim Muzadi dan sahabat Dhahir Farisi (suami Ning Yeni Wahid) ini disebabkan antara lain ; Pemahaman tentang ajaran Islam yang leterlek, dangkal dan sempit, terjadinya Arab Spring / Konstelasi politik Timur Tengah, termasuk Okupasi/kekejaman Israil, porak porandanya Negara Irak, Lybia dan Negara lainnya yang terus menerus diterpa konflik.

Kemudian meningkatnya jumlah individu / ormas islam setelah reformasi, dan memiliki jaringan teroris internasional dan mengobar semangat membentuk Negara Islam di Indonesia. Dan penyebab adanya terorisme dan radikalisme itu juga adanya ketidak adilan dalam berbagai sektor kehidupan ; kemiskinan, kebodohan, serta kecanggihan tehnologi informasi yang dimanfaatkan oleh mereka.

Untuk menyikapi gerakan terorisme dan radikalisme kata Kyai Misbah, perlu meluruskan dan meningkatkan pemahaman tentang Islam dan ajaran agama yang benar, damai, sejuk, cinta kasih melalui lembaga-lembaga yang berkompeten (NU, Muhammadiyah, Pondok Pesantren, Yayasan,  LSM dll). Terapkan hukum positif secara optimal (melengkapi Undang-Undang tentang terorisme dan radikalisme) dan wujudkan keadilan disemua sektor, tandas tokoh muda NU yang juga pernah ikut Diskusi terbatas dengan Densus 88 dan BNPT di Hotel Rits Calrton Jakarta 11 Maret 2015.

Dan yang tidak kalah pentingnya untuk menangkal terorisme dan radikalisme ini optimalkan program deradikalisasi dan menfaatkan IT dan media, serta tingkatkan kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah dari Negara-negara yang menjadi basis gerakan terorisme dan radikalisme. (HMS).

Categories
Sains

Katib Syuriyah NU Jember Dukung PMII Kembali ke NU

Kamis, 18/12/2014 17:23

Jember, NU Online
Dukungan kepada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk kembali ke NU terus mengalir. Kali ini dukungan berasal dari Katib Syuriyah PCNU Jember, MN Harisudin.

Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Jember ini setuju jika Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kembali menjadi badan otonom NU. Menurut kiai muda NU ini, independensi PMII sudah tidak lagi relevan dengan situasi di masa sekarang.

Menurut katib Syuriyah yang pernah menjadi Mabincab PMII Jember 2009-2011 ini, Deklarasi Munarjati di Malang tahun 1972 itu berkaitan dengan situasi sosial saat itu dimana kekuatan Orde baru menancapkan gurita kekuasaannya di segala lini kehidupan.

Waktu itu, gerakan mahasiswa diberangus. Pers dibungkam. Dengan demikian, saat  itu, Orde Baru menjadi common enemy civil society, termasuk  di dalamnya PMII.  Selain itu, posisi NU yang menjadi partai, juga sangat tidak menguntungkan PMII sehingga PMII harus menjaga independensinya.

“Saya kira, itulah ‘illat mengapa PMII harus independen saat itu. Situasi sekarang sungguh berbeda. Orde baru sudah roboh. NU kembali menjadi ormas sejak tahun 1984. Musuh bersama sekarang adalah gerakan radikal, Islam Wahabi, dan sebagainya. Tentunya, kalau PMII cerdas membaca sejarah, mereka sekarang harus mengubah strateginya menjadi bagian dari NU,” tandas Dr. MN. Harisudin. (Anwari/Anam)