Categories
Dunia Islam

Ziarah Kubur, Cara Berbakti kepada Orang Tua yang Wafat

Jember, NU Online

Pengajian Ahad (5/2) pagi di Masjid Agung al-Baitul Amin Jember, Jawa Timur, yang diasuh Kiai M. Noor Harisudin berlangsung gayeng. Tema yang diangkat berkaitan dengan ziarah kubur. Hadir tidak kurang 200 jamaah shalat shubuh, termasuk dr Rahim, suami Bupati Jember dr Faida.  

Kiai M. Noor Harisudin yang juga Katib Syuriyah PCNU Jember membacakan kitab Irsyadul Ibad, halaman 32-33, “Barangsiapa berziarah kubur pada kedua orang tuanya yang sudah meninggal atau salah satunya, maka dia akan diampuni dosanya dan dicatat padanya pahala satu kebaikan (birr)”.

Dengan demikian, lanjut  Kiai M. Noor Harisudin yang juga Pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember ini, untuk berbuat baik pada kedua orang tua setelah keduanya meninggal adalah dengan ziarah kubur pada keduanya. 

Menguatkan apa yang telah dibaca, Kiai M Noor Harisudin menjelaskan kisah seorang alim yang bermimpi bertemu dengan ahli kubur (orang-orang yang telah mati). Dalam mimpi tersebut, orang alim ini melihat orang-orang yang mati itu keluar dari kuburan dan berebut pahala.

Ada seorang ahli kubur yang tidak ikut berebut. Dalam mimpi ini, orang alim ini mendekat pada satu orang yang tidak ikut berebut sembari bertanya, “Apa yang mereka perebutkan?” Jawab ahli kubur ini, “Mereka berebut pahala yang dihadiahkan pada mereka berupa bacaan Al-Qur’an, shadaqah, dan doa.” “Mengapa kamu tidak ikut berebut?” Jawab ahli kubur, “Saya sudah cukup dengan hadiah khataman Al-Qur’an yang dibacakan anak saya di pasar fulan (menyebut sebuah pasar tertentu).

Seketika itu juga, orang alaim ini bangun. Dia lantas mencari pasar tersebut dan mencari seorang anak yang jualan kue. Ternyata, sambil jualan anak ini menggerakkan dua bibirnya sembari membaca Al-Qur’an. Ketika ditanya orang alim ini, anak ini menjawab, “Saya membaca Al-Qur’an yang saya hadiahkan pada kedua orang tua saya yang telah meninggal”. 

Kiai M Noor Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur meneruskan kisah ini. Beberapa bulan kemudian, orang alim ini bermimpi hal yang sama, bertemu dengan para ahli kubur yang berebut pahala lagi. Pahala shadaqah, bacaan Al-Qur’an dan doa. Dalam mimpi orang alim tersebut, ada hal yang aneh, seorang laki-laki ahli kubur yang kemarin tidak ikut berebut pahala (karena sudah cukup dengan kiriman bacaan Al-Qur’an anaknya), kini ikut berebut pahala. Orang alim ini akhirnya terjaga dari tidurnya. Esoknya ia kembali ke pasar tempat yang kemarin bertemu dengan seorang anak yang membacakan Al-Qur’an untuk kedua orang tuanya. Ternyata, setelah sampai di pasar yang dituju, dia tidak menemukan anak tersebut. Setelah tanya sana-sini, orang alai mini mendapat informasi bahwa anak tersebut meninggal dunia. Kiai M Noor Harisudin menjelaskan, “Kisah ini menegaskan pada kita, bahwa pahala yang dikirim pada ahli kubur itu sampai pada mereka. Dan kita bisa birrul walidain pada kedua orang tua dengan mengirimkan pahala membaca Al-Qur’an, shadaqah dan doa pada ahli kubur. Ini bentuk birrul walidain pada kedua orang tua setelah meninggal dunia”, pungkas Kiai M Noor Harisudin yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember itu mengakhiri. (Anwari/Mahbib)      

Categories
Dunia Islam

Maha Santri Darul Hikam Peroleh Ijazah Kitab Fathul Mujib

Jember – Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember menerima tamu istimewa. Ya, muallif atau pengarang Kitab Fathul Mujib al-Qarib yakni KH Afifudin Muhajir, berkenan berkunjung ke pondok tersebut usai menjadi pembicara di IAIN Jember, Jumat (2/12).

Tidak sekedar hadir di pondok yang diasuh oleh Dr Kiai MN Harisuddin, MFil I, Kiai Afifuddin, sapaan akrabnya juga memberikan ijazah kitab kepada para mahasantri di sana. 

Dalam sambutannya, Kiai Harisuddin sangat berterima kasih atas kedatangan KH. Afifudin Muhajir. “Alhamdulillah, kami sangat senang atas rawuhnya romo KH. Afifudin Muhajir,” katanya. 

Dalam pandangan dosen pascasarjana IAIN Jember tersebut, Kiai Afifuddin adalah gurunya saat di Ma’had Aly Situbondo. “Karena itu, kami mohon perkenan beliau memberi motivasi pada adik-adik mahasantri PP Darul Hikam yang rata-rata mahasiswa IAIN Jember,” katanya.

Demikian pula secara khusus, Katib Syuriah PCNU Jember ini meminta kepada Kiai Afifuddin untuk berkenan memberikan ijasah karena kitabnya dijadikan bacaan wajib di pesantren tersebut.

Kiai Afifudin yang juga Wakil Pengasuh PP Salafiyah Syafi’iyah Situbondo mendoakan agar ilmun para santri bermanfaat. “Saya berdoa semoga adaik-adik mahasantri Pesantren Darul Hikam menjadi anak-anak yang sholehah, berguna bagi agama nusa dan bangsa,” katanya. Demikian pula yang tidak kalah penting adalah mereka harus terus belajar untuk mencapai cita-cita. “Jadi apapun, semoga ilmunya berkah,” kata kiai yang dijuluki kamus Ushul Fiqh berjalan itu 

“Saya ijasahkan kitab Fathul Mujib al-Qarib kepada yang hadir semua di sini, semoga menjadi amal yang berkah dan manfaat untuk umat,” ingkapnya yang diamini hadirin. (Anwari/Saiful dari www.pwnujatim.or.id)

Categories
Dunia Islam

Resep Raih Rezeki Banyak

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU Jember Kiai M.N. Harisudin mengatakan, jika seseorang ingin permintaannya banyak dikabulkan Allah, seyogyanya dia juga melakukan perintah Allah yang banyak. 

Kiai Harisudin menceritakan seorang kaya raya yang cepat sekali membangun rumahnya di Jakarta. Dua rumahnya seharga miliaran hanya dibangun dalam tempo tidak kurang dari 10 bulan. Setelah seorang temannya bertanya, dengan amalan apa ia bisa membangun cepat rumahnya, ia menjawab ia hanya bermodal sajadah dan air wudlu. 

“’Maksudnya apa’, tanya temannya. ‘Yaitu shalat dluha dua belas raka’at,’ jawab orang kaya raya tadi. Jadi, dengan hanya modal 12 rakaat dia bisa membangun rumahnya dengan cepat. Subhanallah,” katanya pada ceramah subuh di Bank Mu’amalah Jember yang dihadiri 60 pegawai, termasuk Kepala Bank Mu’amalah Nasrullah, Sabtu (22/10). 

Dosen Pascasarjana IAIN Jember tersebut menegaskan, inilah yang disebut dalam kitab al-Hikam karya Ibnu Athailah al-Iskandari dengan “khairu ma tatlubuhi minhu huwa ma thalibuhu minka”. “Artinya, sebaik-baik apa yang kamu minta pada Allah adalah apa yang Allah tuntut pada kamu.

Jadi jika kamu minta banyak pada Allah, maka tuntutan Allah yang banyak pada kamu juga seharusnya dilakukan. “Jangan banyak minta pada Allah, tapi perintah Allah hanya sedikit di lakukan. Ya tidak imbang namanya”, lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut disambut ger para hadirin. 

Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur ini mencontohkan beberapa yang sukses dengan shalat dluha 12 rakaat. Misalnya KH Asep Saefudin Chalim, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Umah Pacet Mojokerto yang terus-terusan membangun pesantren. Menurut Kiai Harisudin, resepnya sama: dluha 12 raka’at juga. 

“Saya punya seorang karyawan. Sudah 3 tahun yang silam praktek shalat dluha 12 rakaat, dia kemarin cerita pada saya, sejak mendapat tausiyah untuk praktek shalat dluha 12 rakaat, dia praktek shalat tersebut. Hasilnya sejak saat itu sampai sekarang, tidak pernah kekurangan rizki, padahal dia sebelumnya sangat kekurangan. Bahkan dia bisa memberi uang pada orang tua dan adik-adiknya yang di pesantren”, tutur Kiai muda yang juga Pengurus Majlis Ulama Kabupaten Jember tersebut.

Karena itu, Kiai M.N. Harisudin mengingatkan, bahwa untuk memperoleh banyak dari Allah, maka harus diimbangi dengan banyak melakukan perintah Allah. Insyaallah, demikian ini akan dikabulkan Allah. (Anwari/Abdullah Alawi)         

Categories
Dunia Islam

Kiai M.N. Harisudin : Kyai Tidak Ada Yang Melakukan Penggandaan Uang

Jember, Darul Hikam

Katib Syuriyah PCNU Jember, Kiai M Noor Harisudin mengaku bersyukur atas tertangkapnya Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo oleh Polda Jawa Timur. Menurutnya, sudah sepantasnya Taat Pribadi ini ditangkap karena sudah banyak melakukan penipuan pada ribuan orang.

“Ini aneh, ada seorang dukun dianggap bisa menggandakan uang banyak, tapi ternyata tidak ada hasil penggandaannya. Saya herannya, kok masih banyak pengikutnya. Ini pakai ilmu apa?” Ujar Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut ditemui di kantor NU Jember, Jalan Imam Bonjol 41 A, Jember, Sabtu lalu.
Tentu, menurut pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember ini, ada sesuatu yang janggal. Dan, sesuatu yang janggal ini baru ditemukan sekarang. “Jadi, kalau sekarang ini baru ditemukan kasusnya, ya memang ada yang salah di Kanjeng Taat ini. Jadi, saya sangat mendukung apa yang dilakukan Polda tersebut, terutama setelah dua orang anggota mereka dibunuh karena dianggap akan membongkar kebobrokan Taat Pribadi.”

Selain itu, Kiai M.N. Harisudin juga menyorot pandangan sebagian orang kalau Kanjeng Taat seorang kiai. “Tidak benar, kalau Taat Pribadi itu seorang kiai. Seorang kiai itu mengajarkan agama Islam. Tidak ada seorang kiai yang gandakan uang. Makanya, kediaman Taat Pribadi bukan pesantren, melainkan padepokan. Sekali lagi, Taat Pribadi bukan seorang kiai,” tutur Sekjen Keluarga Alumni Ma’had Aly Situbondo tersebut. Ke depan, Kiai MN Harisudin berharap umat semakin dewasa sehingga tidak mudah dibohongi oleh siapa pun dengan modus apa pun juga. “Ini juga pelajaran bagi kita semua agar semakin ‘cerdas’ dalam menghadapi godaan materialisme dalam hidup. Kalau mau kaya, ya dengan kerja, tidak uang diberikan untuk digandakan seperti Kanjeng Taat Pribadi. Tapi, setelah kaya, juga ditasharufkan untuk kemanfaatan banyak orang. Ini yang ajaran Islam,” katanya.

(Anwari/Humas NU) 

Categories
Dunia Islam

Dukungan Sepenuh Hati untuk Sang Buah Hati

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I mendukung kebijakan Anies Baswedan, Mendikbud RI, yang mengeluarkan surat edaran kepada  aparatur sipil Negara (ASN) yang hendak mengantar anak-anak mereka pada hari pertama ajaran baru. Sebagaimana dimaklumi, Anies Baswedan mengeluarkan surat edaran tertanggal 11 Juli 2016 yang meminta Gubernur, Bupati dan Wali Kota terkait dengan  dispensasi pada ASN untuk mengantar buah hati mereka pada hari pertama pelajaran.

Demikian disampaikan Dr Kiai M.N. Harisudin, M.Fil. I di sela-sela acara Halal Bi Halal PCNU Jember yang diselenggarakan pada Kamis, 20.00 WIB sd 21.00 WIB di kediaman Prof. Babun Suharto, MM, di Condro Kaliwates Jember.

“Para orang tua mesti menyadari bahwa anak itu merupakan “aset” dunia dan akhirat kita. Oleh karena itu, sebagai orang tua, kita harus mereka jaga betul bagaimana agar aset itu bisa berfungsi maksimal. Caranya, ya harus mendukung buah hati dengan sepenuh hati”, tukas Kiai M.N. Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur.

Mendukung buah hati, lanjut Kiai MN Harisudin, salah satunya dengan mengantar anak-anak ke sekolah di hari pertama. “Menurut saya, ini seruan moral yang baik untuk orang tua, terutama yang menjadi Aparatur Sipil Negara. Dukungan pada buah hati jangan setengah hati, melainkan harus total”, pungkas Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember dan sejumlah Pasca Sarjana di Perguruan Tinggi Jawa Timur.

Menurut Kiai M.N. Harisudin, pada umumnya, sebagian orang tua karena merasa memiliki finansial yang memadai, hanya mencukupkan anaknya diantar pembantu atau sopirnya. “Ini pandangan yang keliru, karena jika orang tuanya sendiri yang mengantarkan anaknya pasti anaknya akan semakin bersemangat sekolah dan akan lebih merekatkan hubungan orang tua, anak dan juga sekolah. Sedemikian pentingnya peran orang tua dalam kesuksesan pendidikan anaknya”, ujar Dr Kiai MN Harisudin, M.Fil.I yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.

Sementara itu, Wakil Sekretaris NU, Kiai Moh. Eksan, S.Ag, menyatakan bahwa SE Mendikbud RI, tak lebih sebagai seruan moral. Tujuannya adalah ikhtiar moral pemerintah untuk merekatkan hubungan  antara orang tua, siswa dan sekolah sebagai pelaku pendidikan. “Hubungan yang sinergis mutlak diperlukan untuk menopang kesuksesan pendidikan nasional. Jadi, menurut saya dukungan finansial saja tidak cukup ”, kata Moh. Eksan yang alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Jember tersebut.

Kiai Moh. Eksan berharap orang tua harus lebih menyadari bahwa pendidikan pada dasarnya tugas dan tanggung jawab orang tua. Sedang guru dan masyarakat hanya membantu.”Namun lama kelamaan, seakan tugas dan tanggung jawab pendidikan hanya pada guru. Orang tua hanya membantu. Ini menurut saya tidak benar”, tukas Moh. Eksan yang juga Pengasuh Ponpes NURIS II Mangli Jember tersebut.

(Anwari/Kontributor NU Online)     

Categories
Dunia Islam

Sahur Keliling di Unej, Ibu Shinta Tekankan Keanekaragaman

Jember, NU Online.

Ibu Shinta kembali menekankan pentingnya menghargai keanekaragaman di Indonesia. Karena, bagi istri alm Gus Dur ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia, memang dibangun atas dasar keanekaragaman tersebut.  Di tengah kecenderungan rasa benci antara sesama anak bangsa karena berbagai perbedaan, maka sikap ini, menurut Ibu Shinta perlu dihadirkan kembali di tengah-tengah masyarakat Indonesia.  Demikian disampaikan Ibu Nyai Shinta Nuriyah Wahid dalam acara Sahur Keliling di Gedung Kauje Universitas Jember, Rabu, 29 Juni  Dini hari 03.00-04.00 Wib.

Acara ini dihadiri tak kurang dari 400 peserta yang terdiri dari kaum dluafa, faqir, miskin, dan civitas akademika Unej. Rektor Universitas Jember, Drs. Moh. Hasan, Ph.D, Dr. Kiai MN Harisudin, M.Fil.I (Ketua Puan Amal Hayati Jember dan Katib Syuriyah PCNU Jember), KH Misrawi (Wakil Ketua PCNU Jember) dan segenap Pembantu Rektor dan Dekan di lingkungan Universitas Jember hadir pada kesempatan tersebut. Sahur keliling ini juga dimeriahkan dengan Group Samrah Darmawanita Unej dan Hadrah Sholawat NU.   

Dalam tausiyahnya, Ibu Shinta menyinggung perkembangan agama Bahai yang mulai diterima secara resmi di Indonesia. “Mungkin bapak-bapak, ibu-ibu, adik-adik, sudah tahu kalau agama Bahai sudah diterima di Indonesia. Kalau belum tahu, nanti saya beri tahu”, jelas beliau sambil bercanda. Intinya, agama Bahai laiknya agama yang lain yang mengajarkan kebaikan pada umat manusia. Agama Bahai, lanjut Ibu Shinta, juga sudah puluhan tahun hidup dan berada di Indonesia.  

Ibu Shinta juga menjelaskan pengalaman sahur keliling yang dilakukan selama ini. Jika  bersama tukang becak, Ibu Shinta sahur degan mereka di alon-alon. Jika bersama dengan bakul-bakul Pasar, ibu Shinta sahur di Pasar. Demikian juga, jika dengan pemulung, ibu Shinta sahur di bawah kolong jembatan. “Ini semua akan terus memantik empati kita untuk berpihak pada para dluafa yang selama ini tidak tersentuh oleh banyak pihak”, tukas bu Nyai Shinta Nuriyah Wahid yang juga Ketua Umum Puan Amal Hayati Pusat.

Sementara itu, sebagai tuan rumah, Rektor Unej, Drs. Moh Hasan, Ph.D, sangat bersyukur atas kedatangan Ibu Shinta Nuriyah Wahid. “Pertama kami mohon maaf karena banyak mahasiswa yang sudah pulang. Sehingga tidak bisa maksimal. Selanjutnya. kami juga minta taushiyah dari Ibu Nyai Shinta untuk kami-kami agar lebih berkualitas hidup kita”, tukas Moh. Hasan, Ph.D yang juga pengurus A’wan Syuriyah PCNU Jember.

(Anwari/Kontributor NU Online)         

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU: Memodifikasi Tradisi yang Buruk

Jember, NU Online.

Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Tidak heran, jika Islam bisa diterima diseluruh dunia. Bukti bentuk Islam yang seperti ini, adat atau tradisi yang berkembang di luar negara Arab, tempat dimana Islam tumbuh dan berkembang, tidak dimusnahkan, tetapi tetap diberi tempat. Dengan satu catatan, adat atau tradisi ini tidak bertentangan dengan Islam. Demikian ceramah subuh Dr Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, Katib Syuriyah PCNU Jember, di masjid al-Muhajirin, Sumbersari Jember, Kamis, 24 Juni 2016. Tak kurang, 300 jama’ah menyimak ceramah kiai muda yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.

“Karena itu, dalam Islam, dikenal ada dua ‘urf atau tradisi. Yaitu ‘urf shahih dan ‘urf fasid. Urf  Shahih adalah tradisi yang tidak bertentangan dengan syari’at bahkan sesuai dengan syari’at. Sementara, urf fasid adalah tradisi yang bertentangan dengan Islam. Dengan demikian, kalau kita mau mengukur adat atau tradisi di suatu tempat, ya tinggal melihat apakah shahih atau fasid. Shahih karena mengandung kebaikan-kebaikan yang dianjurkan agama misalnya di dalamnya ada dzikir, sholawat Nabi Saw, bersedekah, ceramah agama dan sebagainya. Fasid karena didalamnya ada unsur ikhtilat (percampuran) laki dan perempuan, kesyirikan, buka aurat, judi, dan sebagainya”, tukas pengasuh Ponpes Darul Hikam yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut.

Oleh karena itu, lanjut Kiai M.N. Harisudin yang juga Ketua PUAN Amal Hayati PP Nuris Jember ini, kita tidak bisa menyalahkan sebuah tradisi karena tradisi itu dianggap tidak ada di masa Nabi Saw. “Karena tidak semua yang tidak ada di masa Nabi Saw. itu berarti dilarang. Itu pemahaman yang salah. Jadi, dalam konteks ‘urf, harus dilihat terlebih dahulu, apakah itu ‘urf shahih ataukah ‘urf fasid. Kalau pun toh fasid, maka itu harus kita modifikasi bagaimana caranya menjadi ‘urf yang shahih. Kalau sudah tidak bisa dimodifikasi, ya baru diamputasi secara total dalam kehidupan alias dimusnahkan”, jelas Sekretaris YPNU Universitas Islam Jember yang juga Pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember.

Menurut Kiai M.N. Harisudin, cara-cara Walisongo dulu menjadi teladan strategi jitu dalam mengislamkan orang Indonesia dengan mempertimbangkan ‘urf yang ada. “Kita lihat, Sunan Kudus dulu melarang menyembelih sapi karena mempertimbangkan tradisi orang Hindu yang melarang menyembelih sapi. Dengan cara demikian, dakwah Sunan Kudus lebih mudah diterima. Kalau sekarang kita datang ke kota Kudus, kita tidak akan menjumpai soto daging sapi, tapi soto daging kerbau”, kata Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember tersebut disambut geer jama’ah pengajian.     

(Anwari/Humas NU).       

Categories
Dunia Islam

Puasa Mestinya Tidak Lebih Konsumtif

Jember, NU Online

Semakin maraknya kegiatan buka bersama di sejumlah rumah makan dan restoran di Jember sesungguhnya patut disyukuri. Karena bulan Ramadlan ternyata mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Namun, jika berlebih-lebihah, justru sangat tidak sesuai dengan tujuan puasa itu sendiri. Karena tujuan puasa sesungguhnya adalah mengendalikan nafsu manusia yang terwujud dalam kesenangan makan, minum dan senggama. Demikian disampaikan Katib Syuriyah NU Jember, Dr Kiai M.N Harisudin, M. Fil. I, di ceramah ba’da Tarawih Masjid Quba Gebang Jember, Ahad , 18 Juni 2016. Tidak kurang 300 orang hadir memenuhi masjid yang berada di depan MAN 2 Jember tersebut.

“Tujuan puasa itu, menurut Yusuf Qardlawi dalam kitab Fiqhus Shiyam, adalah menghancurkan syahwat dan mengubah nafsu amarah menjadi nafsu muthmainnah. Jadi, sangat lucu, kalau dengan dengan puasa justru semakin bertambah menjadi-jadi nafsunya. Kalau waktu berbuka semakin bernafsu laiknya hewan yang beringas, ini tentunya ada yang keliru dalam puasanya. Oleh karena itu, mari kita benahi puasa kita”, lanjut Pengasuh Ponpes Darul Hikam yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut.

Lebih lanjut, kata Kiai MN. Harisudin, menawarkan ajakan al-Ghazali untuk menyedikitkan makan waktu malam hari puasa. “ Pesan al-Ghazali dalam kitab Bidayah jelas. Fala tastaktsir, jangan banyak makannya. Sehingga porsi makan waktu puasa dengan tidak puasa ini sesungguhnya sama saja. Lalu, apa artinya puasanya jika makannya justru sama atau bahkan lebih banyak dari biasanya ! Ini berarti puasa orang ini seperti yang dikritik Rasulullah Saw. bahwa banyak yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember.

Di tempat yang berbeda, Masjid Agung al-Baitul Amin Jember, di hari yang sama, Dr. KH. Abdullah Samsul Arifin, Ketua PCNU Jember, menyampaikan ide yang sejenis  di hadapan jama’ah yang berjubel sekitar 500 orang. Bahwa puasa pada hakekatnya mengajarkan kesederhanaan. “ Kita bisa mencontoh Rasulullah Saw. meski dalam kapasitas kita yang masih tidak ada apa-apanya. Beliau kalau berbuka, hanya pakai air putih dan kurma. Ini sesungguhnya contoh kesederhanaan yang bisa kita tiru”, kata Gus Aab, panggilan Kiai Abdullah SA, yang juga Ketua YPNU Universitas Islam Jember tersebut. 

Oleh karena itu, kesederhanaan inilah yang mesti ditiru umat Islam. Dengan kesederhanaan pula, lanjut Dr KH. Abdullah Samsul Arifin, MHI, orang lain tidak akan iri hati. “ Orang kaya jika menampakkan kekayaan di hadapan umum dan ia tidak bisa mengendalikan diri, maka demikian ini suatu saat akan menimbulkan kecemburuan yang berujung pada kejahatan. Karena itu, inilah sesungguhnya salah satu hikmah puasa: hidup penuh kesederhanaan”, tukas KH. Abdullah Samsul Arifin yang juga Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Jember.

(Anwari/Kontributor NU Online)  

Categories
Dunia Islam

Katib Syuriyah NU: Tidak Ada Alasan Tidak Berpuasa

Jember, NU Online.

Katib Syuriyah PCNU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, menyatakan bahwa tidak alasan bagi orang Islam untuk tidak berpuasa. Semua orang Islam yang sudah baligh dan berakal, tanpa kecuali, dipandang sudah tahu hukum Islam terkait puasa. Oleh karena itu, jika ia tidak berpuasa Ramadlan dengan alasan tidak tahu, hal yang demikian itu tidak diperkenankan. Demikian disampaikan Dr. Kiai M.N. Harisudin, M.Fil.I dalam pengajian Subuh di Masjid Agung Al-Baitul Amien Kabupaten Jember, Senin, 13 Juni 2016. Tak kurang, lebih dari 150 jama’ah masjid yang menghadiri majlis ta’lim tersebut.

“Seperti orang naik mobil, dia memaksa terus berjalan ketika lampu merah kemudian dia ditangkap polisi. Orang yang melanggar ini lalu mengatakan bahwa ia tidak tahu kalau lampu merah harus berhenti. Tentu, polisi ini tidak mau tahu dengan alasan tersebut. Orang yang melanggar ini tetap ditilang. Nah, demikian juga dengan orang Islam. Dia tidak boleh beralasan, ‘maaf saya tidak tahu kalau zina itu haram. Saya tidak tahu kalau puasa itu wajib. Demikian seterusnya”, kata Kiai M.N. Harisudin yang juga Kepala Prodi Hukum Pidana Islam-Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah IAIN Jember.

Dalam Islam, menurut Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember ini, hanya ada dua orang yang ditoleransi yang disebut dengan jahil ma’dzur. Pertama, orang yang baru masuk Islam. Kedua, orang yang jauh dari ulama. “Jika dua orang ini beralasan, maka masih ditoleransi dalam Islam. Karena memang keadaan mereka berdua memang layak dimaafkan”, tukas kiai muda yang juga Sekretaris YPNU Universitas Islam Jember tersebut.

Lebih lanjut, Kiai M.N. Harisudin menyebut ada sejumlah udzur yang menyebabkan orang tidak berdosa ketika meninggalkan puasa. “Mereka adalah orang yang haid, nifas, orang musafir, orang yang sakit, orang yang lanjut usia, orang yang hamil dan orang yang menyusui. Kalau mereka tidak puasa, dimaafkan. Bahkan ada yang haram berpuasa yaitu orang yang haid dan nifas. “, tukas penulis banyak buku yang juga Ketua Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember tersebut.

(Anwari/Kontributor NU Online)

Categories
Dunia Islam

Menyiapkan Generasi Qur’ani

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, menyatakan pentingnya generasi qur’ani di tengah-tengah masyarakat. Demikian disampaikan oleh Kiai M.N. Harisudin di hadapan peserta Haflatul Imtihan, TPQ al-Hamid Tanggul Wetan Jember, Sabtu, 28 Mei 2016 tepatnya malam ahad jam 21.00 Wib. Hadir dalam kesempatan itu, Habib Hadi (Wakil Rois Syuriyah MWC NU Tanggul), Ust. Muhammad Maki (Wakil Ketua Tanfidziyah MWCNU Tanggul), jajaran Muspika, dan pengasuh TPQ al-Hamid, Ustadz H. Muhammad Saturi.  Tak kurang 300 orang hadir dalam pengajian akbar tersebut. Sementara, peserta didik TPQ ini mencapai 200 anak.

Menurut kiai muda yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember tersebut, umat Islam perlu menyiapkan generasi qur’ani, yaitu generasi anak-anak yang mencintai al-Qur’an. “ Kita ini diperintahkan untuk mendidik anak-anak kita dengan membaca al-Qur’an (tilawatul qur’an). Membaca al-Qur’an ini akan lebih cepat dilakukan jika anak-anak sudah mencintai al-Qur’an. Karena kita dukung syiar Islam dalam bentuk apapun agar anak-anak kita menjadi senang dan cinta pada kitab suci al-Qur’an ini”.

Kiai MN Harisudin juga menekankan bahwa anak-anak yang bisa membaca al-Qur’an ini akan menjadi aset seorang muslim. “ Anak-anak ini adalah aset kita. Nanti kelak di hari kiamat, anak-anak ini akan menyelamatkan orang tuanya jika orangtuanya berada di neraka. Maka, kita sebagai orang tua, jangan pernah berhitung dengan pengeluaran untuk mendidik agama anak-anak tersebut. Jangan sampai modal untuk sekolah umum lebih mahal daripada modal untuk pendidikan agama anak”, tukas Kiai MN Harisudin yang juga Wakil Ketua PW LTN NU Jawa Timur tersebut.

Lebih lanjut, Kiai MN Harisudin juga memotivasi anak-anak TPQ al-Hamid untuk terus belajar agama.”Anak-anak kita harus dididik lebih tinggi. Jangan kalau sudah selesai belajar al-Qur’an terus berhenti, tapi harus ditindak lanjuti dengan belajar agama Islam yang lain. Membaca al-Qur’an harus diteruskan belajar ilmu tafsir, ilmu asbabun nuzul, ilmu balaghah, ilmu bayan, dan sebagainya. Karena itu, aak-anak kita ini harus terus belajar. Syukur-syukur diteruskan ke pondok pesantren ”, kata Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember ini mengakhiri ceramahnya.

(Kontributor NU Online/Anwari)