Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU Minta Aparat Tidak Anarkis

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai MN Harisudin, M.Fil. I menyayangkan sikap aparat yang anarkis dan represif dalam menghadapi demo-demo yang dilakukan mahasiswa. Demikian disampaikan Kiai M.N Harisudin di kediamannya, Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, menanggapi tindakan anarkis Satpol PP Jember yang menghalau demonstrasi mahasiswa di Pendopo Kabupaten Jember kemarin (23/5/2016).

Menurut Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember ini, demonstrasi mahasiswa sebagai media kritik sosial harus ditanggapi dengan ramah, bukan dengan amarah. “Mereka kan datang menyuarakan suara rakyat Jember yang menolak tambang di Jember karena diduga kuat mengandung madlarat yang besar. Mestinya ini ditanggapi dengan cara-cara yang ramah oleh aparat. Insya’allah, masalah akan selesai”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga sekretaris YPNU Jember tersebut.

Dalam konteks tambang di Jember, menurut Kiai MN Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut, PCNU Jember sudah melakukan serangkaian kajian serius tentang hal tersebut, baik melalui FGD, seminar dan acara yang lain. Hasilnya, bahwa tambang ini –jika dilakukan di Jember—akan berdampak negatif terhadap masa depan masyarakat Jember.

“ Dalam konsep fiqh al-bi’ah (fiqh lingkungan), alam ini dibuat bukan hanya untuk orang yang hidup di masa sekarang, namun juga untuk anak cucu kita di masa yang akan datang. Bisa jadi orang Jember yang sekarang sejahtera, namun nanti anak cucu kita yang akan mengalami penderitaan jika tambang ini dilakukan. Ini cara pandang yang harus kita pegangi”, tukas Kiai M.N Harisudin yang juga pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember.

Oleh karena itu, Kiai MN Harisudin yang juga menginginkan agar soal tambang di Jember bisa diselesaikan dengan cara-cara yang ma’ruf. Misalnya Bupati Jember, DPRD Jember, Ormas Islam, LSM dan para stake holders yang lain untuk duduk bersama menyelesaikan kasus tersebut.

“Saya haqqul yakin, Bupati Jember yang sekarang punya i’tikad yang sama dengan adik-adik PMII dan ormas Islam dalam hal menolak tambang. Jangan sampai ini merusak visi bersama kita untuk membangun masa depan Jember yang lebih baik ”, tukas kiai muda yang juga aktif sebagai penceramah di Jember 1 TV dan TV9 Surabaya tersebut.    

(Humas NU Online/Anwari)

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU Jember: Orang Awam Silahkan Taqlid  

Jember, NU Online.

Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai MN Harisudin, M. Fil.I menyatakan bahwa cara beragama Islam itu ada tiga. Yaitu, ijtihad, ittiba’ dan taqlid. Jika ijtihad adalah cara beragama dengan mengetahui dalil dan bisa mengolah dalil tersebut, maka ittiba’ adalah cara beragama dengan mengetahui dalil namun tidak tahu cara mengolahnya. Sementara taqlid adalah beragama tanpa mengetahui dalilnya. Demikian disampaikan Dr Kiai MN Harisudin dalam pengajian Subuh di Masjid Muhajirin, Perumahan Gunung Batu Sumbersari Jember. Hadir tidak kurang 200 jama’ah yang aktif menyimak pengajian menarik tersebut.

Menurut Dr. Kiai M.N. Harisudin M. Fil.I, ijtihad adalah level tertinggi dalam beragama. Sementara, taqlid adalah level terendah dalam beragama. “Di level tertinggi, ijtihad wajib hukumnya bagi yang mampu berijtihad. Misalnya Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal yang menghafal ribuan hadits, mengetahui tafsir al-Qur’an, mengetahui bahasa Arab, mengetahui ijma’ ulama, mengetahui fiqh dan ushul fiqh, dan sebagainya. Orang-orang yang memiliki kompetensi ini wajib hukumnya berijtihad”, tukas kiai muda yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.

Sementara, orang yang awam cukup bertaqlid pada kiai dan ustadz. Dengan kata lain, orang awam tidak perlu repot-repot mencari dalil. Orang awam beragama di level terendah dengan cukup mengikuti apa kata kiai atau ustadz. “Bayangkan kalau orang awam itu tukang becak, penjual sayur di pasar, petani di sawah. Mereka disuruh ribet mencari dalil dengan bolak-balik al-Qur’an dan as-Sunah. Tentu mereka akan kesulitan dan berat menerima perintah ijtihad. Selain itu, hasil ijtihadnya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena mereka misalnya tidak tahu bahasa Arab, al-Qur’an dan al-Hadits“, tukas Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember yang juga Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember. 

Setidaknya, menurut Kiai M.N. Harisudin, ada tiga alasan mengapa ada pilihan-pilihan tersebut. Pertama, menurut Kiai MN Harisudin yang juga Wakil Ketua PW Lajnah Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut,  manusia memang diciptakan dengan kelas-kelas berbeda. Secara sosiologis, memang manusia tidaklah satu, melainkan berbeda-beda karena itu kita tidak bisa menggeneralisasikan bahwa orang lain sama dengan kita.

“Kedua, adanya perintah untuk bertakwa semampu orang Islam. Ittaqullaha mas tatha’tum. Makanya, yang mampu ijtihad silahkan Ijtihad.Dan yang tidak mampu ijtihad silahkan ittiba’. Jika tidak mampu ittiba’, silahkan taqlid.  Ketiga, tidak ada pembebanan (taklif) di luar kemampuan manusia. Seorang anak kecil umur dua tahun tidak bisa dibebani membawa beras satu karung. Itu taklifu ma la yuthaqu. (Membebani di luar kemampuan manusia).  Dengan model beragama ini, agama Islam terasa mudah diterima oleh umat. Inilah dimensi rahmatan lil alaminnya agama Islam”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga Pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember tersebut.

(Anwari/Kontributor NU Online)      

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU Tegaskan Pancasila = Negara Islam

Jember, NU Online

Di hadapan kurang lebih 500 orang jama’ah pengajian muslimin dan muslimat di Masjid Baiturahim Kebonsari Jember, Katib Syuriyah NU Jember, Kiai M.N. Harisudin menegaskan bahwa Pancasila sama dengan  Negara Islam. Acara Isra’ Mi’raj yang digelar Ahad, 1 Mei 2016 mulai jam 19.00 sampai dengan 22.00 WIB. oleh Ikatan Ta’mir Masjid dan Musholla se-Kabupaten Jember ini dan warga Kebonsari ini berlangsung dengan meriah diiringi dengan sholat remaja Masjid Baiturrahim Kebonsari.

Kiai M.N. Harisudin tegas mengatakan bahwa Pancasila itu semua dalilnya adalah al-Qur’an dan al-Hadits. “Jadi, kalau sudah Negara Pancasila itu juga berarti negara Islam. Tidak perlu khilafah segala, itu tahsilul hasil. Makanya, pemerintah harus tegas terhadap ormas yang anti Pancasila dan anti-NKRI”, tutur Kaprodi Hukum Pidana Islam dan Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah IAIN Jember tersebut seraya menyebut satu persatu ayat-ayat yang terkandung dalam Pancasila.

Dalam ceramah selanjutnya, Kiai M.N. Harisudin juga  menjelaskan hikmah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. “ Intisari dari Isra’ Mi’raj itu adalah sholat. Kalau sholatnya benar, insyaallah akan menjadi orang baik. Orang baik inilah orang-orang Islam nusantara. Kita orang-orang Indonesia sudah dikenal baik di seluruh dunia. Kita, orang Indonesia, terkenal dengan Negara Islam demokratis terbesar dunia”, tukas kiai muda yang juga penceramah rutin di sejumlah televisi tersebut.

Kiai Harisudin lebih lanjut mengatakan bahwa Islam produk sholat di nusantara ini merupakan berkah yang sangat berharga. “Islam Nusantara ini sangat baik. Lebih baik daripada Islam di Saudi Arabia, Iran, Irak, Mesir, Afganistan. Makanya, Wapres Jusuf Kalla minta untuk tahun ini –seperti disampaikan Sekretaris Jenderal Kementrian Agama, Prof. Nur Syam, M.Si, tidak boleh ada pelajar Indonesia yang belajar ke Timur Tengah. Nanti mereka belajar kekerasan. Mereka yang mestinya belajar ke Indonesia”, kutip Kiai M.N. Harisudin yang juga pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember.

Oleh karena itu, lanjut Kiai Harisudin, kita perlu bangga dengan Islam Nusantara. Islam yang damai dan toleran serta dapat berjalan seiring dengan kearifan lokal di semua tempat. Inilah nilai-nilai Islam nusantara yang dapat “dijual” ke dunia.

(Anwari/Kontributor NU Online).          

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU Serukan Orang Tua Dukung Gerakan Ayo Mondok

Jember, NU Online.

Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai M.N. Harisudin, M.Fil. I, mendukung Gerakan Ayo Mondok Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dalam  siaran persnya di Kantor PCNU Jember, Selasa, 19 April 2016, jam 10.00 Wib sd 10.30 WIB, Dr Kiai MN Harisudin mendorong semua elemen orang tua untuk memperhatikan pendidikan anaknya. Salah satunya dengan cara menempatkan anak-anak mereka di pondok pesantren.

“Gerakan Ayo Mondok, hemat saya, sangat bagus. Ini ide brilliant untuk mendidik anak-anak bangsa ini bisa menjadi lebih baik. Jangan biarkan anak-anak didik kita dididik secara sekuler. Kalau sudah sekuler, jangan salahkan anaknya”, kata Kiai MN Harisudin yang juga penceramah rutin di Jember 1TV dan TV9 Surabaya tersebut.

Di tengah-tengah tantangan moralitas anak-anak di masa sekarang, maka Pondok Pesantren adalah sekolah prioritas untuk mendidik anak-anak sholeh yang berkarakter.”Di pondok pesantren, anak kita dididik untuk menjadi anak-anak yang berakhlakul karimah.  Anak-anak yang dijauhkan dari pergaulan bebas, dijauhkan dari narkoba, dijauhkan dari radikalisme-terorisme, dan sebagainya. Karena itu, kita harus bangga dengan pondok pesantren kita”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.

Dalam konteks  Jember, Kiai MN Harisudin mendorong para pelajar dan mahasiswa untuk tidak sungkan-sungkan di pondok. “ Ya ini karena Jember dikenal sebagai kota pelajar. Banyak mahasiswa dan pelajar dari kabupaten lain di sini. Mereka kuliah di Universitas Jember, Politeknik Negeri Jember, Institut Agama Islam Negeri Jember, Universitas Islam Jember dan lain-lain. Mereka juga pelajar di MAN1 Jember, MAN 2 Jember, SMA 1 Negeri Jember, SMA 2 Negeri Jember dan lain-lain.  Jangan gengsi di pondok. Justru, di pondok diajari banyak hal. Misalnya, kemandirian, kesederhanaan, kejujuran dan juga kebersamaan”.

“Makanya, para orang tua harus memilih tegas pondok. Jangan membiarkan anak perempuannya bebas tinggal di kontrakan dan kos tanpa kendali karena akibatnya kita sudah bisa tebak. Mereka yang di luar pondok lebih mudah terpengaruh tradisi ‘kumpul kebo’ dan perzinahan”, jelas Kiai M.N. Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.

Tapi, Kiai MN. Harisudin mengingatkan untuk mondok yang benar-benar di pesantren. “Pesantren yang benar ya ada bangunan pondoknya, ada kiainya, ada ngajinya, dan ada musholla atau masjidnya. Karena sekarang ada namanya pesantren, tapi tidak ada ngajinya. Itu bukan pondok pesantren, tapi kos-kosan berlabel pesantren ”, lanjut Kiai M.N Harisudin yang juga Pengurus MUI Kabupaten Jember tersebut mengakhiri siaran persnya.

(Kontributor NU Online/Anwari)

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU Jember:  Islam Nusantara, Usulan Peradaban Dunia 

Jember, NU Online

Islam Nusantara menjadi topik hangat dalam diskusi rutin yang diselesenggarakan Eksan Institute di Markas Eksan Institute, Perum Milenia Mangli Jember, Jawa Timur, Sabtu (12/03/2016). Uniknya lagi, kegiatan itu diawali dengan jalan santai bersama yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dihadiri tak kurang 150 peserta dari berbagai kalangan muda: HMI, PMII, IPNU, IPPNU, Fatayat, Muslimat dan sebagainya.

Hadir sebagai pembicara Dr. Kiai M. N Harisudin, M.Fil. I, Katib Syuriyah PCNU Jember dan Moh. Eksan, S.Ag, Ketua DPC Partai Nasdem yang juga Anggota DPRD Jawa Timur. Dalam pemaparannya, Kiai Harisudin yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember ini menjelaskan bahwa Islam Nusantara merupakan Islam yang hidup dan berkembang di Nusantara.”Bukan Islam yang hidup dan berkembang dari nusantara, atau juga bukan Islam yang tumbuh dan berkembang untuk nusantara. Jadi, Islam Nusantara adalah Islam yang tumbuh dan berkembang di nusantara yang memiliki karakter inklusif dan moderat” .

Kehadiran Islam Nusantara, lanjut Kiai Harisudin yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember ini, menjadi “hipnotis” tersendiri dalam spektrum peradaban dunia. Bahkan, ia setuju dengan pendapatnya Prof Abdul Karim, yang menyebutkan bahwa Islam Nusantara akan menjadi daerah paling cerah dalam dunia Islam. Demikian ini karena kehidupan mayoritas muslim di Timur Tengah, Benua Kecil lndia, Afrika Utara, dan Afrika Tengah, sedang terhimpit konflik dan keganasan. Tak heran, seperti disampaikan oleh Prof Nur Syam, Sekjen Kemenag RI, saat acara di Malang, jika Wapres Jususf Kalla di tahun 2016, bahwa menolak pengiriman mahasiswa Indonesia ke Timur Tengah, karena hanya akan belajar konflik dan konflik belaka.

“Dengan demikian, kiblat peradaban Islam bukan lagi Timur Tengah, tapi Indonesia. Indonesia layak untuk jadi episentrum peradaban dunia. Dari segala aspek, Indonesia paling  layak di seluruh dunia. Layaknya ini ya karena tawaran Islam Nusantara yang inklusif, toleran dan juga moderat”, kata Kiai Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.

Lebih lanjut, Kiai Harisudin juga menyebut ciri Islam Nusantara. “Setidaknya, ada beberapa ciri Islam Nusantara. Yaitu, pertama, adanya pengalaman sejarah yang panjang. Kedua, ide pribumisasi Islam. Ketiga penghargaan dan keteguhan terhadap kearifan lokal. Keempat, adanya institusi atau kelompok yang mengedepankan wacana Islam Inklusif dan toleran. Kelima, peran Ormas dan para pemikir muslim Indonesia yang membebaskan dan juga mencerahkan,” jelas Kiai muda yang juga Kaprodi Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam di Fakultas Syari’ah IAIN Jember tersebut.

Dan Islam Nusantara, menurut Kiai Harisudin, akan terus berdialektika dengan sejarah sosial ummat Islam di Indonesia. Islam Nusantara bisa menerima perubahan sepanjang ada ‘illat perubahan itu sendiri. “Jadi, Islam Nusantara tidak berhenti di sini dan saat ini. Islam Nusantara akan terus melakukan evaluasi diri secara terus menerus untuk meyuguhkan yang terbaik dalam peradaban dunia”, tutur Kiai muda yang juga pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember tersebut.  

Pada kesempatan yang sama, Moch Eksan menyampaikan bahwa tema Islam Nusantara muncul bersamaan dengan agenda muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Agustus  2015 yang silam. Tema ini, menurut pria yang juga aktifis muda PCNU Jember ini merupakan tawaran paradigma keberagamaan, baik dari sisi Minhajul Fikr, maupun Minhajul ‘Amal. NU menawarkan Islam Nusantara ini sebagai hasil dari dialektika intelektualisme dan sosial kultural antara NU dan Indonesia.

Sebagai sebuah tawaran tambah Eksan, Islam nusantara ini didukung sekaligus juga ditentang. Hal tersebut, menurut anggota DPRD Jatim ini, satu hal yang wajar sebagai konsekuensi logis dari dinamika diskursus keislaman Indonesia kontemporer yang terbuka dan demokratis. Para intelektual Islam NU barang tentu banyak yang mendukung. “Bahkan tokoh tokoh sekaliber Prof. Dr. Quraish Shihab, M.A., Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A, juga mengamini tawaran NU ini. Tak kurang juga seorang Islamis Indonesianis asal belanda Prof. Dr. Martin Van Brussen, M.A. mengapresiasi tawaran NU dalam mengembangkan Islam damai, santun, dan anti kekerasan,” tandasnya.

Selain banyak dukungan diatas, juga terdapat kelompok dan tokoh yang menentang. Semisal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI). HTI memandang bahwa tawaran Islam nusantara NU tidaklah fair dengan membanding-bandingkan negara Indonesia dan negara Timur Tengah hari ini. Kondisi yang bertolak belakang antara Indonesia dan negara Timur Tengah merupakan bagian dari skenario skularisme global. FPI bukan hanya menentang tapi juga mengecam Islam Nusantara sebagai cara berfikir yang sesat menyesatkan, Habib Rizieq menuding bahwa Islam Nusantara itu tak lebih dari propaganda dari Zionis yang berisi gerakan pemikiran dan gerakan sosial yang anti islam. Semula memang anti arab tapi berujung anti-Islam.

(Anwari/Kontributor NU Online).

Categories
Dunia Islam

Siapkan Diri Menjadi Universitas Swasta Terbaik di Jawa Timur

Jember, kontributor NU-Online

Menyimak perkembangan Universitas Islam Jember dalam dua tahun terakhir ini, cukup menggembirakan. Satu-satunya Universitas milik Nahdlatul Ulama di Jember ini bertekad untuk terus berpacu dan mengembangkan diri, terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia yang sudah dimulai akhir tahun 2015 silam. Universitas Islam Jember bertekad menjadi Universitas Swasta terbaik di Jawa Timur.

Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ulama Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M. Fil. I, mengatakan hal tersebut di kantor YPNU Jember, Jl. Kyai Mojo. No. 101 Jember tersebut. “ Saya kira, ini sudah waktunya. Universitas Islam Jember menjadi Universitas Swasta yang terbaik di Jawa Timur. Ini sangat rasional karena alhamdulillah, berkat usaha sungguh-sungguh dan kerja sama berbagai pihak, Universitas Islam Jember bisa setara dengan  Universitas Muhammadiyah Jember.  Sama-sama tidak di non-aktifkan di tahun kemarin. Dan ini opini yang berkembang di masyarakat”, kata kiai muda yang juga Katib Syuriyah PCNU Jember.

Sementara itu, lanjut doktor lulusan IAIN Sunan Ampel Surabaya tersebut, berbagai pembangunan fisik terus digencarkan di kampus hijau tersebut. “Sekarang juga, ada beberapa dosen yang sedang menempuh S3. Kita berharap, semua dosen bertitel doktor dalam beberapa tahun ke depan ini”, ujar Kiai MN. Harisudin yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.

Selain itu, animo masyarakat Jember khususnya dan masyarakat Jawa Timur umumnya pada Universitas Islam Jember semakin baik. “Ada trust yang tumbuh dan meningkat drastis seiring dengan berbagai pembenahan dan pengembangan di UIJ. Buktinya, mahasiswa UIJ di tahun 2015, terdapat kenaikan 100 persen. Selain itu, ada beberapa mahasiswa dari Pattani Thailand yang kuliah di sini”.

Oleh karena itu, Universitas Islam Jember di tahun 2016 ini menggenjot mahasiswa baru yang selain mempertimbangkan kuantitas, juga yang penting lagi adalah kuantitasnya. “Dan sekarang, kita sudah siapkan Panitia Mahasiswa Baru yang diketuai Drs. H. Ahmadi, M. Pd.I (Dekan Fakultas Tarbiyah) untuk mendapatkan calon-calon mahasiswa berkualitas”, pungkas Dr. Kiai MN. Harisudin, M. Fil. I,  yang juga Dosen Pasca Sarjana di berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur.

(Anwari/Kontributor NU Online)

Categories
Dunia Islam

Perspektif Keliru Islam Nusantara

Oleh: Happy Hafidzoh Widyana

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka menjawab, “(tidak) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya)”. Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun, dan tidak mendapat petunjuk. (Al-Baqarah[2]: 170).

Islam Nusantara yang belakangan ini marak diperbincangkan, bahkan Presiden Joko Widodo pun tak mau ketinggalan memperbincangkannya. Saat Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada bulan mei lalu Jokowi mengatakan” Islam di Indonesia adalah Islam Nusantara”.

Islam Nusantara, menurut kebanyakan pandangan masyarakat berarti Islam yang berasal dari Nusantara dengan segala kekhasannya, Ia berbeda dengan Islam yang berasal dari Arab Saudi, juga berbeda dengan islam yang berasal dari negara-negara Timur Tengah lainnya.

Jika memang demikian, berarti arti dua kata tersebut berpotensi untuk salah logika. Sebab, ajaran Islam yang ada di Arab Saudi tentu sama dengan ajaran Islam yang berada di Nusantara. Apalagi kita tahu bahwa Islam bersifat rahmatan lil aalamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmat untuk Nusantara saja, bukan pula untuk Arab Saudi saja. Kalaupun ada yang berbeda, itu sekedar cara menerapkan syariat islam. Misal, Islam mengajarkan umatnya untuk menutup aurat, maka masyarakat Nusantara menerapkan syariat ini lewat kebiasaan menggunakan kain sarung, berbaju batik, plus kopiah. Tapi di belahan bumi lain masyarakatnya lebih suka menggunakan gamis.

Perbedaan culture dan budaya ini menjadi khas, namun tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jadi, jika di Masjidil Haram kita menemui orang dengan ciri khas tadi: mengenakan kain sarung, baju batik, dan memakai kopiah maka kita dengan mudah akan rnenebak bahwa ia muslim dari Indonesia.

Kembali kepada definisi tadi, bila Islam Nusantara dimaknai cara menerapkan ajaran islam yang sesuai dengan culture dan budaya masyarakat Nusantara, bukan ajaran islam itu sendiri yang berbeda-beda, maka hal ini tentu boleh saja, selagi kita tidak mencela, memusuhi, apalagi menolak ajaran Islam dengan culture dan budaya yang berbeda.

Akan tetapi, jika Islam Nusantara dimaknai bukan sebagai cara penerapn ajaran Islam yang berbeda-beda, melainkan ajaran islam itu sendiri yang berbeda-beda berdasarkan wilayah, maka ini jelas keliru. Ajaran Islam semua sama yakni bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist, di belahan bumi manapun ini sama.

Wallahu a’lam.

Categories
Keislaman

Wabah Selfie dan Grufie

Oleh: Happy Hafidzoh Widyana

Fenomena yang lagi mewabah dimana selfie dan grufie menjadi bagian dari hidup masyarakat saat ini. Wabah selfie dan gruvie tengah melanda masyarakat, khususnya bagi para pengguna jejaring sosial. Selfie adalah istilah untuk aktivitas untuk memfoto diri sendiri dengan menggunakan kamera digital atau kamera handphone. Sedangkan grufie adalah istilah untuk aktivitas memfoto diri dengan menggunakan kamera digital atau kamera handphone tetapi dilakukan oleh lebih dari dua orang atau secara berkelompok. Prilaku ini sangat digandrungi, khususnya para pemuda-pemuda Indonesia. Di manapun mereka berada, seolah tak ingin ketinggalan mengekspresikan diri dengan ber-selfie atau grufie. Berbagai macam pose mereka jepret, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai yang over narsis.

Ironisnya, tidak sedikit dari muslimah yang ikut-ikutan budaya ini. Dengan menggunakan gaun penutup aurat, mereka berpose layaknya para model. Ada yang mengacungkan ibu jarinya, ada yang mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya (simbol perdamaian atau peace) dan bahkan yang paling parah ada yang mengacungkan simbol anak metal. 

Sudah jelas, pose-pose ini sangat tidak pantas dipertontonkan oleh seorang muslimah di depan publik. Memajang foto-foto pribadi di jejaring sosial itu kurang etis  karena bisa mengandung beberapa resiko, diantaranya:

Pertama, akan menimbulkan kesan suka memamerkan diri kepada orang lain, meski bukan mahram. Masyarakat jejaring sosial adalah masyaraka global. Itu artinya, semua orang yang memiliki akun di internet bisa memelototi foto-foto yang kita posting. Jelas tindakan ini tidak dibenarkan dalam islam. Allah Ta’ala dan Rosul-Nya menuntun muslimah untuk menjaga diri. Diwajibkan hijab juga bertujuan agar tubuh muslimah tidak terekspos ke pihak luar. Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan, sehingga tidak diperkenankan untuk diumbar di sembarang tempat. Akan pudar fungsi hijab bila muslimah gemar ber-selfie ria.

“…Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahliyah dahulu…” (Al-Ahzab: 33)

Ayat ini menjelaskan larangan bagi kaum muslimah bersolek ria di hadapan kaum lelaki karena bisa memancing kejahatan.       

Kedua, selfie dan grufie bisa mengundang pihak lain, terutama lawan jenis untuk menggoda atau bahkan merendahkan martabat muslimah. Misalnya, ada teman di facebook yang nakal (khususnya lawan jenis) lalu mengomentari foto-foto postingan dengan komentar menggoda, misalnya “ehem, cantiknya!!”. Sunguh tak elok seorang muslimah membuka ruang bagi orang lain untuk menggoda dirinya. Dan di jejaring sosial, orang diberi kebebasan untuk menulis komentar sekehendaknya.

Ketiga, perilaku seperti ini sama sekali tidak membawa manfaat, bahkan cendrung membuahkan kemadharatan. Padahal Rasulullah bersabda, “Sebagian dari kebaikan keislaman  seseorang adalah meninggalkan suatu hal yang tidak berguna baginya.”(Riwayat Timizi)

Rawan Penyakit Hati

Selain yang disebutkan diatas, muslimah yang gemar ber-selfie dan grufie juga rawan terjerat beberapa penyakit hati seperti riya’, ujub, dan takabur.

Riya’ adalah melakuan sesuatu yan didasari niat untuk medapatkan perhatian orang lain. Penyakit ini akan mnjangkiti manakala postingan foto tersebut ditujukan atau diniatkan agar mendapatkan perhatian dari para pegguna jejaring sosial, baik berupa komentar yang memuja-muji atau minimal klikan ‘like’ yang mereka berikan.

Ujub adalah prilaku mengagumi diri sendiri, yaitu ketika merasa diri kita memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Penyakit ujub ini akan menimpa muslimah saat melakukan proses pemilihan foto yang akan di posting. Sudah tentu foto yang dipilih adalah foto-foto yang terbaik. Ketika telah ditemukan foto itu, maka akan lebih percaya diri ketika me-mostingnya. Ini akan memancing tumbuhnya sifat ujub.

Kemudian, puncaknya selfie ini bisa menumbhkan kesombongan (takabur) dalam diri. Ini akan terjadi bila terbesit di dalam hati muslimah perasaan menjadi sosok yang paling keren, bekeneksis, gaul dan sebagainya. Allah Ta’ala dan rasul-Nya sangat tidak menyenangi bahkan mengancam dengan siksa yang pedih orang-orang yang terbesit di dadanya kesombongan meski hanya sebesar dzarrah (atom). “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang ang sombong”. (An-Nahl 23)  

Dalam hadist juga  dijelaskan, dari Ibnu Mas’ud dar Nabi saw bersabda, “ Tidaklah masuk surga barang siapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan yang sebesar biji dzarrah sekalipun”. (Riwayat Muslim dan At-Tirmizi).

Sungguh, ketiga penyakit itu sangat berbahaya bagi keselamatan iman. Iman akan sehat bila hati selamat dari ketiganya. Agar terhindar dari ketiga penyakit hati tersebut sebaiknya para muslimah menjauhi segala jenis pemotretan yang berpotensi merusak harkat dan martabat muslimah itu sendiri, baik di hadapan manusia lebih-lebih di sisi Allah. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk. Aamiin. Wallahu a’lamu bish-shawab. 


Categories
Dunia Islam

Warga NU Diminta Legowo Menerima Hasil Pilkada

Setelah secara jam’iyyah PCNU Jember menyatakan sikap netral terhadap pasangan calon Bupati Jember, maka tak dapat dihindarkan bahwa warga NU menjadi terbelah. Pilkada di Jember secara serentak memang dilaksanakan bersamaan dengan kabupaten dan kota lain se-Indonesia pada 9 Desember 2015.  Bagaimanapun demikian ini menjadikan sedikit agak ada gesekan baik antar sesama warga Nahdliyyin atau dengan bukan Nahdliyyin di Kabupaten Jember.   

 “Diakui atau tidak,  warga NU menjadi terbelah. Ada yang milih no 1: H. Sugiarto dan Dwi Karyanto. Ada yang memilih no: 2, dr. Hj. Faida dan KH. A. Muqith Arif. Saya harap, warga NU legawa dengan hasil apapun Pilkada 09 Desember 2015 ini”, demikian seruan Katib Syuriyah PCNU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M. Fil.I. di Kantor Ponpes Darul Hikam Mangli Jember.

Kiai Harisudin berharap  agar apapun hasil PIlkada diterima dengan baik. “ Pilihan boleh beda, namun mari kita jaga ukhuwah Nahdliyah. Dan kita berdoa’, semoga calon terpilih dapat amanah. Kita sebagai warga NU juga turut mengawalnya agar pemimpin ini dapat bekerja secara maksimal selama lima tahun ke depan untuk perubahan yang lebih baik”, pungkas  Kiai Muda yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut.

Demokrasi seperti dalam Pilkada ini, diakui oleh Kiai Harisudin memang memiliki beberapa kelemahan. Namun, dibanding dengan sistem yang lain, demokrasi ini jauh lebih baik, Karena itu, domokrasi sebagaiman terejawentah dalam Pilkada ini diharapkan akan terus dievaluasi sehingga menjadi lebih matang. “Jadi, jangan kita rusak demokrasi. Apa yang sudah ada, kita sempurnakan sehingga sesuai dengan harapan kita semua”, kata Kiai MN Harisudin yang juga Ketua Puan Amal Hayati PP Nuris Jember tersebut. 

(Anwari/Kontributor NU Online)     

Categories
Dunia Islam

Jaga Ukhuwah Islamiyah, Belajar pada KH. Idham Khalid dan Buya Hamka

“Kita harus jaga ukhuwah Islamiyah, yakni ukhuwah yang didasarkan pada nilai-nilai Islam”. Demikian taushiyah yang disampaikan Dr. Kiai MN. Harisudin, M. Fil. I, Katib Syuriyah PCNU Jember,  dalam rangka pengajian di Masjid al-Islah Perumahan Kebonsari d’Village, Senin, 30 Nopember 2015. Pengajian ini dihadiri tidak kurang dari 200 jama’ah majlis  taklim yang terdiri dari muslimin dan muslimat se-Kabupaten Jember.

Kiai MN. Harisudin yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember menyatakan betapa pentingnya menjaga ukhuwah yang dilandasi nilai-nilai Islam.  Sebagai misal, yang sering abai adalah persaudaraan yang dijalin atas dasar kekerabatan. “Seringkali gara-gara masalah dalam internal keluarga, kita tidak menyapa saudara kita. Kita bermusuhan dengan keluarga.  Bahkan ironisnya kita berkata ‘Tidak usah Pakai Saudara-an segala’”, tutur  Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember.

Menurut Kiai MN. Harisudin, meski Abu Lahab adalah musuh besar Islam, namun Nabi Muhammad tetap baik pada pamannya tersebut. Ketika seorang sahabat murka dan berwirid “QS. Al-Lahab” karena jengkelnya pada Abu Lahab, maka ketika Rasulullah Saw. bertemu dengan orang ini, beliau serta merta melarang orang ini untuk membenci Abu Lahab. “Bagaimanapun, Abu Lahab adalah paman saya”, sabda Nabi Saw ini menyejukkan.  Biarlah urusan QS. Al-Lahab itu urusan Abu Lahab dengan Allah Swt, kata Nabi lebih lanjut. 

Sementara, membangun ukhuwah antar ormas yang satu dengan yang lain, maka kita bisa belajar pada cara KH. Idham Chalid dan Buya Hamka menyikapi perbedaan. KH. Idham Chalid adan Ketua Umum PBNU dan Buya Hamka adalah tokoh besar dalam organisasi Muhammadiyah yang juga Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia. “Ketika dalam perjalanan haji menuju Mekah menggunakan kapal laut yang berlangsung beberapa bulan, ketika sholat subuh, KH. Idham Chalid memilih untuk tidak doa qunut karena jama’ah dibelakangnya adalah Buya Hamka. Sebaliknya, ketika jadwal Buya Hamka yang imam sholat shubuh, maka beliau memilih untuk doa qunut karena di belakangnya ada jama’ah dari NU, yakniKH. Idham Chalid”, kata Kiai MN. Harisudin yang juga penulis  buku yang berjumlah kurang lebih 25-an tersebut.  

Betapa indahnya, jika perbedaan ini disikapi dengan toleransi antar sesama. Dengan tujuan untuk mengokohkan Islam, maka  ukhuwah ini adalah pondasi yang pertama dan utama untuk menegakkan panji-panji Islam ke seantero dunia.

(Kontributor NU Online/Anwari)