Categories
Artikel Kegiatan Berita

Menemukan Makna Islam dan Hijab di Negara Paman Sam

(Wawancara Eklusif dengan Prof. Lailatul Fitriyah, Ph. D. Profesor Muda di Claremont School of Theology, Los Angeles, USA, dan Visiting Professor, University of Toronto, Canada)

Media Center Darul Hikam – Melanjutkan pendidikan ke luar negeri merupakan impian setiap orang. Terlebih kuliah di negara yang memiliki sistem pendidikan yang sangat maju dan telah melahirkan banyak cendekiawan di seluruh dunia.

Prof. Lailatul Fitriyah, Ph.D. ialah sosok muslimah dari Kota Jember Jawa Timur yang berhasil menempuh pendidikan S2 dan S3 di luar negeri, tepatnya di Universitas Notre Dame, yaitu salah satu perguruan tinggi katolik roma terkemuka yang terletak di Indiana Amerika Serikat. Saat ini, Prof Laili menjadi Asistant Profesor Claremont School of Theology, Los Angeles, USA, dan Visiting Profesor, Universitas of Toronto Canada. Selain itu, ia ingin berusaha mengubah pandangan masyarakat luas bahwa muslimah juga mampu menjadi sosok perempuan yang berprestasi dan berdaya setara dengan laki-laki untuk membangun peradaban.

Apa ketertarikan Prof Laili memilih negara Amerika sebagai negara tujuan untuk studi S2 ?

Tentu ada banyak pertimbangan, saya mengambil keputusan untuk kuliah di Amerika karena menurut saya, Amerika adalah negara yang konsisten mengamalkan teori politik dengan baik, lain halnya dengan Paris atau Perancis yang hanya bergulat menciptakan teori politik saja. Jadi, ke Amerika karena memang di sana terdapat kampus yang memiliki prodi hubungan internasional yang bagus.

Bagaimana bisa menemukan makna dan nilai Islam di Amerika?

Dalam menemukan makna dan nilai keislaman, saya berusaha menguak pertanyaan yang selama ini ada di dalam diri saya terkait alasan perlunya berhijab. Karena selama ini, ia merasa berhijab adalah perintah dari orang tua dan dilarang oleh Allah. Saya belum menemukan makna atau hakikat dari hijab itu sendiri.

Saya temukan jawabannya itu ketika di Amerika. Karena Amerika adalah negara yang cukup rasis. Mereka menilai seseorang dari luar/fisiknya, misalnya kulit hitam dan kulit putih, termasuk muslimah yang berhijab.  

Menurut saya, setiap orang memiliki pertanyaan sendiri, dimana ia harus berjuang untuk mendapatkan jawabannya menurut pengalaman dan ilmu yang didapatkan. In sya Allah, ihdinash shirotol Mustaqim. Allah akan memberikan petunjuk dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hamba-hambanya dengan sebaik-baiknya petunjuk. Keimanan dalam diri setiap orang perlu diuji. Bahkan dalam Alquran terdapat perintah pertama adalah iqra. Perintah disini bukan hanya membaca teks, namun juga merenungi fenomena yang terjadi sebagai bahan belajar dan pembelajaran.

Mengapa di Pesantren yang kental dengan ajaran Islam, Prof Laili merasa bahwa hijab itu masih dipaksakan. Justru di negara yang minoritas Muslim ingin selalu memakai hijab?

Ini adalah kritik bagi kita para pengajar islam seperti misalnya kiai, bu nyai, ustadz dan ustadzah bahwa mengajar agama itu tidak bisa dipaksakan. Disiplin itu salah satu bagian dari agama seperti sholat 5 waktu tapi ada hal hal yang memang tidak bisa dipaksakan. Seperti, mengapa aku harus sholat? mengapa harus berhijab? dan mengapa harus berpuasa? Orang itu harus mencari tahu sendiri mengapa dia harus melakukan itu. Saya sejak kecil sudah didisiplinkan oleh abah saya untuk memakai hijab sejak 5 tahun. Sampai saya di pondok pun masih belum ketemu jawabannya.

Akhirnya, saya melahirkan asumsi bahwa jangan menyalahkan pertanyaannya karena itu adalah tantangan kita untuk menemukan jawabannya. Bukankah dalam wahyu pertama, Allah memerintahkan kita untuk membaca, bukan hanya teks tetapi juga fenomena dan renungan alam semesta yang holistik.

Maka, justru saya menemukan jawaban itu ketika berada di Amerika, tempat dimana saya menjadi mahasiswi Muslim satu satunya di semua jurusan, karena universitas saya kan katolik. Waktu S3, saya itu merupakan mahasiswi Muslim pertama yang menjadi mahasiswa di Departemen Teologi, mereka tidak pernah menerima mahasiswa muslim seperti saya.

Jadi saya menemukan jawabannya, yaitu saya harus menggunakan hijab, karena di lingkungan masyarakat yang rasis itu, mereka harus melihat keimaman saya secara umum. Kalau saya tidak berhijab, orang Amerika tidak akan pernah tahu saya Muslim. Tapi kalau saya berhijab, identitas kemusliman saya itu terpampang secara umum. Orang bisa melihat bahwa saya harus memakai ini karena saya harus merepresentasikan nilai Islam dalam kehidupan saya, membuat orang itu bisa melihat bahwa ada perempuan Muslim yang bisa S3, bisa bahasa Perancis dan Italia. Perempuan Muslim yang bisa menjadi ilmuwan selevel dengan ilmuwan lainnya di Amerika

Apakah Prof Laili pernah merasakan takut dengan adagium yang mengatakan bahwa wanita yang berpendidikan dan berkarir tinggi akan sulit didekati oleh laki laki?

Kalau menurut saya, ada laki-laki yang takut dengan wanita yang berpendidikan tinggi berarti laki-laki itu tidak berhak untuk menikahi perempuan itu. Jodoh saya adalah laki-laki yang tidak takut dengan saya, cara berpikir saya, dengan apa yang harus saya lakukan dan alhamdulillah sekarang suami saya seperti itu. Dia orang Pakistan Canada, dan dia secara level pendidikan lebih rendah, dia S2 saya S3, tapi dia sama sekali tidak takut dan dia mendukung karir saya.

Maka bagi wanita, jangan takut untuk melanjutkan pendidikan dan berjuang pada karir yang diimpikan. Sebab kita berhak menjadi yang terbaik dan tentu memilih yang terbaik.

Reporter: Siti Junita & Erni Fitriani

Editor: M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita Sains

Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Lepas Ratusan Mahasiswa PKL ke Berbagai Instansi

Jember, nusanta.co.id

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember kembali melepas mahasiswanya dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stadion Kampus Imam Nahrawi  pada Senin, (3/10/22).

Sebelumnya, Fakultas Syariah dalam mempersiapkan mahasiswa PKL telah mengadakan Program ‘Tilik Desa’, merupakan program kerja sama antara pihak Fakultas Syariah dengan Pengadilan Negeri Jember. Program ini bertujuan agar mahasiswa sebelum PKL sudah merasakan pengabdian di masyarakat dengan melayani dan mensosialisasikan gugatan secara online tanpa harus pergi ke pengadilan. Dalam kegiatan tersebut, para mahasiswa bertugas sebagai seorang konsultan hukum.

Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M., Dekan Fakultas Syariah, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil. I,. serta segenap pimpinan Fakultas Syariah beserta jajaran turut hadir dalam memeriahkan acara tersebut.  

Demi menyukseskan kegiatan ini, Fakultas Syariah telah menjalin kerja sama dengan beberapa instansi terkait diantaranya, Pengandilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan TUN Surabaya, KPPU Kanwil IV Surabaya, Pemprov Jatim, Kantor Imigrasi Jember, Kantor Notaris, MUI Jawa Timur, KPU Jember, DPRD, Kantor Advokat, Kantor Pertanahan, dan Ombudsman Jatim.

Badrut Tamam, SH, MH. sebagai Ketua Panitia menyampaikan rasa syukur karena acara berjalan dengan lancar.

“Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Tahun ini alhamdulillah dapat tempat di stadion kampus sehingga acara kami kemas dengan pelepasan balon secara simbolis oleh Bapak Rektor,” ujar Badrut Tamam sebagai Ketua Panitia

Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM. dalam kesempatan yang sama menyampaikan kepada mahasiswa agar selalu aktif dan inovatif dalam segala kegiatan.

“Kegiatan PKL harus bisa dimanfaatkan mahasiswa dengan baik. Jadikan PKL ini sebagai ajang memberikan jawaban atas masalah yang ada di masyarakat menjadi tanda bentuk kualitas Kampus UIN KHAS Jember sebagai perguruan tinggi yang mempunyai kader intelektual yang unggul,” ujar Prof. Babun.

Dekan Fakultas Syariah, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. mengatakan kegiatan pelepasan ini merupakan upacara formal sebagai bentuk penghargaan kepada mahasiswa yang akan melaksanakan tugas magang di tempat yang sudah ditentukan.

“Saya harap mahasiswa bisa serius belajar, karena berbeda antara ilmu di kelas dan di masyarakat. Program PKL ini juga diharapkan bisa menjadi inspirasi mahasiswa dalam menyusun penelitian dan relasi pun terjalin,“ ujar Prof. Haris yang juga Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).

Prof. Haris (sapaan akrabnya) turut memaparkan, persiapan untuk program PKL pun telah dilakukan sejak bulan Agustus lalu. Sebelum program ini terlaksana, Fakultas juga telah menjalin kerja sama dengan Pengadilan Negeri Jember dalam bentuk Program Tilik Desa sehingga mahasiswa memiliki ilmu baru tentang tata cara pendaftaran perkara online di Pengadilan Negeri Jember. PKL dilaksanakan pada 3 Oktober hingga 25 November 2022.

Pelepasan tersebut diikuti oleh kurang lebih 483 mahasiswa yang akan tersebar di 57 instansi di Jawa Timur.

Reporter: Lutvi Hendrawan

Editor: Erni Fitriani