Categories
Resensi Buku

 Ketika Allah Melipatgandakan Harta Dengan Sedekah

Judul Buku : Bersedekahlah, Anda akan Kaya dan Hidup Berkah

Penulis : Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I.

Penerbit : PW LTNU NU Jawa Timur / LTN Pustaka

Cetakan : Februari 2022

Jumlah Hal : xii + 112 halaman

Peresensi : Ekik Filang Pradana (Mahasiswa Semester 4 Hukum Keluarga Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan  (rezeki) dan kepada-Nya  lah kamu dikembalikan. QS: Al-Baqarah / Ayat: 245

Bersedekah adalah bentuk rasa syukur atas karunia nikmat yang diberikan Allah Swt. Pun, bahwa bersedekah adalah bentuk perbuatan  yang mengandung unsur hablumminallah (hubungan dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan dengan sesama manusia). Mengapa demikian?

Hubungan dengan Allah (hablum minallah) dilakukan dengan cara mengingat bahwa rizqi yang telah diberi adalah milik Allah. Oleh karena itu, setiap muslim harus bersyukur dengan memanfaatkannya di jalan Allah. Sedangkan hubungan dengan sesama manusia (hablumminnas) diwujudkan dalam bentuk saling memberikan pertolongan kepada sesama manusia.  Karena manusia adalah mahluk sosial yang saling bergantung dan membutuhkan bantuan dari manusia yang lain.

Buku “Bersedekahlah, Anda Akan Kaya dan Hidup Berkah” ini ditulis dengan pendekatan fakta-fakta yang terjadi di lapangan, meski juga sesekali didasarkan pada teori-teori dan dalil-dalil sedekah.

Tegasnya, buku ini ditulis  berdasarkan pengalaman penulis, kisah pengalaman hidup  pengusaha, karyawan, pegawai negeri, mahasiswa bahkan  tukang becak. Penulis berharap bahwa buku ini akan memotivasi orang-orang untuk lebih banyak beramal dan bersedekah lebih dahsyat dalam  hidup sesuai dengan tuntunan Islam. Pembaca diharapkan mampu meneladani pengalaman hidup sesuai dengan kisah didalam buku tersebut.

Ada tiga bab dalam buku ini. Masing-masing bab terdiri dari tulisan dengan beberapa tema dan kisah yang berbeda-beda.  

Pada Bab I, penulis menjelaskan bahwa sedekah bisa membuat seorang menajadi kaya dengan dibarengi usaha, kerja keras dan tentunya do’a. Dalam bab ini, penulis juga menguraikan bahwasanya apa yang ada di langit dan di bumi hanyalah milik Allah Swt. Penulis tidak setuju dengan konsep Karl Marx (pendiri sosialisme) yang memandang bahwa kehidupan komunal yang tanpa hak milik (hal. 18).

Pada Bab II penulis menjelaskan kisah  keajaiban setelah melakukan sedekah. Seperti kisah Pak Yanuar setelah beberapa tahun menikah belum dikaruniai anak, suatu saat di siang hari Pak Yanuar berjalan-jalan bersama istri disekitar rumah menjumpai orang tua renta yang berjualan bambu di pinggir jalan raya, kemudian Pak Yanuar memberikan nasi dan juga minuman untuk orang tua tersebut. Tiga bulan setelah kejadian tersebut, istri Pak Yanuar hamil dan diyakininya bahwa rezeki yang diperoleh adalah berkah dari sedekahnya. (hal 54).

Pada Bab III, penulis menjelaskan mengenai sedekah dapat membuat hidup menjadi berkah. Dalam bab ini dijelaskan bahwa bersedekah tidak harus menunggu kaya. Jika seumur hidup tidak kaya, maka ia tidak  bersedekah. Bagi orang yang tidak mampu atau kurang berkecukupan, ia masih tetap bersedekah. Bahkan senyum merupakan sedekah kita kepada kepada orang lain. Rasulullah bersabda: “Senyum pada wajah saudaramu  itu menjadi sedekah…” . (As-Shan’ani, Subul as-Salam, Juz 4, hal, 168).

Walhasil, buku ini adalah buku luar biasa yang menyajikan cerita kisah nyata bersedekah yang pernah dilakukan. Buku ini ditulis dengan gaya bahasa yang mengalir seolah pembaca masuk dalam alur kisah tersebut. Dengan membaca buku ini diharapkan pembaca bisa mengambil hikmah, dan tentu saja bersegerak mengamalkan (Nggak Pake Lama) bersedekah untuk mendapat keberkahan dunia dan akhirat.

Wallahu’alam.  

Categories
Resensi Buku

Tantangan Dakwah NU di Negeri Formosa  

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi keagamaan terbesar di dunia. Berdiri pada 31 Januari 1926 dan terus menebar manfaat hingga saat ini. Bukan hanya di negara asalnya yakni Indonesia, NU terus membentangkan sayap dakwahnya hingga ke berbagai belahan dunia. Dengan membawa risalah Ahlusunnah wal Jamaah, dakwah NU dapat diterima oleh semua kalangan. 

Dewasa ini NU sudah merambah ke berbagai belahan dunia, khususnya di sebuah daerah indah yang diklaim oleh PBB sebagai bagian dari China, yakni Taiwan. 

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan didirikan pada tahun 2007. Hampir 80 persen pekerja migran dan pelajar Indonesia di Taiwan telah menjadi anggotanya. 

Berdakwah di negara orang tidak semudah mengembangkan NU di Indonesia. Kultur budaya yang berbeda dengan Indonesia membuat dakwah di Taiwan tak jarang menemui tantangan. 

Sebagaimana diungkapkan oleh KH Ma’ruf Amin, tantangan NU ke depan adalah bagaimana menjadikan NU mendunia. Artinya, nilai-nilai NU diterapkan oleh masyarakat Muslim dunia. Taiwan yang penulis buku disebut dengan Darul Islam atau wilayah Islam, pada prinsipnya merupakan daerah yang seseorang di dalamnya dapat menjalankan ibadah dengan baik dan terjamin keselamatannya (halaman 8). 

Namun, sebagaimana ungkapan di mana bumi dipijak di situ langit kita junjung. Sebagai pendatang harus tetap mematuhi peraturan yang ada. Maka tidak heran jika hampir setiap minggu ada mualaf baru yang meminta dituntun membaca kalimat syahadat. 

Tantangan dakwah di Taiwan akan semakin ringan bilamana kekuatan sosial dan ekonomi umat dibangun dengan kuat. Salah satu pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Banom PCINU Taiwan yakni Fatayat NU. Ia digerakkan dengan mengadakan pelatihan menjahit, pelatihan pembuatan kue, menjahit dan sebagainya. 

Beberapa kegiatan juga dilakukan dengan cara bekerja sama dengan pemerintah taiwan (hal 40). Selain Fatayat NU, Banser (Barisan Ansor Serba Guna), dan LAZISNU juga merupakan Banom PCINU Taiwan yang keberadaanya banyak membantu warga. 

Metode dakwah yang paling efektif juga telah dilakukan. Menurut KH Muhyiddin Abdusshomad berdakwah dengan cara pendekatan langsung kepada masyarakat adalah metode dakwah paling efektif. Seperti ketika orang berduka cita karena sanak familinya meninggal dunia. Dan jenazahnya kita rawat, dakwah dengan cara ini yang juga gencar dilakukan PCINU Taiwan. 

Berkoordinasi dengan Kepala Kantor Dagang Indonesia (KDEI), membuat proses perawatan jenazah hingga dipulangkan ke tanah air yang biasanya membutuhkan estimasi waktu hampir dua bulan karena masih menunggu keputusan pengadilan, kini prosesnya semakin mudah dan dipercepat (halaman 28). 

Semangat berilmu agama dengan ngaji di negeri orang merupakan sesuatu yang luar biasa. Hal itu dibuktikan dengan seringnya mengadakan pengajian akbar dengan mengundang Kiai-kiai tanah air. Seperti KH Ma’ruf Amin, KH Mawardi, KH Anwar Zahid, Gus Muwafiq, dan juga penulis buku sendiri.

Biaya yang digunakan murni dari internal warga NU, kemandirian umat yang dibangun membuat PCINU Taiwan pantas dijadikan kiblat percontohan PCINU se-Dunia. Hingga akhirnya, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan yang merupakan organisasi keagaaman asal Indonesia mendapatkan legalitas dari pemerintah setempat pada saat usianya mencapai satu dasawarsa. 

Prof Harisudin menjadi utusan Pondok Pesantren Kota Alif Lam Mim Surabaya dalam rangka kegiatan dakwah di Taiwan. Beliau memanfaatkan dengan semaksimal mungkin untuk menyelami kehidupan saudara-saudara Muslim di Taiwan dengan baik. Dengan hanya 15 hari waktu yang diberikan, sampai di tanah air diabadikannya perjalanan spiritual itu dengan wujud buku yang berjudul “Tantangan Dakwah Nahdlatul Ulama di Taiwan”. 

Lugas bahasa yang digunakan penulis dengan sedikit menggunakan teknik menulis berita ala jurnalistik atau yang biasa disebut features menjadikan pembaca dengan mudah mencerna kata demi kata yang disajikan. 

Dengan hadirnya buku ini, diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan tentang keadaan Islam di negeri yang berjuluk Formosa itu. Dapat melihat sisi-sisi humanis orang Taiwan dalam bermasyarakat dan beragama. Namun demikian adanya, setiap karya pasti mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 

Di sini saya menemui beberapa penulisan kata yang typo. Namun secuil kesalahan yang dengan mudahnya tersamarkan oleh buah karya hasil perjalanan penulis yang banyak memberi wawasan pengetahuan. 

Peresensi adalah Mohammad Irfan Sholeh, mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Jember dan alumnus Intermediate Journalism Class

Identitas buku 
Judul Buku: Tantangan Dakwah Nahdlatul Ulama di Taiwan 
Pengarang: Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I 
Penerbit: Pustaka Radja Surabaya 
Tahun Terbit: Desember 2019 
Tebal: 116 halaman 
ISBN: 978-602-6690-62-3

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/120148/tantangan-dakwah-nu-di-negeri-formosa

Categories
Resensi Buku

Ketika Kiai Nyentrik NU Menggugat Feminisme

Judul Buku :Kiai Nyentrik Menggugat Feminsme Penulis :Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M. Fil. I
Penerbit :STAIN Jember  Press
Tahun Terbit :Juli 2013
Tebal :146

Secara umum pndangan kaum tradisional cenderung memandang bahwa perempuan adalah makhluk nomor dua. Pandangan perempuan sebagai makhluk nomor dua juga terlihat dalam kitab ‘Uqud al-Lujayn yang dikarang oleh Shaikh Nawawi Al-Bantani (w. 1316 H) yang sampai saat ini kitab tersebut masih dianjurkan untuk dikaji di pesantren dan majelis kaum perempuan karena dianggap memiliki relevansi dengan zaman apapun.

Nawawi memperlihatkan perspektif yang kuat dalam kitab tersebut terhadap kecenderungan patriarki laki-laki, dalam pandangan ini, diberi kekuasaan superior untuk mengambil semua keputusan dalam semua aspek kehidupan dan diberikan hak untuk mengatur penuh. Kekuasaan ini karena laki-laki memiliki banyak kelebihan baik secara kodrati maupun syar’i. Secara kodrati laki-laki memiliki akal yang lebih tinggi daripada perempuan, secara fisikpun lebih kuat dan memiliki kemampuan untuk berburu dan menulis. Hingga realitas sejarah mencatat bahwa ulama itu muncul dari kalangan laki-laki bukan perempuan. Itu sebabnya hukum lebih banyak disematkan pada laki-laki.

Pemahaman tradisional fiqh  yang patriarkis ini menjadikan aktivis gender merasa perlu untuk melakukan interprestasi ulang teks-teks keagamaan. Namun demikian, Masdar berupaya mencari solusi dengan menetralisir ajaran agama yang nampak tidak adil dengan mengatakan bahwa interprestasi ajaran yang nampak bias gender inilah yang sesungguhnya keliru.

Al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Oleh karenanya nilai keadilan yang ada di dalamnya menjadi tolok ukur sah tidaknya sebuah interprestasi (menurut masdar).  Selain Masdar, dikalangan akademisi, Nasarudin  Umar juga dikenal public karena artikel-artikelnya yang dimuat dalam jurnal Ulumul al-Qur’an tentang isu-isu perempuan sehingga. Disertasi Nasarudin diterbitkan dalam buku yang berjudul  Argumen Kesetaraan Gender  memberikan dasar-dasar argument keislaman bahwa gender atau kesetaraan gender merupakan hal yang didukung oleh Islam.

Namun, kajian secara khusus terhadap fiqh perempuan yang terkait dengan peran-peran domestic gender baru dilakukan oleh K.H. Husain Muhammad yang melanjutkan pemikiran pendahulunya, yakni Masdar  F. Mas’udi. Kiai feminis, secara garis besar. Masdar, Nasarudin dan K.H. Husain Muhammad menjadikan isu kesetaraan gender menjadi panglima. Secara konsteptual ketiga tohoh akademisi tersebut yaitu Nasarudin, K.H. Husain Muhammad dan Umar merupakan kalangan Islam yang mewakili setuju dengan tema-tema gender.

Pandangan yang moderat di antara dua kutub ekstren ini, adalah K.H. Abd. Muchith muzadi. Yang biasa disebut kiai Muchith tentang gender sangat kontekstual dan berbasis kemaslahatan dalam berpandangan bahwa  peranan perempuan dalam kehidupan setara dengan kaum laki-laki, bukan hanya di bidang biologis dan ilmiah, melainkan juga berbagai kehidupan yang lain. Hanya saja menurut kiai Muchith, ada perbedaan besar kecil peranan dalam suatu bidang tertentu. Uniknya, gagasan fiqh perempuan kiai Muchith jauh sebelum K.H. Masdar yang dikenal sebagai bapak gender di kalangan umat muslim Indonesia.

Dari uraian inilah kegelisahan Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M. Fil. I selaku penulis, untuk memilih pemikiran peran domestik  perempuan K.H. Abd. Muchith Muzadi sebagai objek kajian pemikiran dan bertolak dari semua latar sosial ini pula penulis memandang penting penelitian yang berjudul  “Peran domestic perempuan menurut KH. Abd. Muchith Muzadi ”.

Dalam terma ilmiah, peran domestic selalu dikaitkan secara vis a vis  dengan peran public. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, domestic berarti sesuatu yang berhubungan dengan atau mengenai permasalahan dalam negeri. Makna lain, domestik juga bermakna (sifat) rumah angga. Sementara public adalah orang yang banyak (umum). Di sini terlihat bahwa letak makna domestic dan public berkaitan dengan masalah dalam dan luar rumah tangga.

Secara terminologi, peran domestic perempuan berarti  perempuan diberi kewajiban untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga seperti mengurus anak, mengurus suami, memasak, mencuci, membersihkan rumah, mendidik dan mengajarkan norma peraturan yang berlaku di dalam masyarakat kepada si anak. Sementara itu, peran laki-laki di ranah public dikaitkan dengan tugas pokok rumah tangga sebagai tulang punggung keluarga.

Dengan demikian istilah dunia public atau sector public acapkali diperhadapkan dengan dunia domestic. Yang pertama digambarkan dunia laki-laki sedangkan yang kedua dianggap dunia perempuan. Para feminis berusaha menghilangkan sekte budaya ini karena dianggap warisan kultur dari masyarakat primitive yang menempatkan laki-laki sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai peramu (gatherer).

Dalam tahap selanjutnya, sekat budaya seperti ini masih cenderung diakomodir dalam masyarakat modern terutama dalam system kapitalis. Menurut para feminis, pembagian kerja yang berdasarkan jenis kelamin bukan saja merugikan perempuan namun juga sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan dalam masyarakat modern karena laki-laki dan perempuan memiliki peluang profesi yang sama untuk mengakses ke berbagai bidang profesi.

Di samping itu peran domestik dalam pandangan gender dipandang sebagai peran yang pejorative. Sebaliknya pera publik dipandang sebagai peran yang lebih tinggi dan bermartabat. Ini karena bagunan yang membedakan antara ruang public dan privat sepanjang sejarah manusia dan nyaris tanpa kritik. Dari sinilah muncul perempuan oleh gerakan feminism dianjurkan untuk keluar rumah dengan menggeluti peran publiknya sembari meninggalkan peran domestiknya untuk dapat setara dengan laki-laki.

Namun Islam adalah ajaran Allah SWT yang Maha Mengatur, maha kuasa dan Maha Bijaksana. Sikap dan peraturannya pasti sesuai dengan kebijaksanaan-Nya dalam mencipta. Seperti disebutkan dalam buku Risalah Fiqh Wanita, gagasan untuk  memartabatkan perempuan oleh  Kiai Muchith tidak dengan cara memprovokasi perempuan untuk keluar rumah dengan meninggalkan peran-persn domestic menuju peran-peran public, namun dengan memberikan ruang yang proporsional terhadap perempuan dengan beracuan pada nilai-nilai Islam yang universal.

Bertolak dari pemikiran kemaslahatan inilah kiai Muchith memandang bahwa baik laki-laki maupun perempuan diberi peranan sesuai dengan sifat, bakat, minat dan kepentingannya. Selain itu, kata Kiai Muchith, masing-masing juga diberi peranan untuk kemaslahatan bersama dan kemaslahatan untuk seluruh kehidupan ini. Oleh karena itu menurut Kiai Muchith, laki-laki dan perempuan adalah sama, namun juga tidak sama. Artinya, kedudukan laki-laki dan perempuan  itu di mata Agama islam adalah sama. Soal martabat, kemuliaan , dan kehormatan, bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara. Namun dalam berbagai aspek kehidupan, laki-laki tidak sama dengan perempuan.

Demikian pulalah kemudian perempuan harus diperlakukan secara sama dengan laki-laki. Karena perempuan secara kodrat  memang diciptakan berbeda dengan laki-laki. Karena itu, bagi kiai Muchith, biarkan perempuan menjadi perempuan dengan peran keperempuanny yang tidak kalah terhormatnya dengan laki-laki. Sebaliknya, biarkan laki-laki juga menjadi laki-laki tanpa dipaksa untuk menjadi perempuan.

Prof Haris menuliskan buku ini sangat tepat sekali dengan memilih pemikiran peran domestic perempuan K.H. Abd. Muchith Muzadi karena pemikirannya yang moderat  sebagai bentuk dialog antara khazanah islam tradisional dengan gender yang belum banyak dibagas, sedangkan pembahasan pemikiran peran domestic perempuan mencerminkan dialog kedua titik yang  berjalan dimasing-masing ekstrem yaitu kesetaraan gender dan pro patriarkis yang mana buku ini sangat tepat untuk menjawab persoalan-persoalan perempuan yang sampai saat ini masih diperbincangkan sehingga cocok untuk dijadikan sebuah rujukan.

Tak lepas dari itu semua, dalam buku ini ada beberapa kekuarangan yang mungkin disebabkan karena penulis lupa atau karena ada sebuah kendala sehingga ada beberapa kesalahan kata yang tak ditemukan maknanya  dan bahasanya yang memang baku ini menjadi kendala  paham bagi pembaca awam seperti saya. Begitulah kesempurnaan adalah proses, semoga untuk kedepannya Prof Haris lebih banyak mengeluarkan karya-karyanya baru untuk lebih menyempurnakan dan menyalurkan ilmu serta barokahnya terhadap si pembelajar maupun pembaca.

Peresensi : Robigatunnasibah
Mahasiswa Faskultas Syariah IAIN Jember, alumni Intermediate Journalism Class.

Categories
Resensi Buku

Islam di Tanah Kanguru

Ketika Kiai Nyentrik NU Menggugat Feminisme

Judul Buku       : Islam di Australia
Pengarang        : Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I
Penerbit           : Pustaka Radja
Tahun Terbit    : 2019
Tebal Buku         : 120 Halaman

Australia tidak dipungkiri lagi menjadi salah satu benua sekaligus Negara yang mempunyai sifat toleransi tinggi. Hal ini terbukti dengan tingginya toleransi terhadap agama Islam begitu juga pada “kaum LGBT” yang bisa dianggap saling bertolak belakang. Selain sifat toleransi yang tidak dapat diragukan lagi, struktur bangunan dan budayanya menjadi primadona bagi Negara dengan julukan Negara Kanguru itu.

Prof Haris, biasa dipanggilnya menulis buku ini berdasarkan pengalaman yang ia rasakan sendiri saat mengunjungi Australia selama 15 hari dalam acara “Safari Dakwah dan Silahturahmi” atas undangan PCI NU Australia-New Zealand. Tentu, sesuai perkataan nenek moyang yang mengatakan bahwa pengalaman adalah pengalaman terbaik, buku ini membeberkan tentang bagaimana kehidupan orang muslim serta budaya-budaya Australia berdasarkan pengalaman orang Islam dari Indonesia yang telah lama tinggal di sana.

Buku ini diawali dengan tibanya Prof. Haris di Kota Adeleide, ibukota South Australia setelah 4 jam penerbangan dari Denpasar Bali. Kemudian di dalam buku Prof. Haris menjelaskan tentang fasilitas ibadah yang terbatas di kota-kota. Misalnya sulitnya untuk berwudlu sehingga seorang muslim harus berwudhu di wastafel dengan naik kaki, meski demikian ini dipandang tidak sopan.

Lalu Beliau menceritakan sudut pandangnya tentang pengurusan haji yang sangat mudah di sana. Dengan harga yang cukup terjangkau yakni sekitar 120 juta rupiah tanpa “ngantri” seperti Indonesia, cukup tinggal di Australia  selama dua tahun. Demikian ini menunjukkan bahwa walaupun Australia negara yang sekuler, ia mampu memberikan fasilitas haji yang baik kepada warganya.

Tidak sampai itu, Prof. Haris juga menjelaskan tentang mahalnya biaya pemakaman yang berbanding terbalik dengan pemakaman di Indonesia yang bisa dibilang cukup murah. Disana menurut buku “slam di Australia”karangan Prof. Haris menceritakan bahwa pemakaman dilakukan dengan sistem sewa, yakni 9000 dolar Australia atau sekitar 90 juta rupiah selama 50 tahun, belum lagi lainnya yang bisa menghabiskan lebih dari 100 juta rupiah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa orang-orang disana bekerja keras untuk menyiapkan kematiannya sendiri.

Kemudian Prof. Haris menyajikan sudut pandangnya terhadap Islam Australia dan pelaksanaan Maqasid Syariah berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan Maqasid Syariah pelaksanaan denda lalu lintas yang tinggi untuk membuat efek jera, lalu pengecaman terhadap Domestic Abuse yang dibuktikan dengan berbagai macam cara yang memaksa pelaku agar jera, serta masih  banyak contoh lainnya yang tercantum didalam buku.

Lalu, diceritakan pula bagaimana pengalaman Prof. Haris saat pelaksanaan Idul Adha di Adelaide. Makanan-makanan lebaran di Indonesia yang muncul tak terduga, salam-salam ala orang Indonesia yang akan membawa pembaca merasakan kehangatan dari secuil Indonesia di Negara Australia.

Di dalam buku pun akan dijelaskan tentang kebudayaan di Australia yakni salah satunya adalah pelaksanaan Barbexiu. Barbexiu merupakan kebiasaan Australia yang awalnya tak sesuai dengan syariat karena dipenuhi dengan minum-minuman keras namun akhirnya disesuaikan hingga menjadi tradisi yang malah sangat disanjung dalam Islam, yang sangat mirip dengan Slametan. Tentu akan membawa pembaca larut dalam suasana yang tertulis di buku “Islam di Australia” ini.

Buku dari Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember ini menampilkan pengalaman yang tidak hanya akan membuat pembacanya takjub namun juga penasaran akan kelanjutan dari pembawaan Islam di Australia. Dengan kata-kata yang sederhana, pembaca tidak akan kesulitan untuk memahami sudut pandang penulis dalam perjalanannya di Australia. Selain itu pembawaan yang santai dan menyenangkan tidak berlebihan rasanya bila dikaitkan saat pembaca membaca buku “Islam di Australia” ini.

Walaupun begitu, beberapa hal seperti penulisan yang bisa dianggap sedikit tergesa-gesa mungkin bisa menjadi pembelajaran penulis di masa mendatang. Pengaturan (lay out) beberapa paragraf yang kurang beraturan akan membuat sedikit  kewalahan dalam membaca. Namun bila melihat dibalik teknis buku, cerita yang ada didalamnya merupakan salah satu motivator bagi pembaca nantinya sebab tidak hanya mengajak pembaca untuk berada dalam suasana yang sama dengan penulis dengan tulisannya tapi juga dengan penyajian gambar yang mendongkrak imajinasi pembaca.

Buku ini tentu akan membawa manfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui kebudayaan, politik, dan Islam khususnya di Negara Australia. Selain itu, bila dijadikan sebagai buku untuk memotivasi pembaca agar terus belajar, buku ini bisa melakukannya dengan mudah sebab deskriptifnya penjelasan didalamnya. Sekali lagi bagi pembaca yang merasa penasaran dengan buku ini, selamat Membaca !

Peresensi : Arvina Hafidzah

Mahasiswa Prodi HPI Fakultas Syariah IAIN Jember dan alumni Workshop Intermediate Journalism Class oleh Media Center Fakultas Syariah.

Categories
Resensi Buku

Membantah Dalil Salafi-Wahabi tentang Maulid Nabi Saw.

Judul Buku    : Argumentasi Peringatan Maulid Nabi Bantahan Terhadap Salafi-Wahabi

Penulis            : M. Baits Kholili dan M. Faiz Nasir

Peresensi        : Yuni dan Halimah

                         Maha Santri Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember dan Mahasiswa 

                         IAIN Jember

Penerbit          : Pustaka Radja

Kota Terbit    : Surabaya

Tanggal Terbit: Agustus 2016

Tebal Buku    : xii + 114

Secara istilah Maulid nabi Muhammad SAW merupakan perayaan kelahiran baginda Nabi SAW,  dengan tujuan mengingat sirah beliau untuk menanamkan kecintaan kepadanya, serta mempraktekkan seluruh ajarannya.

Ada sejarah tersendiri dari perayaan Maulid Nabi SAW. Menurut beberapa pendapat orang yang pertama kali mengadakan perayaan maulid Nabi SAWadalah Syaikh bin Muhammad Umar al-Mulla (Abad 6 H) dan kemudian diikuti oleh Raja Irbil (Malik Mudzaffar Abu Sa’id al-Kukkburi bin Buktikin). Namun pada hakikatnya perayaan maulid, sudah dilakukan oleh Nabi SAW sebagai shahib maulid itu sendiri. Beliau merayakan kelahirannya dengan berpuasa pada tiap hari senin, tidak dalam bentuk seremoni perayaan maulid Nabi SAW seperti yang dilakukan oleh raja Irbil dan kemudian terlaksan hingga saat ini.

Dibalik dari perayaan maulid Nabi SAW ini sendiri tidaka hanya sekedar perayaan seperti biasanya, namun ada beberapa keutamaan dan faedah dari perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Sebelum itu, didalam perayaan maulid Nabi SAW ada beberapa unsur yang terkandung didalamnya diantaranya kebaikan, atau bahkan unsur syara’ seperti membaca al-Qur’an, shalawat, sedekah, nasihat, silaturrahmi, dan mengingat sejarah Rosulullah SAW dan mensyukuri lahirnya beliau. (Hal: 56)

Adapun keutamaan dan faedah dari perayaan maulid Nabi Muhammad SAW, sebagaimanaberikut: (1) Pembacaan sirah Nabawiyah(2) Pembacaan shalawat Nabi SAW (3) Kebaikan sosial (4) Pembacaan al-Qur’an dan lain-lain (5) Memperoleh hikmah dari kisah-kisah orang yang mmengagungkan Maulid Nabi SAWdan (6) Menghadirkan ruh Nabi SAW.

Sedangkan hikmah merayakan Maulid Nabi SAW pada hari Senin adalah:

Pertama, sebagaimana tertera dalam hadis bahwa Allah SWT menciptakan pepeohonan pada hari Senin, dan hal itu merupakan peringatan besar bahwa penciptaan rezeki-rezeki, makanan-makanan pokok, serta kebutuhan primer yang lainnya.

Kedua, lafadz “rabi” dari pecahan kata rabi’ul awwal merupakan isyarat kebaikan serta tafa’ul (berharapan baik).

Ketiga, bulan Rabi’ adalah paling seimbangnya cuaca bulan diantara beberapa bulan, sedangkan syari’at Nabi SAW adalah paling seimbangnya syari’at diantara beberapa syari’at.

Keempat, Allah SWT menghendaki untuk memuliakan bulan ini dengan kelahiran Nbi SAW.

Mayoritas ummat Islam dipenjuru dunia ini merayakan maulid Nabi Muhammad SAW. Bahkan menjadi rutinitas tahunan yang ditepatkan pada bulan Rabi’ul Awwal namun ada sebagian kelompok Salafi Wahabi yang menolak keras terhadap perayaan Maulid Nabi SAW ini dengan dalih bahwa perayaan semacam ini tidak pernah dilakukan dan dipraktekkan oleh Nabi SAW sendiri bahkan para sahabat, tabi’in, dan semua orang yang hidup akhir era generasi salaf. Seremonial perayaan Maulid Nabi SAW memang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan sahabatnya. Akan tetapi nilai-nilai serta komponen-komponen yang terkandung didalam perayaan Maulid Nabi SAW ini merupakan anjuran syara’. Perayaan hanyalah sebuah seremonial yang membungkus dan mewadahi serangkaian ibadah-ibadah yang terlaksana didalamnya. (Hal 98)

Melihat dari buku ini ada beberapa poin yang membuat buku ini memang layak untuk dibaca oleh semua kalangan mulai dosen, ustadz, santri, dan para stakeholder yang lain yang ingin tahu tentang dalil-dalil mauled Nabi. Kelebihan lain buku ini adalah bahwa pemaparan dari semua isi serta pokok pemikiran yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacaa sangat  jelas alias tidak berbelit-belit sehingga mudah difahami oleh pembacanya dan serasa enak dan mengalir.

Namun, disamping itu, ada beberapa poin kekurangan dari buku ini, yaitu: banyaknya penulisan ayat al-Qur’an serta hadis yang ditulis tanpa harakat atau tanda baca, sehingga membuat sebagian pembaca tidak mengerti apa yang di maksud dari penjelasannya.  Serta ada beberpa tata bahasa dan penulisan yang kurang tepat. Serta desain sampul yang kurang sempurna.

Wallahu’alam. **

Categories
Resensi Buku

Bedah Buku ‘Jalan Dakwah Sang Kiai’ Warnai Haul-1 Almarhum Prof Imam Mawardi

Media Center Darul Hikam – Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I berkesempatan hadir dalam acara Haul ke-1 Almarhum Prof. Dr. KH Imam Mawardi, M.A pada Sabtu (6/8) di Pondok Pesantren Kota Alif Lam Miim Surabaya.

Rentetan acara haul tersebut salah satunya dikemas dengan acara Bedah Buku yang berjudul “Jalan Dakwah Sang Kiai: Percik Pemikiran dan Keteladanan Prof. Dr. KH. Ahmad Imam Mawardi, M.A”.

Sejumlah tokoh penting yang banyak terlibat pada masa hidup almarhum Prof KH Imam Mawardi turut hadir, diantaranya Wakil Rais Aam PBNU, Dr. (HC). KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag dan Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. H. Masdar Hilmy, M.A., Ph.D. Keduanya tampil sebagai narasumber dalam acara bedah buku tersebut.

Diketahui tim penulis buku yang terdiri dari Ahmad Sarip Saputra, S.Pd., M.Ag, Ulya Nurir Rahmah, S.Ag, Muhammad Ali, M.H, Muhammad Mahbub Jamalul Lail, S.Akun, Ahmadi, S.Pd, Yurid Shifan A’lal Firdaus, Muhammad Rozin Rifqi Afifi, M. Irwan Zamroni Ali, S.H, Wildan Rofikil Anwar, S.H, Siti Junita, S.Pd, dan Erni Fitriani juga hadir di acara tersebut.

Prof Haris sebagai editor buku ‘Jalan Dakwah Sang Kiai’ menuturkan, almarhum Prof KH Imam Mawardi adalah sosok tauladan yang dapat menjadi contoh bagi semua orang.

“Dalam buku ini sudah dibahas banyak mulai dari masa kecil, pendidikan, jenjang karir dan dakwah hingga akhir hayat beliau,”ungkapnya yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.

Dalam kesempatan itu, Kiai Afif yang merupakan guru Almarhum Prof KH Imam Mawardi selama di pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo mengungkapkan, almarhum pada masanya adalah alumni pesantren terbaik di bawah pengasuhan Kiai As’ad Syamsul Arifin.

Pada masa itu, Kiai As’ad Syamsul Arifin selalu berpesan kepada para alumni untuk senantiasa mengamalkan tiga hal, yaitu berjuang dalam pendidikan Islam, berjuang pada NU dan ikut memikirkan ekonomi masyarakat.

“Saya kira almarhum sudah mengamalkan itu semua dan dapat kita lihat peninggalannya almarhum. Mulai dari mendirikan pesantren, berdakwah menyebarkan agama Islam yang damai, seorang guru besar/profesor dan semacamnya,” ujar Kiai Afif yang juga Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.

Di samping itu, sahabat dekat almarhum Prof KH Imam Mawardi, yaitu Prof Masdar Hilmy, Ph.D menjelaskan, almarhum pada masa hidupnya adalah cendikiawan yang mempunyai kemampuan lebih di banding teman-teman yang lainnya.

“S-1 nya ia tempuh kurang lebih tiga setengah tahun, pada masanya belum ada mahasiswa yang bisa lulus secepat itu. Di beberapa mata kuliah waktu kami S-2 di Canada, beliau selalu mendapatkan nilai-nilai yang bagus. Tidak hanya itu, S-3 beliau juga ditempuh dengan waktu yang sangat singkat,” ungkap Prof Masdar yang juga Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Mewakili keluarga, Gus Ahmad Sarip Saputra, S.H., M.H. yang juga ketua Ma’had PPK Alif Lam Miim mengapresiasi kepada segenap tim penulis buku ‘‘Jalan Dakwah Sang Kiai’.

“Penyusunan buku yang berlangsung selama kurang dari satu tahun ini akan menjadi kenangan bagi kami sekeluarga. Tentu kami sangat terharu dengan hadirnya buku ini, semoga dapat menjadi bacaan bagi kita semua yang ingin meneladani almarhum pada masa hidupnya,” tutur Gus Syarif.

Reporter: Siti Junita

Editor : M. Irwan Zamroni Ali