Categories
Berita

Guru Besar UIN KHAS Jember Apresiasi Pemakaman Muslim di Jepang

Hiroshima, 9 Maret 2025

Guru Besar UIN KHAS Jember  yang juga Direktur Womester, Prof. Dr. HM. Noor Hari sudin, S. Ag, SH, M.Fil.I, CLA, CWC apresiasi pemakaman Muslim Jepang. Prof. Haris mengapresiasi pemakaman Muslim karena pada umumnya pemakaman muslim sangat sulit di negara minoritas Muslim, termasuk Jepang.

Pernyataan Prof Haris disampaikan dalam Pengajian Dialogis yang diselenggarakan di Masjid Mihara Hiroshima Jepang (9/3/2025).

 ” Di Jepang umumnya pemakaman muslim sulit. Apalagi ada pandangan kalau penguburan mayat akan mencemari tanah dan lingkungan. Tapi alhamdulillah, saya mendengar sudah ada beberapa pemakaman muslim, diantaranya di Hongo Hiroshima, Honju Saitama dan juga di Ibaraki “, ujar Prof Harisudin yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur. 

Padahal, lanjut Prof Haris, di negara minoritas muslim, sesungguhnya diaspora muslim Jepang sudah diberikan rukhsah (dispensasi) untuk dikubur bersama non-Muslim.

” Dalam Fikih Aqalliyat, muslim yang seharusnya dikubur bersama muslim lain, boleh dikubur bersama non-Muslim jika kesulitan mendapatkan pemakaman muslim”, tukas Pengasuh PP Darul Hikam Mangli Jember tersebut.

Fikih Aqalliyat adalah hukum fikih yang berhubungan dengan muslim yang tinggal di negeri-negeri minoritas muslim.

“Jepang, Taiwan, Cina, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Rusia, Belanda, Jerman, Amerika Serikat adalah negara-negara dengan penduduk minoritas muslim”, jelas penulis buku Fikih Aqalliyat terbitan Pustaka Compas Jakarta tersebut.

Ke depan, Prof Haris mengatakan bahwa Fikih Minoritas akan menjadi isu Human Rights (Hak Asasi Manusia).

“Ke depan ini akan menjadi isu human Rights. Pemerintah di negara minoritas muslim  harus mengakomodir kebutuhan beragama masyarakatnya, khususnya umat Islam”, tukas Dai Internasional Lima Benua tersebut.

Negara-negara maju selama ini mengklaim telah mengatur manusia dengan baik. Nah sudah saatnya, mereka juga peduli terhadap kebutuhan muslim.

“Makanya ke depan bisa jadi sudah tidak ada Fikih Aqalliyat lagi. Karena semua negara telah memfasilitasi kebutuhan umat Islam di negara masing-masing”, ujar Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.

Oleh karenanya, isu Fikih Minoritas harus diperjuangkan dalam negara-negara maju tersebut.

Acara pengajian berlangsung seru dengan berbagai pertanyaan. Acara yang dimulai jam 16.00-18.00 waktu Jepang ini dihadiri H. Tirmidzi (Direktur Masjid Mihara), Septian Adi Wibowo (Ketua MWCI NU Hiroshima), Riki Have  Nugroho (Wakil Ketua) dan Ira Hestiani (Bendahara).

Selain itu hadir pula Bariq Ghazala (Ketua KMIH Jepang), Duhaul Biqal (Ketua PPIH), Ir. M Muntaha,ST,.IP (Ketua Lazisnu PCI NU Jepang) serta hampir seratus lebih jama’ah dari kota Mihara dan sekitarnya.

Reporter: M. Irwan Zamroni Ali

Editor: Siti Junita

Categories
Berita

Masjid Menjamur di Jepang, Prof. Haris Dorong Masyarakat Gunakan Wakaf Produktif

Nagano, 9 Maret 2025

“Berkembangnya Islam dengan kemunculan berbagai masjid di banyak kota dan prefektur di Jepang patut disyukuri. Untuk pembiayaan, bisa menggunakan skema wakaf produktif”.

Demikian disampaikan Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S. Ag, SH, M.Fil.I, CLA, CWC di Masjid Indonesia Ueda Prefektur Nagano pada Tabligh Akbar, 8 Maret 2025. Masjid iini rencananya diresmikan Dubes RI di Jepang, Heri Akhmadi, pada tanggal 16 Maret 2025.

Prof. Haris mengaku senang dengan banyaknya Masjid di Jepang dalam lima tahun terakhir. Karena banyaknya masjid ini menunjukkan bagaimana geliat perkembangan Islam di bumi Sakura tersebut.

“Tinggal bagaimana memakmurkannya. Allah SWT berfirman: Hanya saja orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang yang beriman pada Allah dan hari akhir, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan hanya takut pada Allah SWT”, ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

Warga muslim di Ueda Nagano dan sekitarnya, kata Prof Haris, diharapkan dapat memakmurkan masjid dengan berbagai kegiatan. Di samping itu, jamaah masjid juga dapat berperan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tentu tetap dalam koordinasi Dewan Kemakmuran Masjid Indonesia Ueda Nagano.

“Muslim yang banyak uang monggo donasikan uangnya. Muslim yang punya tenaga silahkan berikan tenaganya. Muslim yang bisa masak silahkan bantu masaknya. Muslim yang bisa bersih-bersih, silahkan bersih-bersih dan begitu seterusnya”, kata Prof Haris yang juga Direktur Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam Jember.

Pada sisi lain, Prof. Haris juga mendorong DKM memanfaatkan masjid agar difungsikan sebagaimana mestinya.

“Kalau disebut masjid, maka berlaku hukum masjid. Bisa digunakan itikaf, perempuan haid dilarang masuk, pahala sholat di masjid, dan sebagainya. Kalau rumah atau mushola disebut bukan masjid  sehingga tidak bisa itikaf”, ujar Prof. Haris yang juga Pengasuh PP Darul Hikam Mangli Jember.

Lebih jauh, Prof. Haris mendorong agar Dewan Kemakmuran Masjid  bisa menggunakan wakaf untuk kegiatan di masjid.

“Untuk pembelian lahan masjid, pembangunan dan pengembangan masjid, sebaiknya pakai wakaf. Karena wakaf itu produktif. Beda dengan zakat dan infak yang bersifat konsumtif”, ujar Prof. Haris yang juga dikenal dengan Dai Internasional lima benua tersebut.

Sebelumnya Prof Haris menjelaskan tentang zakat sebagai ibadah yang wajib bagi muslim. Sebagai seorang Muslim, lanjut Prof. Haris, selain menjalankan puasa di bulan Ramadhan, seorang Muslim juga diwajibkan menunaikan zakat fitrah dan zakat mal.

” Jika zakat fitrah wajib untuk semua orang Muslim yang pada malam Id ada kecukupan makan untuk dirinya dan keluarganya, maka zakat mal hanya tertentu pada muslim yang hartanya mencapai satu nishab. Kalau zakat mal tertentu pada orang kaya”, ujar Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur tersebut.

Hadir pada kesempatan itu 150 lebih jamaah Masjid Indonesia Ueda. Selain dihadiri Katib  Syuriyah MWCI NU Nagano, Ust. Bambang Hari Yunanto, hadir juga Ketua Tanfidziyah Ust. Jimmy Ibrahim Ramadhan dan Ketua Dewan Kemakmuran Masjid, Ust. Ariestya Kurnia.

Acara Tablig Akbar berlangsung seru mulai jam 8.30 hingga jam 10 malam waktu Jepang setelah sholat Isya dan tarawih. Para jamaah juga banyak bertanya. Sebelum tabligh akbar, jamaah disuguhi buka bersama dengan menu masakan Nusantara yang mengundang selera.

Reporter : M. Irwan Zamroni Ali

Editor : Siti Junita

Categories
Berita

Prof Haris: Islam Mengintegrasikan Diaspora Indonesia menjadi Masyarakat Jepang Modern

Ibaraki Jepang, 7 Maret 2025
Saya kagum dengan PCI NU Jepang yang dipimpin oleh Kiai Achmad Ghozali, Ph.D. Demikian disampaikan oleh Direktur World Moslem Studies Center, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag, SH, M.Fil.I, ClA, CWC di Masjid Al Ikhlas Kandatsu Ibaraki Jepang (Kamis, 6/3/2025).

PCI NU Jepang memiliki banom yang hidup seperti Muslimat, Fatayat, Ansor, Pagar Nusa dan ISNU. Sementara lembaga di bawah PCI NU juga banyak misalnya Lembaga Perekonomian, Lembaga Da’wah, Lembaga Ta’lif wan Nasyr, Lakpesdam, Lazisnu, Badan Administrasi, Mualaf Center, Lesbumi dan Lembaga Takmir Masjid. Organisasi mahasiswa ada KMNU. Tidak hanya itu, lanjut Prof Haris, yang luar biasa adalah PCI NU juga memiliki MWCI (Majlis Wakil Cabang Istemewa) NU di 15 propinsi (prefektur) di Jepang. Jepang sendiri memiliki 47 prefektur di negara sakura tersebut.

“Kalau ada banom Muslimat, Fatayat, Ansor, Pagar Nusa dan ISNU mungkin sudah banyak. Tapi kalau yang punya MWCI NU ini insyaallah PCI NU Jepang yang pertama”, tukas Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember tersebut.

Prof Haris juga mengapresiasi banyak masjid NU yang berdiri di bawah PCI NU Jepang. “Juga soal masjid yang keren di bawah PCI NU Jepang. Bahkan PCI NU juga memiliki pesantren NU at-Taqwa yang terletak di Koga Ibaraki”, jelas Prof Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

Dalam ceramah setelah tarawih itu, Prof. Haris menekankan pentingnya diaspora Indonesia untuk menyatu dalam masyarakat Jepang modern.

“Diaspora Indonesia harus berintegrasi dengan masyarakat Jepang modern. Apalagi ternyata banyak tradisi Jepang yang sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan Islam itu sendiri yang mengajarkannya”, tukas Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur tersebut.

Tradisi kebersihan misalnya. Tentu ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Saw: an nadlaafatu minal imaan. Artinya kebersihan itu sebagian dari iman. “Karena itu, niati itu melaksanakan ajaran agama Islam. Demikian juga soal kejujuran, kedisiplinan dan tidak mengganggu orang lain yang diperintahkan dalam Islam”, kata Prof Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Jember.

Dalam Islam, jelas Prof. Haris, dikenal kaidah Ats Tsaabitu bil ‘Urfi kats tsabiti bin nasshi ma lam yukhaalif syar’an. Artinya sesuatu yang ditetapkan berdasarkan tradisi sama dengan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan Nash (al-Quran dan al- Hadits).

“Namun ada catatan disitu. Maa lam yukhaalif syar’an. Selama tidak bertentangan dengan syariat. Kalau tradisi bunuh diri, minum bir, judi dan sebagainya, tentu harus dijauhi Diaspora Indonesia”, ujar Prof Haris yang juga terkenal dengan dai internasional lima benua tersebut.

Prof. Haris hadir bersama Ketua PCI NU Jepang, Kiai Achmad Gazali, Ph.D dan Petani Sukses asal Jepang, Cak Yuanas. Sementara dari DKM Masjid al Ikhlas, hadir Pak Ali, Pak Oim, Gus Ridlo dan sejumlah pengurus. Jamaah yang hadir hampir seratus orang yang memenuhi masjid. Mereka senang dan atunsias dengan acara tersebut. ***

Reporter : M. Irwan Zamroni Ali

Editor : Siti Junita

Categories
Berita Dunia Islam

Proses Rukyah Hilal di Malaysia Tetapkan Awal Ramadhan Jatuh pada 2 Maret 2025

Malaysia – Umat Islam di Malaysia dipastikan akan memulai ibadah puasa Ramadhan 1446 H pada hari Ahad, 2 Maret 2025. Keputusan ini diambil setelah proses cerapan hilal (anak bulan) pada 28 Februari 2025 tidak berhasil melihat bulan baru. Hal ini berbeda dengan umat Islam di Indonesia yang telah memulai puasa sehari lebih awal, yakni pada hari Sabtu, 1 Maret 2025.

“Berdasarkan hasil rukyah yang dilakukan di berbagai lokasi yang telah ditentukan, hilal tidak tampak pada 28 Februari 2025. Oleh karena itu, bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari dan awal Ramadhan jatuh pada 2 Maret 2025,” ujar Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja Malaysia Tan Sri Syed Danial Syed Ahmad dalam pengumumannya.

Di Malaysia, penentuan tanggal 1 Ramadhan dilakukan melalui serangkaian proses yang melibatkan otoritas agama dan astronomi. Proses pertama adalah rukyat hilal atau pencarian anak bulan yang dilakukan di berbagai lokasi strategis, seperti observatorium atau tempat tinggi yang memungkinkan pengamatan hilal.

Malaysia juga menggunakan kriteria yang telah disepakati dalam MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Kriteria ini mencakup dua faktor utama, yaitu ketinggian hilal yang harus minimal 3 derajat di atas ufuk dan elongasi atau jarak antara matahari dan bulan yang harus minimal 6,4 derajat. Jika hilal tidak memenuhi syarat, maka bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari.

“Di Malaysia tetap berpedoman pada kriteria MABIMS dalam menentukan awal Ramadhan. Jika hilal tidak memenuhi syarat, maka mereka menggenapkan bulan Syaban menjadi 30 hari,” jelas Wakil Direktur World Moslem Studies Center (Womester) Depok, KH. Moh. Romli saat menjalankan safari dakwah di Malaysia.

Setelah melalui proses rukyah, lanjut Ustad Moh Romli yang juga anggota Komisi Fatwa MUI Pusat,  jika hilal tidak dapat terlihat, maka Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja akan mengumumkan bahwa bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari.

“Dengan demikian, awal bulan Ramadhan akan dimulai pada hari berikutnya setelah Syaban mencapai 30 hari. Sebaliknya, jika hilal terlihat, maka hari pertama Ramadhan akan diumumkan. Dengan keputusan ini, umat Islam di Malaysia akan menjalankan ibadah puasa secara serentak dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Brunei, yang juga telah menetapkan awal Ramadhan pada tanggal yang sama,” tambah Moh Moh Romli yang juga Wakil Ketua PCNU kota Bogor.

Diketahui KH. Moh. Romli bersama Dr. KH. Mas`ud Ali mewakili Womester tengah menjalankan program Safari Ramadhan di berbagai daerah di Malaysia. Kegiatan tersebut bekerja sama dengan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Malaysia.

Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan sosial dan keagamaan kepada umat Islam di Malaysia, sekaligus mempererat tali persaudaraan antar sesama umat Muslim Indonesia yang berada di Malaysia.

“Safari Ramadhan ini merupakan bentuk kepedulian sosial dan dakwah bagi umat Islam di Malaysia, khususnya bagi komunitas Muslim Indonesia yang tinggal di sini,” ungkap Kyai Abd. Pari, Rais Syuriah PCI NU Malaysia.

Para Pengurus Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Malaysia, termasuk Kyai Abd. Pari, Kyai Umar, Gus Yafik, dan Pak H. Kusnan, menyambut hangat kedatangan tim dari Womester. Diharapkan pengabdian di negeri jiran ini membawa berkah dan manfaat bagi seluruh umat Islam.

“Semoga bulan Ramadhan tahun ini menjadi momentum bagi kita semua untuk meningkatkan kualitas ibadah dan mempererat ukhuwah Islamiyah,”: tambah Kyai Umar.

Bulan Ramadhan selalu menjadi waktu yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia untuk meningkatkan spiritualitas, memperbanyak ibadah, serta menumbuhkan rasa kepedulian sosial di tengah komunitas Muslim.

Kontributor : M. Irwan Zamroni Ali

Editor : Siti Junita

Categories
Berita Dunia Islam

PCI NU Malaysia Gelar Buka Puasa Bersama, Pererat Silaturahmi dan Kepedulian bagi Pekerja Migran

Semenyih, Kuala Lumpur, 3 Maret 2025 – Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Malaysia menggelar acara buka puasa bersama (Bukber) yang dihadiri oleh ratusan kader dan pengurus NU di Malaysia.

Acara ini semakin istimewa dengan kehadiran dua tamu dari World Moslem Studies Center (Womester) Indonesia, KH Moh. Romli dan Dr. KH Mas’ud. Kegiatan yang berlangsung di Kantor PCI NU di Semenyih, Kuala Lumpur, ini tidak hanya menjadi ajang berbuka puasa bersama, tetapi juga momentum mempererat persaudaraan serta memperkuat peran NU dalam mendukung Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.

Dalam suasana penuh kehangatan, mereka berbagi pengalaman dan berdiskusi tentang tantangan yang dihadapi PMI serta bagaimana NU dapat menjadi solusi dalam berbagai aspek, baik agama, sosial, maupun ekonomi. Acara ini juga dihadiri dari ratusan peserta yang terdiri dari jajaran Mutasyar, Syuriah, Tanfidziyah, MWC, Ranting, dan Banom.

“Buka bersama seperti ini menjadi momen penting bagi kita untuk terus menjaga silaturahmi, berbagi pengalaman, dan menguatkan semangat dalam memperjuangkan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah di Malaysia. Selain itu, NU harus hadir sebagai solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh Pekerja Migran Indonesia,” ujar KH Moh. Romli yang juga anggota Komisi Fatwa MUI Pusat dan Wakil Ketua PCNU Kota Bogor.

KH Moh. Romli menegaskan bahwa kehadiran NU di Malaysia tidak hanya menjadi wadah ibadah, tetapi juga sebagai penjaga moral dan sosial bagi para PMI. Ia mengutip salah satu hadis Nabi Muhammad SAW:

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menyambung silaturahmi.” (H.R. Bukhari)

Banyak PMI yang awalnya datang ke Malaysia hanya untuk bekerja dan mencari penghidupan lebih baik, tetapi kemudian menemukan panggilan baru sebagai bagian dari perjuangan NU di tanah rantau.
“Ini luar biasa. Di tengah kesibukan mencari nafkah, mereka masih mau mengurus NU dan ikut serta dalam kegiatan sosial serta keagamaan,” tambahnya.

Selain tausiyah agama, acara ini juga diisi dengan diskusi santai mengenai perkembangan terbaru program-program PCI NU Malaysia. Para kader didorong untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial dan dakwah yang diselenggarakan selama bulan suci Ramadan 1446 H, termasuk program bantuan bagi sesama PMI yang membutuhkan.

Suasana kebersamaan semakin terasa dengan kehadiran berbagai hidangan khas Nusantara, seperti bakwan, kolak, sate, dan takjil yang menggugah selera. Acara ini menjadi bukti bahwa PCI NU Malaysia tidak hanya berperan sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga sebagai wadah kebersamaan yang mampu menginspirasi, membina, dan menggerakkan kader-kadernya untuk menebarkan kebaikan di tanah rantau.

Kontributor : Wildan Rofikil Anwar

Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita Dunia Islam

Prof. Haris: Sama dengan Tradisi Jepang, Islam Ajarkan Muslim Tak Ganggu Orang Lain

Ibaraki, 3 Maret 2025

Islam sangat support dengan tradisi di Jepang. Salah satunya, ajaran Islam tidak mengganggu orang lain. Demikian disampaikan Direktur World Moslem Studies Center, Prof. Dr. KH. M Noor Harisudin di Depan puluhan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Merah Putih, 3 Maret 2025. Prof Haris jadi bersama Ketua PCI NU Jepang, Kiai Ahmad Ghazali, Ph.D.

Kalau di Jepang, orang tidak boleh mengganggu orang lain, maka Islam juga mengajarkan hal yang sama.

“La dlarara walaa dliraara. Sabda Rasulullah Saw. “, ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

La dlarara, lanjut Prof. Haris, berarti bahwa Islam melarang orang untuk melakukan sesuatu yang membahayakan atau merusak diri sendiri. 

“Minum arak, konsumsi ganja, makan racun, dan sebagainya adalah perbuatan yang membahayakan diri sendiri. Harakiri atau bunuh diri termasuk perbuatan yang membahayakan dan merusak diri sendiri”, ujar Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan MUI Jawa Timur tersebut.

Sementara wala dliraara berarti bahwa Islam melarang untuk melakukan sesuatu yang membahayakan dan juga merugikan orang lain.

“Orang lain harus dihargai. Islam melarang orang untuk berbuat jahat yang membahayakan dan merugikan pada orang lain, termasuk pada non-muslim sekalipun. Ini yang saya sebut Islam support dengan tradisi Jepang”, ujar Prof Haris yang juga Pengasuh PP Darul Hikam Jember.

Pada sisi lain, Islam mendorong kohesi sosial terjadi di antara umat Islam. Sesama Muslim tidak boleh menyakiti.

“Rasulullah Saw bersabda. Al muslimu man salimal muslimuun min lisaanihi wayadihi. Seorang Muslim sejati adalah mereka yang lisan dan tangannya tidak mengganggu sesama muslim”, tukas aktivis Islamic Global Community tersebut.

Oleh karena itu, internal umat Islam di negara sakura harus kuat. Persatuan adalah hal penting dan utama. Di samping itu, umat Islam harus mengintegrasikan pada budaya dan kepentingan nasional negara Jepang tersebut. Tentu ada catatannya: selama tidak bertentangan dengan Syariat Islam.

Reporter: M. Irwan Zamroni Ali

Editor : Wildan Rofikil Anwar

Categories
Berita

Kajian Ramadhan, YPI Darul Hikam Bahas Puasa Perspektif Fiqh dan Kesehatan

Media Center Darul Hikam – Memasuki bulan suci Ramadhan 1446 H, seluruh umat Muslim dunia tengah menjalankan ibadah puasa. Yaitu, salah satu ibadah menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkannya, mulai fajar hingga matahari terbenam.

Sebagai salah satu ibadah wajib seorang Muslim, penting kiranya untuk mengkaji lebih lanjut tentang puasa dari berbagai perspektif. Maka dari itu, Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember menggelar Webinar Nasional dengan tema “Puasa Perspektif Fiqh & Kesehatan” yang berlangsung secara online via zoom meeting pada Senin Sore, 03 Februari 2024.

Webinar kali ini mendatangkan 2 narasumber ternama yang ahli di bidangnya masing-masing, diantaranya; dr. Retno Warasati (Kepala Puskesmas Klabang Bondowoso) dan Ust. Suwardi S.HI., M.H (Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember & Pengajar PP. Darul Hikam).

Ketua YPI Darul Hikam, Prof. Dr. KH M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC menyambut baik kegiatan tersebut. Menurutnya, perlu memahami secara utuh makna puasa dari berbagai perspektif, seperti kesehatan dan fiqih.

 “Misalnya hadis yang berbunyi ‘Shumu Tashihhu’ adalah hadis yang artinya “puasalah niscaya kamu akan sehat”. Nah, sehat yang dimaksud dalam hadis ini sehat yang bagaimana menurut ilmu kesehatan, termasuk maqash id syariahnya jika ditinjau dari fiqh nya,” ujar Prof Haris yang saat ini diundang PCI NU Jepang untuk Dakwah Internasional 28 Februari – 14 Maret 2025.

Kepala Puskesmas Klabang Bondowoso, dr. Retno Warasati menjelaskan bahwa puasa memiliki banyak manfaat salah satunya adalah bisa menurunkan kadar insulin dan berat badan.

“Banyak orang saat ini yang obesitas sehingga menimbulkan sejumlah penyakit baru, seperti penyumbatan aliran darah, jantung koroner, dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh berat badan yang lebih,” jelasnya.

Manfaat lainnya juga yaitu memberikan efek yang bagus terhadap masa pertumbuhan dan optimalisasi pembakaran lemak.

“Ketika tubuh tidak bergantung lagi pada karbohidrat, secara otomatis lemak-lemak kita akan terbakar sebagai energi, sehingga kolesterol, lemak jahat, asam urat serta hal negatif lainnya berkurang,” tambah dr. Retno.

Di kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember dan Pengajar PP. Darul Hikam, Ust. Suwardi S.HI., M.H. menyampaikan bahwa puasa merupakan penyanggah agama Islam. Ia mengutip salah satu hadis yang berbunyi ‘Buniyal islamu ala khomsin artinya Islam dibangun di atas lima perkara, salah satunya puasa.

Menurut Ust. Suwardi, Puasa diwajibkan hanya bagi orang yang beriman, tidak cukup Islam saja. Sehingga dalam al-Quran salah satu dalilnya yang berbunyi “Kutiba alaikumus siam” adalah bagian dari ayat Al-Qur’an yang artinya “diwajibkan atas kamu berpuasa”.

“Jadi langsung menggunakan kata ‘Kutiba’ artinya diwajibkan, maka biasanya hal-hal yang diwajibkan itu pasti berat pelaksanaannya atau bertentangan dengan selera manusia pada umumnya seperti pada ibadah mahdhah lainnya,” jelas Ust. Suwardi.

Orientasi puasa, lanjut Ust. Suwardi yaitu La allakum tattaqun adalah frasa dalam Al-Qur’an yang artinya “agar kamu bertakwa”. Frasa ini terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 183. 

“Takwa memang maknanya menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, tetapi ada hal dibalik itu semua yaitu kadar keimanan kita. Semakin kuat iman seseorang maka semakin takwa seseorang, karena keimanan berbanding lurus dengan ketakwaan,” pungkasnya.

Reporter : M. Syafiq Abdur Raziq

Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita

Direktur World Moslem Studies Center: Fiqh Aqalliyat Cocok untuk Muslim Jepang

Niigata – Praktik Fiqh Aqaliyat atau fikih minoritas menjadi solusi bagi umat Islam yang tinggal di negara dengan penduduk mayoritas non-Muslim, termasuk Jepang. Hal ini menjadi salah satu topik pembahasan Direktur World Moslem Studies Center, Prof. Dr. KH. M Noor Harisudin, S.Ag. SH., M.Fi.I dalam kajian yang digelar di Masjid Nusantara Kota Tsubame, Prefektur Niigata, Jepang, pada Minggu, 02 Maret 2025.

Masjid Nusantara Tsubame merupakan masjid baru. Masjid ini mulai digunakan untuk kegiatan shalat Jumat sejak tanggal 31 Januari 2025. Masjid dua lantai dengan luas 420 meter persegi ini menjadi pusat kegiatan keagamaan bagi diaspora Indonesia di Tsubame dan kota-kota sekitarnya. Pada akhir pekan, saat banyak pekerja migran libur, masjid ini semakin ramai dikunjungi umat Islam.

Kajian Fiqh Aqalliyat dimulai pada pukul 16.30 hingga 17.30 waktu setempat. Prof. Haris, yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, membuka pembahasan dengan menjelaskan konsep masyaqat atau kesulitan dalam menjalankan ibadah.

“Pahala itu bergantung pada masyaqat-nya. Jika menjalankan ibadah di Jepang lebih sulit, maka pahalanya pun lebih besar. Prinsipnya, semakin sulit, semakin banyak pahala,” ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

Menurut Prof Haris, seorang Muslim yang tinggal di Jepang dapat menerapkan Fiqh Aqalliyat dalam praktik keseharian Islam. Fiqh Aqalliyat adalah fiqh yang dirancang khusus untuk komunitas Muslim di negara-negara minoritas muslim. Di negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Taiwan, China, dan negara sejenis, minoritas muslim lain dapat menggunakan fiqh aqalliyat yang juga juga dikenal dengan fiqh rukshah (dispensasi) tersebut.

Dalam pandangan Prof Haris, fiqh aqaliyat juga disebut fiqh dispensasi karena dalam fiqh aqalliyat berlaku hukum pengecualian karena alasan keadaan sulit (masyaqqat) bagi umat Islam.

“Jika fiqh umumnya mewajibkan muslim dikubur dalam satu pemakaman dengan muslim yang lain, maka ini tidak bisa dilakukan di Jepang yang pada umumnya tidak ada pemakaman muslimnya. Oleh karena, Fiqh Aqalliyat membolehkan kuburan muslim berbaur dengan pemakaman non-muslim. Demikian juga, mensucikan najis mughaladlah pada umumnya pada tujuh kali basuhan salah satunya dengan debu. Ini juga sulit bagi muslim minoritas karena mereka tinggal di lantai tinggi apartemen dimana mereka sangat susah ke bawah cari debu dan apalagi jika dimarahi majikan. Maka dalam Fiqh Aqalliyat tidak pakai debu, tapi dicampur dengan sabun”, ujar Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.

Demikian juga dengan sholat Jum’at yang sulit dilakukan bagi sebagain muslim. Sebagai contoh, banyak pekerja migran Indonesia yang harus bekerja dari pukul 08.00 hingga 17.00, sehingga kesulitan melaksanakan salat Jumat di masjid. Kalau ingin jumatan, mereka harus tidak masuk kerja. Sebaliknya, kalau mereka kerja, mereka tidak bisa sholat Jum’at.

Menurut Prof. Haris, tantangan yang dihadapi Muslim di Jepang tidak hanya terbatas pada akses ke masjid, tetapi juga ketersediaan makanan halal, pemakaman Muslim, serta regulasi pemerintah yang tidak selalu mendukung praktik keagamaan Muslim. Ia menambahkan bahwa dalam kondisi sulit seperti ini, Muslim diaspora Jepang mendapatkan rukhsah atau keringanan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga tetap bisa beribadah dengan baik meskipun berada di lingkungan yang berbeda dari negara-negara Muslim mayoritas.

Seperti di negara-negara minoritas Muslim lainnya, keterbatasan ini mengharuskan umat Islam untuk cerdas mencari solusi dengan menerapkan Fiqh Aqaliyat, jelas Pengasuh PP Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.

Apa yang disampaikan Prof. Haris senada dengan pengalaman H. Suratman yang sudah tinggal puluhan tahun di Jepang. Dulu, H. Suratman harus meminta izin tidak masuk kerja agar bisa melaksanakan shalat Jumat. Lambat laun, ia mengubah strategi dengan cara menunaikan salat Jumat di perusahaan dengan meminta tempat pada perusahaan, meski jumlah jamaah kurang dari 40 orang.

“Alhamdulillah, sekarang kami sudah ada masjid sehingga tidak pernah meninggalkan sholat Jum’at,” kata H. Suratman, salah satu peserta kajian yang juga Pengelola Masjid Nusantara Tsubame Niigata Jepang.

Sementara itu, Ketua Tanfidziyah MWCI NU Niigata Jepang, Alfian mengatakan bahwa mereka yang kerja di lapangan sulit melakukan sholat Jum’at. Karena kerja di lapangan pada umumnya menyesuaikan dengan target perusahaan.

“Kalau kita yang di lapangan harus ikut pada target perusahaan, sehingga kita seringkali sulit Jum’atan di Jepang. Akhirnya, ya kita qadla karena dilakukan di luar waktu Jum’at. Karena saat kerja, tidak cukup waktu sholat Jum’at dan juga sholat Ashar”, kata Alfian yang asal Bandar Lampung Indonesia. ***

Reporter : Wildan Rofikil Anwar

Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita

Guru Besar UIN KHAS Jember: Puasa Berdampak Sosial pada Diaspora Muslim Jepang

Ibaraki, Jepang – Puasa di bulan Ramadan memiliki dampak sosial yang besar, terutama bagi komunitas Muslim di perantauan. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA.,CWC dalam kuliah tujuh menit (kultum) di Masjid NU At-Taqwa, Koga, Ibaraki, Jepang, pada Sabtu, 1 Maret 2025.

Acara ini dihadiri oleh ratusan jamaah dari berbagai latar belakang, baik warga Indonesia maupun Muslim dari negara lain. Kultum disampaikan tujuh menit setelah salat Magrib, kemudian dilanjutkan dengan salat Tarawih dan Witir sebanyak 23 rakaat.

Dalam ceramahnya, Prof. Haris, yang tengah diundang PCI NU Jepang untuk kegiatan Dakwah Internasional pada 28 Februari – 14 Maret 2025, menekankan bahwa keberhasilan seseorang dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan akan tercermin dalam perilaku sehari-hari.

“Ibnu Atha’illah Al-Iskandari mengatakan, ‘man wajada tsamrata ‘amalihi ‘ajilan fahuwa daliilun ala qabuulihi ajilan.’ Artinya: ‘Barang siapa yang menemukan buah amalnya di dunia, maka itu bukti akan diterima amalnya kelak di akhirat.’ Buah amal ini tampak dari perubahan seseorang menjadi pribadi yang lebih baik,” ujar Prof. Haris, yang juga Direktur World Muslim Studies Center.

Lebih lanjut, Prof. Haris menjelaskan bahwa seorang Muslim yang menjalankan puasa dengan baik akan menunjukkan sikap baik tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga terhadap makhluk lain, seperti hewan, tumbuhan, dan lingkungan sekitar.

Dalam konteks ini, ia mengutip Al-Qur’an QS. Al Baqarah: 183 yang menyebutkan bahwa tujuan puasa adalah membentuk pribadi bertakwa (la’allakum tattaqun).

” Ibarat hewan, tattaqun adalah kupu-kupu yang indah nan elok dilihat dan menyenangkan setelah seekor ulat melakukan puasa menjadi kepompong “, ujar Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.

Menurutnya, jika Muslim di Jepang mampu menunjukkan akhlak yang baik dan unggul, hal ini akan membawa dampak positif bagi masyarakat Jepang. Keberadaan diaspora Muslim dapat menjadi solusi bagi masyarakat Jepang yang mengalami dahaga spiritual.

Reporter: Siti Junita
Editor: M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita

Khutbah di Masjid NU at Taqwa Ibaraki, Prof Haris Imbau Muslim Jepang Persiapkan Diri Sambut Ramadhan

Ibaraki – Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Prof KH M Noor Harisudin mengimbau Muslim Jepang mempersiapkan diri menyambut Ramadhan 1446 Hijriah.

“Senyampang menjumpai Ramadhan tahun 1446 H/2025, mari kita persiapkan diri dengan baik,”ujarnya saat menyampaikan khutbah Jumat di Masjid at-Taqwa NU Ibaraki Jepang, Jumat (28/2/2025).

Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember ini diundang PCINU Jepang dalam acara Dakwah Internasional mulai 28 Pebruari hingga 14 Maret 2025.

Kata dia, tentu sangat disayangkan jika bulan yang penuh berkah ini lewat begitu saja. Meski tanpa menafikan tantangan yang dihadapi seorang Muslim di Jepang sendiri, Prof Haris menyampaikan lima hal persiapan menjelang Ramadhan.

“Pertama, dengan ilmu. Apa yang kita lakukan harus didasarkan pada ilmu. Puasa kita, itikaf kita, dan sebagainya harus pakai ilmu. Waman bighairi ilmin ya’malu, a’maaluhu marduudatun la tuqbalu. Barangsiapa yang beramal tidak menggunakan ilmu, maka amalnya akan ditolak,” kata Prof Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

Kedua, lanjut Prof Haris, adalah  manajemen amal. Eman sekali, jika seorang muslim tidak  memperbanyak amal di bulan Ramadlan. Rasulullah bersabda “Man alima wa amila, ‘allamallahu ma lam ya’lam. Barang siapa mengetahui dan mengamalkan ilmu yang diketahuinya, maka ia akan diberi ilmu yang tidak diberikan pada manusia yang lain.

Selain dua hal tersebut, hal lain yang perlu disiapkan adalah pensucian jiwa. “Ketiga, hati yang bening kita siapkan dalam menyambut Ramadlan 1446 H. Allah Swt berfirman dalam QS, as-Sayms 9-10:  Qad aflaha man zakkaaha. Waqad khaaba man dassaaha. Artinya: Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa dan merugi orang yang mengotori jiwa,” ujar Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur tersebut. 

Keempat, persiapan lainnya adalah finansial. Ibadah seperti zakat, infak dan wakaf juga perlu dilakukan di bulan Ramadlan.  Ibadah Maliyah ini sangat penting menjadi penyempurna ibadah puasa muslim. 

Dan terakhir (kelima), persiapan fisik. “Karena ibadah puasa menggunakan fisik. Ibadah yang lain mengiringi puasa juga pakai fisik. Termasuk ibadah malam untuk malam lailatul qadar. Apalagi Muslim Jepang di tengah aktivitas kerja rutin,” tukas Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Jember ini mengakhiri sambutannya.

Hadir ratusan jamaah yang merupakan warga negara Indonesia, Pakistan, India, Turki, Sri Langka, Bangladesh dan sebagainya yang memenuhi masjid tersebut. Khutbah berjalan khusyuk dan khidmah mulai jam 12.00-12.30 waktu setempat.

Khutbah disampaikan dalam Bahasa Inggris dan Indonesia mengingat jamaah non-Indonesia yang hampir 50 persen jamaah Jumat hari itu. 

Kontributor: M Irwan Zamroni Ali

Editor : Siti Junita