Categories
Opini

Problematika & Pandangan Islam Terhadap Budaya Antre

Oleh: Agift Akmal Maulana*

Antre ialah sebuah aktivitas menunggu dengan cara berbaris kemudian menunggu giliran. Hal ini telah menjadi budaya dikarenakan aktivitas ini telah benar-benar melekat dalam kehidupan sosial. Bahkan dalam ajaran Islam budaya antre telah dianjurkan. Sebagaimana para ulama telah menetapkan antre ialah “Kullu man sabaqa ila mubah fahuwa ahaqqu bihi”. Antre menjadi suatu aktivitas yang dihukumi mubah, dikarenakan seseorang yang terlebih dahulu datang atau memperoleh kesempatan lebih dahulu pantas mendapat haknya untuk dilayani dahulu.

Namun, manusia ialah makhluk hidup yang sempurna. Dikatakan sempurna karena tak luput dari yang namanya perasaan negatif, berbeda dengan malaikat dan setan yang hanya fokus pada satu sifat saja. Manusia memiliki rasa bosan, hal ini sering terjadi dalam budaya antre. Kerap kali terlihat seseorang menyerobot antrean hingga akhirnya terjadi percekcokan. Hal itu dikarenakan antre mampu melatih sifat kesabaran yang ada manusia.

Masalah yang selalu muncul terkait dengan budaya antre ialah rasa bosan atau sudah tidak sabar lagi. Penyerobotan barisan antrean dapat menjadi tempat yang negatif bagi sekitar kita. Umumnya orang yang diserobot antreannya hanya akan melotot ke arah orang yang menyerobot. Hal ini dapat menimbulkan dengki dan membuat dosa baik bagi kedua orang tersebut.

Rasulullah saw. telah melarang aktivitas menyerobot antrean sebagaimana dalam haditsnya. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Tidak boleh bagi seseorang menyuruh orang lain berdiri atau pindah dari tempat duduknya lalu ia duduk di tempatnya.” (Mutaffaqun ‘alaih).

Oleh karena itu, berdasarkan hadits Rasulullah saw. tersebut, seseorang tidaklah berhak untuk merampas hak orang walaupun dalam hal antre sekalipun. Adapun di negara kita, Indonesia, juga mewajibkan kita untuk patuh dalam mengantre. Dikutip dari jabar.kemenkumham.go.id bahwa setiap manusia wajib patuh terhadap peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis. Hal tersebut sebagaimana tertulis dalam peraturan perundang-undangan, Pasal 67 UU RI No. 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia. Bunyinya:

“Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.”

Di dalam Islam telah diajarkan untuk selalu antre. Hal tersebut dapat dijumpai dalam berbagai aktivitas Islam. Seperti contoh dalam wudhu, umat Islam selalu diwajibkan untuk tertib dalam wudhu atau sesuai urutan.

Maka dari itu, kita harus senantiasa membudayakan antre. Hal ini selain menghargai hak orang lain juga melatih kesabaran diri sendiri. Apabila orang lain yang menyerobot antrean kita. Maka sebaiknya diberi nasihat atau lebih baik bersabar.

Adapun juga di negeri barat yang memakai antre sebagai media untuk mencari uang atau bisa disebut sebagai jasa antre. Hal ini dibolehkan dalam Islam. Dikarenakan termasuk dalam kategori jual beli. Hal tersebut karena adanya akad serta uang, sekaligus dengan keridhaan dan keikhlasan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT. dalam surat An-Nisa ayat 29 yang artinya:

“…janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (Q.S. An-Nisaa: 29).

            Adapun mengutip dari republika.co.id bahwa ketua MUI Kudus, M. Syafiq Nashan menjelaskan bahwa tidak haram karena telah disesuaikan dengan akad jual beli.

            Oleh karena itu, budaya antre harus lebih digalakkan lagi terutama berawal dari sendiri. Pandanglah hal tersebut sebagai ajang untuk melatih kesabaran. Karena sesungguhnya Allah SWT. menyukai hamba-hambanya yang sabar. Sebagaimana dalam firman Allah SWT. surat Al-Baqarah ayat 153 yang berbunyi:

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Surat Al-Baqarah, ayat 153).

*Penulis adalah mahasantri Ponpes Darul Hikam, Mahasiswa FTIK UIN KHAS Jember dan peraih juara 1 lomba artikel Darul Hikam Tahun 2022.

Categories
Artikel Kegiatan

Cerdas Cermat Kitab Kuning dan Jurnalistik, Menjadi Penutup Pembelajaran Darul Hikam Semester Ganjil 2022

Pengasuh Prof Kiai Haris dalam Kegiatan Pembelajaran Diniyah Darul Hikam Semester Ganjil 2022

Media Center Darul Hikam – Pembelajaran semester ganjil Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember telah berakhir pada Jumat, 2 Desember 2022 kemarin. Pesantren yang juga dikenal dengan ‘Pondok Literasi’ ini menutupnya dengan menggelar lomba menarik, yaitu lomba cerdas cermat kitab kuning dan lomba menulis artikel/opini.

Diketahui lomba cerdas cermat kitab kuning tersebut akan berlangsung pada tanggal 7 Desember 2022 – 8 Desember 2022, di Pondok Pusat dan Pondok Cabang Putri Darul Hikam.

Menurut keterangan Ketua Panitia, Lutvi Hendrawan, pada kategori lomba cerdas cermat, nantinya akan dipisah berdasarkan kelas masing-masing. Sedangkan pada lomba jurnalistik, para peserta dapat bersaing satu sama lain, tanpa membedakan tingkatan kelas.

“Mahasantri di kelas Awwaliyah nantinya akan bersaing sesama tim di kelas Awwaliyah yang bertempat di pondok pusat, sedangkan mahasantri Wustha bersaing dengan sesama tim kelas Wustha yang bertempat di pondok cabang putri,” ujar Lutvi kepada Tim Media Center Darul Hikam.

“Saat ini kami bersama para ustad tengah mempersiapkan soal-soal yang akan diujikan pada lomba cerdas cermat, kurang lebih ada 100 pertanyaan dari masing-masing kitab yang berbeda, termasuk juga setiap tim terdiri dari 3 mahasantri,” tambahnya.

Di sisi lain, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam, Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M. Fil.I., menyebut kegiatan perlombaan tersebut sebagai tanda berakhirnya program diniyah untuk pembelajaran semester ganjil.

“Pembelajaran di Darul Hikam seperti di UIN KHAS Jember, satu tahun ada dua semester, hanya saja kita tidak menutupnya dengan ujian, melainkan dengan perlombaan, karena kita ingin pembelajaran di Darul Hikam menyenangkan dan menggembirakan,” ujar Prof. Kiai Haris yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.

Prof. Kiai Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, berharap agar semua mahasantri Darul Hikam ikut berpartisipasi dan melibatkan diri untuk meramaikan kegiatan tersebut.

“Mari semua mahasantri untuk ikut meramaikan dan terlibat di semua kompetisi, agar kita tahu potensi masing-masing di bidang kitab kuning dan jurnalistik,” ujar Prof. Kiai Haris.

“Anggap ini sebagai hiburan, jangan takut kalah, soal menang kalah adalah proses, yang penting kita mau belajar, melatih mental dan melatih kemampuan lainnya,” tambahnya.

Selain lomba cerdas cermat, penutupan semester ganjil kali ini juga dimeriahkan dengan lomba artikel dan opini.

Para mahasantri yang berkenan untuk mengikuti lomba artikel & opini, diharuskan untuk mengikuti ketentuan berikut, antara lain:

Tema tentang Keislaman, masing-masing peserta hanya boleh mengirim 1 naskah, artikel/opini belum pernah dimuat di koran, majalah, blog, facebook dan media lain, kutipan dapat dimasukkan di halaman daftar pustaka (jika ada), artikel/opini tidak mengandung unsur sara dan plagiasi.

Naskah dapat dikirim melalui via email: ponpesdarulhikam1@gmail.com Terakhir pengiriman pada tanggal 7 Desember 2022. Informasi lebih lanjut berkaitan dengan lomba artikel/opini dapat menghubungi Ust. Wildan  0823-3445-3033.

Mahasantri terbaik pada lomba cerdas cermat dan jurnalistik, akan diumumkan pada malam puncak di Pondok Cabang Putra Darul Hikam Ajung, Jember, Jumat, 9/12/2022. 

Kontributor : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Opini

Mualaf Jalur Piala Dunia

Oleh : Ainur Rofiqil ‘Ala*

Ajang pertandingan sepak bola terbesar di dunia sudah dimulai, kali ini Negara Timur Tengah berkesempatan menjadi tuan rumah perhelatan sepak bola bergengsi tersebut. Qatar tak tanggung-tanggung menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, sekitar 200 miliar dollar dikeluarkan Qatar demi megahnya Piala Dunia dinegaranya. Bahkan Piala Dunia 2022 Qatar ini menjadi yang termahal dan termegah sepanjang sejarah.

Sebanyak 32 Negara peserta Piala Dunia berkumpul di Qatar, tentu ini sebuah kesempatan bagi Qatar mempromosikan negaranya bahkan menjadikan suatu kesempatan berdakwah Islam kepada dunia. Qatar menunjukkan Islam yang sebenarnya, yang berbeda dengan berita yang disebar luaskan oleh media di eropa. Setiap langkah dan setiap tempat tidak di lewatkan untuk tempat berdakwah agama Islam.

Aturan dalam pergelaran Piala Dunia 2022 Qatar kali ini juga sangat berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya. Banyak larangan yang mungkin sudah biasa dilakukan oleh orang Eropa. Mulai dari minuman beralkohol, membawa daging babi, berhubungan seks, hingga berpakaian terbuka tak lepas dari larangan yang dilayangkan oleh Pemerintah Qatar untuk Piala Dunia tahun 2022.

FIFA sebagai federasi yang mengatur jalannya suatu acara pertandingan sepak bola terbesar ini tidak bisa berbuat banyak terkait aturan yang dibuat oleh Qatar. Tak sedikit sponsor-sponsor yang biasa kita lihat di Piala Dunia sebelumnya hilang seakan ditelan bumi pada perhelatan sepak bola terbesar tahun ini.

Tidak hanya minuman beralkohol dan berpakaian terbuka di stadion, penolakan terhadap kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang mulai didukung oleh sebagian Negara Eropa menjadi hal yang paling ditekankan oleh Pemerintah Qatar. Penolakan ini tentu bukan tanpa landasan, sebab bagi orang Islam LGBT ini sebuah larangan keras. Bahkan dalam Opening Piala Dunia Qatar 2022 banyak diisi lantunan ayat suci Al Quran, salah satunya QS. Al Hujarat ayat 13  yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari seorang laki laki-dan perempuan, ini sangat jelas bahwa islam melarang umat manusia berpasangan sesama jenis yang sudah mulai marak di beberapa bagian Negara eropa.

Beberapa mural hadist Nabi juga tak lupa didakwahkan oleh Qatar, dari hadist tentang sedekah, kasih sayang dan lain sebagainya. Ini hal positif yang dilakukan oleh Qatar dalam memperkenalkan agama islam kepada dunia.

Hadist hadist ini ditempatkan di area yang ramai pengunjung, mulai dari stadion, taman hingga hotel. Bahkan disetiap kamar hotelpun tak lepas dari dakwah islam yang dilakukan oleh Qatar dengan disediakannya QR yang didalamnya ada hadist serta penjelasan sederhana tentang keimanan.

Qatar juga mengganti muazin masjid sekitar dengan muazin yang bersuara indah, bahkan jika sudah masuk waktu shalat, seluruh stadion yang dipakai Piala Dunia 2022 ini juga dilantunkan adzan untuk memberi tahu jika sudah masuk waktu shalat.

Tak hanya adzan, disetiap stadion banyak mushala ataupun tempat untuk melaksanakan shalat yang sengaja disiapkan oleh pemerintah Qatar sebagai bentuk prioritas pemerintah kepada umat islam.

Disediakannya tepat wudhu yang tersebar diarea dalam stadion juga mempermudah penonton yang hendak melaksanakan shalat. Ini juga salah satu upaya pemerintah Qatar untuk mengedepankan ibadah daripada hal selain ibadah.

Dakwah Islam yang dilakukan oleh Qatar ini membuahkan hasil, sebanyak kurang lebih 558 orang menjadi mualaf sesaat setelah Opening Piala Dunia 2022 Qatar, ini sebuah kabar gembira bagi umat Islam di dunia.

Tidak hanya sampai disana, sehari setelah pertandingan pertama, 1000 lebih orang bersyahadat berkat dakwah yang ada di Piala Dunia Qatar 2022.  Bahkan tidak menutup kemungkinan akan bertambah menjadi puluhan ribu bahkan ratusan ribu turis yang menjadi mualaf.

Hal yang mungkin baru di daerah Eropa dan Amerika tetapi inilah sebuah upaya daerah timur tengah khususnya Qatar memperkenalkan Islam yang murni kepada dunia yang dikemas dalam acara Piala dunia 2022.

Piala Dunia 2022 menjadi sejarah bagi umat Islam bahkan dunia. Tidak hanya karena kemewahan yang dipersiapkan oleh Qatar, tetapi juga untuk menyiarkan Islam.

Terima kasih Qatar dan semoga para mualaf bisa istiqomah berada dijalan yang benar.

*Penulis adalah Maha Santri Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember dan juga Mahasiswa Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN KHAS Jember

Categories
Keislaman

Hadiri Halaqah Fikih Peradaban, Pengasuh Darul Hikam Kupas Tuntas Politik Uang

Media Center Darul Hikam – Pegelaran ‘Pesta Rakyat’ tahun 2024 dimungkinkan menjadi wabah berikutnya yang dapat mengancam Indonesia. Wabah yang dimaksud adalah wabah politik uang dalam penyelenggaraan pemilu 2024.

Demikian disampaikan oleh Prof.  Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil.I dalam Halaqah Fikih Peradaban yang bertajuk ‘Fikih Peradaban dan Pembangunan Budaya Politik Warga’ di Pesantren Riyadlus Sholihin Probolinggo pada Sabtu (09/11/2022).

“Politik uang adalah sebuah upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi. Politik uang juga diartikan sebagai jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters),” jelas Prof. Haris yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.

Menurut Prof. Haris, jumlah pemilih yang terlibat politik uang dalam Pemilu 2019 mencapai kisaran 19,4% hingga 33,1%. Jika data tersebut ditinjau pada standard internasional, maka Indonesia telah menjadi negara dengan peringkat praktik politik uang terbesar nomor tiga sedunia. 

“Berdasarkan waktu kejadiannya, politik uang dapat terjadi pada saat pemungutan suara berlangsung, pada saat kampanye, pada masa tenang dan pada hari pemungutan suara,” tukas Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN Se-Indonesia tersebut.

“Sedangkan jika ditinjau menurut palakunya, praktik politik uang dapat dilakukan oleh partai politik, kandidat atau pasangan calon, birokrat, pengusaha atau pebisnis hitam, hingga politisi korup,” tambahnya.

Dengan itu, Prof. Haris yang juga Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Jember, menjelaskan beberapa cara untuk melawan politik uang, salah satunya mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk semaksimal mungkin memberi edukasi politik kepada masyarakat, dengan menggandeng mahasiswa dan civil society yang lain dalam pencegahan tindak pidana politik uang.

“Selain melawan politik uang, juga perlu melakukan pencegahan praktik politik sedini mungkin. Yaitu dengan melakukan sosialisasi, pengawasan partisipatif, patroli pengawasan, penegakan hukum dan tindakan pencegahan lainnya,” ujar Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jatim.

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, lanjut Prof. Haris, telah dengan tegas menyebut politik uang (money politik) sebagai tindakan suap (risywah) yang dilaknat oleh Allah Swt. Baik yang memberi (raisy) ataupun yang menerima (murtasyi), maupun yang menjadi perantara (raaisy).

“NU ini sangat keren, ia sejak awal telah berani mengambil sikap secara tegas terhadap praktik politik uang. Sikap NU dapat dilihat dalam keputusan Sidang Komisi Masa’il Waqi’iyyah Siyasiyah, pada Musyawarah Nasional Alim Ulama tanggal 17 Rabiul Akhir 1423 H/28 Juli 2002,” ucap Prof. Haris yang juga Wakil Ketua Lembaga Dakwah NU Jatim.

Hanya saja sikap NU tersebut masih sebatas fatwa tentang politik uang yang bersifat umum dan belum implementatif. NU semestinya memberi masukan konstruktif terhadap UU Pemilu tahun 2017 yang masih ada kekurangan di beberapa sisi dengan pertimbangan maqashidus syariah.

“Politik uang telah mencemari demokrasi kita. Para pemimpin hasil politik uang tak menghasilkan apa-apa, selain menjadi koruptor di negeri ini. Hanya komitmen kita bersama (Nahdlatul Ulama) yang akan melawannya,” pungkasnya.

Kontributor : M. Irwan  Zamroni Ali

Categories
Opini

Waspada Penyakit Hati di Era Digital

Oleh : Lutvi Hendrawan* 

Alhamdulillah, saya sudah berinfaq  untuk pembangunan masjid hari ini”. Kalimat di atas tak jarang kita temukan dalam status atau story di media sosial. Sehingga potensi penyakit hati seperti riya’ atau ujub terasa sangat mudah untuk dilakukan. Perbuatan seperti itu, seakan-akan sudah menjadi perbuatan yang biasa-biasa saja. Bahkan tak jarang hampir setiap kegiatan religius seseorang upload di berbagai media sosialnya dengan berbagai macam seperti foto, video, atau hanya sekedar tulisan.

Sebagian besar orang juga tidak dapat melepaskan kehidupan sehari-harinya dari media sosial, baik untuk melakukan update status, membaca status orang lain, membagikan berita, maupun motif lainnya. Media sosial telah mengubah sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupannya. Dengan hadirnya media sosial telah mendorong orang menunjukkan eksistensi dirinya.

Pada dasarnya, keberagamaan seseorang ditunjukkan dalam dua hubungan, yaitu hubungan seseorang sebagai manusia dengan manusia yang lain dan hubungannya dengan Allah SWT. Hubungan manusia dengan Sang Khaliq atau Sang Pencipta sebenarnya merupakan hubungan yang sangat pribadi yang tidak seharusnya atau tidak lazim jika kemudian ditunjukkan atau dipamerkan kepada publik, dalam hal ini menggunakan media sosial.

Namun, kenyataannya di era digital ini media sosial telah menjadi sarana seseorang untuk menunjukkan perilakunya dalam beribadah yang cenderung menuju riya’. Oleh karena itu tak heran pada era digital ini, setiap orang mempunyai rasa bangga terhadap pencapaian dan perbuatan ibadah yang semestinya menjadi rahasia sendiri, akan tetapi sering diumbar, terkadang seseorang juga lupa, mana yang penting untuk disebarkan dan yang mana hanya untuk dijadikan dokumen pribadinya.

Rasulullah SAW bersabda artinya: “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian ialah syirik yang paling kecil. Mereka bertanya: apakah syirik paling kecil ya Rasulullah? Beliau menjawab: Riya! Allah berfirman pada hari kiamat, ketika memberikan pahala terhadap manusia sesuai dengan perbuatan-perbuatannya: “Pergilah kamu sekalian kepada orang-orang yang kamu pamerkan perilaku amalmu di dunia. Maka nantikanlah apakah kamu menerima balasan dari mereka itu” (HR. Ahmad).

Hadist di atas menerangkan bahwasannya kebiasaan riya’ (Pamer) bukanlah hal sepele bahkan dikatakan perbuatan tersebut merupakan bagian dari syirik kecil. Maka dari itulah perlu kehati-hatian dalam meng-upload segala kegiatan yang berkaitan dengan ibadah. Karena dikhawatirkan hal tersebut dikategorikan sebagai riya’ (Pamer).

Di dalam Kitab Tafsir Al-Misbah, Prof. M Quraish Syihab, mengatakan riya adalah sesuatu yang abstrak, sulit, bahkan mustahil dapat dikenal orang lain. Bahkan yang bersangkutan sendiri tidak menyadarinya. Apalagi jika dia sedang dipengaruhi dengan kesibukannya sendiri.  

Akan tetapi pada dasarnya kita tidak dapat memutuskan perbuatan tersebut sebagai suatu keburukan. Namun, yang dikhawatirkan adalah niat yang terkandung dalam hati seseorang, ketika berbuat mengumbar ibadahnya dengan tujuan agar membuat kagum dan mendapat pujian dari orang lain. Seperti contoh, pada awalnya kita ikhlas melaksanakan ibadah akan tetapi setelah dipublikasikan atau diupdate status mendapat banyak like dan komen sehingga membuat kita besar kepala. Akan tetapi sebaliknya, ketika update status tidak mendapat respon yang baik malah mendapat hinaan, kita menjadi jengkel dan marah. Pada  posisi itulah terkadang niat kita gampang digerogoti dengan sifat riya’.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada para umatnya agar senantiasa menebar kebaikan meski itu hanya satu ayat atau satu kalimat, Rasulullah SAW bersabda artinya: “Barang siapa mengajak kepada suatu kebaikan dalam Islam, maka dia mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala-pahala mereka.” (HR Muslim)

Pada hakikatnya media sosial memiliki sisi negatif dan positifnya masing-masing. Namun bagaimana cara memanfaatkan media sosial kembali lagi kepada para penggunanya. Terlepas dari bagaimana hukum seseorang memamerkan ibadahnya di dalam dunia sosial, tidaklah bisa kita simpulkan. Hal ini harus ditanyakan kembali pada masing-masing individu penggunanya.

Namun, ketika seseorang mempublikasikan ibadah lewat media sosial agar menjadi motivasi bagi orang lain, itu merupakan hal terpuji, dan hal ini harus sesuai dengan koridor yang disyariatkan. Karena perbedaan antara “memotivasi orang lain” dengan “ingin mendapat pujian” sangatlah tipis. Meskipun pada akhirnya mendapat sanjungan dari orang lain, di hatinya sangatlah mungkin terselip ingin dilihat atau didengar oleh orang lain. Dan dia akan mendapatkan kebaikan dari orang yang telah termotivasi untuk melakukan kebaikan.

Sesuai dengan kaidah fiqih yang berbunyi “Segala sesuai tergantung maqasid (tujuan)nya”  berarti seluruh yang dilakukan oleh manusia bergantung pada niat dan maksudnya, dan tempatnya niat ialah dalam hati, akan tetapi apakah kita dapat mengetahui niat yang terbesit di dalam hati manusia? Waallhua’lam Bi As-Sawab.

*Penulis adalah Maha Santri Putra Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember dan juga Mahasiswa Semester 3 Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN KHAS Jember. 

Categories
Opini

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Bukan Solusi Penyelesaian Masalah dalam Berkeluarga

Oleh : Lutvi Hendrawan*

Rumah tangga seperti sebuah bahtera dalam kehidupan, didalam mengarungi perjalanan berumah tangga pasti akan merasakan bahagia, sedih, dan senang. Rumah tangga berawal dari sebuah perkawinan, antara suami dan istri mengikatkan diri dalam akad suci perkawinan. Setelah terjadi perkwinan maka antara suami dan istri saling mempunyai hak dan tanggungjawab dalam menjalankan tugas dan fungsi didalam keluarga, sehingga tujuan dari terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah tercapai.

Dibalik pemilihan judul artikel diatas, penulis bukan tanpa alasan tetapi penulis sangat tertarik dengan permasalahan didalam keluarga, seperti Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Penulis yakin bahwa didalam mengarungi rumahtangga suami istri pasti pernah mengalami yang namanya pertengkaran didalam keluarga, namun apakah disetiap pertengkaran itu disebut kekerasan, kriteria apa yang bisa disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga dan bagaimana dampak yang terjadi dari kekerasan dalam rumah tangga, sangat menarik untuk dibahas.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjelaskan yang dimaksud dengan KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan  atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam ruang lingkup rumah tangga.

Kasus KDRT yang baru  saja terjadi menimpa Lesti Kejora yang mendapat kekerasan dalam dari suaminya Riski Bilar. Setelah terjadi kekarasan Lesty melaporkan kejadian kepada kepolisian, sehingga suami diperiksa, Rizki Bilar terancam mendapat hukuman 5 tahun penjara dan denda 15 juta rupiah. Hukuman ini berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Karena Lesty mencabut tuntutan kepada kepolisian maka Kepolisian membebaskan Riski Bilar.

Klasifikasi yang bisa disebut dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga meliputi, Pertama, Kekerasan Fisik Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, katuh sakit, atau luka berat. Kedua, Perbuatan yang membuat ketakutan, rasa tidak berdaya, rasa percaya diri atau kemapuan untuk bertindak, atau penderitaan psikis pada seseorang. Ketiga, Perbuatan yang berupa pemkasaan hubungan terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga, pemaksaan hungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai, pemkasaan hubungan seksual terhadap orang lain untuk tujuan komersial atau tujua tertentu. Keempat, Perbuatan menelantarkan orang dalam rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku atau karena persetujuan/perjanjian, ia wajib memenuhi kebutuhan hidup orang tersebut.

Data mengenai kasus KDRT dilansir dari Komnas Perempuan 8 Maret 2022, CATAHU 2022 mencatat dinamika pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, lembaga layanan dan Badilag. Terkumpul sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis Gender (KBG) terhadap perempuan dengan rincian, pengaduan ke Komnas Perempuan Perempuan 3.838 kasus, lembaga layanan 7.029 kasus, dan BADILAG 327.629 kasus.

Angka-angka ini menggambarkan peningkatan signifikan 50% KBG terhadap perempuan yaitu 338.496 kasus pada 2021 (dari 22.062 kasus pada 2020). Lonjakan tajam terjadi pada data BADILAG sebesar 52%, yakni 327.629 kasus (dari 215.694 pada 2020). Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga meningkat secara signifikan sebesar 80% dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus pada 2021. Sebaliknya, data dari lembaga layanan menurun 15%, terutama disebabkan sejumlah lembaga layanan sudah tidak beroperasi selama pandemi Covid-19, sistem pendokumentasian kasus yang belum memadai dan terbatasnya sumber daya.

Sebenarnya Islam tidak mengenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun bagaimana jika kekerasan itu dilakukan dalam rangka untuk mendidik/memberikan pengajaran sebagaimana yang dibenarkan oleh ajaran Islam dan dilindungi peraturan perundang-undangan, seperti suami dibolehkan memukul istri yan nusyuz.Islam adalah agama rahmatan lil’alamin yang menganut prisnsip kesetaraan partnersip (kerjasama) dan keadilan. Tujuan perkawinan adalah tercapainya keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Oleh karena itu, segala perbuatan yang mengakibatkan timbulnya mafsadat yang terdapat dalam kekerasan dalam rumah tangga dapat dikategorikan kepada perbuatan melawan hukun. Islam mengajarkan mendidik dengan moral dan etika dan dibenarkan syar’i.

Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 34 menjelaskan “Laki-laki (suami) itu adalah pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dam karena (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka ditempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar”.

Pemahaman yang salah pada lafadz “Wadribuhunna/pukullah” menjadi penyebab atau dasar suami melakukan kekarasan kepada sang istri. Sebenarnya dalam memaknai lafadz tersebut membutuhkan tafsir sehingga tidak meyebabkan kerancuan. Dalam Kitab Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna memukul, kebolehan memukul dengan pukulan yang tidak melukai. Menurut Al-Hasan AL-Basri, yang dimaksud dengan memukul, ialah pukulan yang tidak membekas. Menurut Ulama Fiqih, yang dimaksud dengan memukul ialah pukulan yang tidak sampai mematahkan suatu anggota tubuh pun, dan tidak membekas barang sedikitpun. Dari sini sudah diketahui bahwa Islam tidak membolehkan atau mengajarkan untuk melakukan kekerasan kepada istri dengan memukul atau sejenisnya.

Pemahaman mengenai kepala keluarga bukan lagi suami mempunyai hak dan wewenang menyuruh atau memberlakukan istri dengan semena-mena, karena seiring dengan berjalannya waktu perubahan merubah hukum karena sudah dengan kenyataan. Jika dulu seorang istri hanya dirumah mengatur keluarga, namun pada saat sekarang istri terkadang membantu suami dalam mencari nafkah, oleh karena itu pemahaman dalam keluarga perlu pemaknaaan yang baru sehingga Hukum Keluarga mengikuti perubahan waktu dan kondisi.

Pandangan dari penulis kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena antarasuami atau istri timbul rasa keegoisan yang tinggi, tidak mau saling memahami, ketika suami marah atau menasehati istri, istri memberikan bantahan-bantahan sehingga muncul emosi yang meluap-luap yang menyebabkan timbul perbuatan melukai kepada istri. Atau sebaliknya, jika sang suami salah maka harus mengakui kesalahan dan meminta maaf bukan mencari kebenaran dalam kesalahan.

Bercermin dari Kisah Khalifah Umar Bin Khattab R.A yang tidak murka saat dimarahi istrinya. Kisah ini ditulis dalam Kitab Tanbih al-Ghafilin Karya Abu Lais as-Samarkandi dan Kitab U’qud al-Lujain karya Syekh Nawawin al-Bantani, seorang ulama asli Banten yang lama bermukim di Makkah al-Mukarramah. Diceritakan pada saat itu ada sahabat yang mau bertemu dengan beliau ingin mengadukan dan mau menceraikan istrinya, namun terlebih dahulu konsultasi kepada kepada Khalifah.

Maka bergegaslah sahabat Rasulullah itu ke rumah Umar. Namun tiba di depan rumah sang khalifah, dia urung mengetuk pintu. Sebab dari dalam terdengar suara keras sang istri Umar yang sedang marah. Umar dimarahi istrinya. Tak terdengar sama sekali suara Umar membantah atau melawan sang istri. Padahal nada marah istri Umar sangat tinggi. Tak jado mengetuk pintu Umar, sang sahabat tadi pun berniat meninggalkan rumah Umar dia bergumam, “Kalau khalifah saja seperti itu, bagaimana dengan diriku”.

Alasan kenapa Umar diam saja ketika dimarahi istri adalah karena seorang istri sudah bekerja memasak, mencuci baju dan mengasuh anak-anak. Penulis sangat tidak setuju dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, belajar dari kisah Lesty, Bilar dan Khalifah Umar. Permaslahan yang ada dalam keluarga harusnya diselesaikan dengan cara yang baik, komunikasi yang baik antar suami istri, tentunya masing-masing suami istri tidak mengedepankan keegoisannya dalam bersikapdan bertindak.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah pelindung terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Dan dalam islam sendiri tidak membenarkan adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

*Penulis adalah Maha Santri Putra Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember dan juga Mahasiswa Hukum Keluarga Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.

Categories
Keislaman

Semangat Membangun Peradaban, Ponpes Darul Hikam Peringati Maulid Nabi Muhammad Saw

Media Center Darul Hikam – Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw membawa pesan penting bagi umat Islam, yakni agar membangun peradaban manusia yang lebih baik. Dengan itu, Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Hikam menggelar Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad Saw yang populer disebut Maulid Nabi Muhammad saw dengan tema “Nabi Muhammad Nabi Teladan Sepanjang Zaman” pada Jumat (28/10).

Acara yang bertempat di Pondok Cabang Putra Ajung itu dihadiri langsung oleh Pengasuh, Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I dan Ibu Nyai Robiatul Adawiyah, S.H.I., M.H. beserta seluruh mahasantri, baik pusat maupun cabang.

Acara dimulai dengan shalat maghrib berjamaah serta pembacaan surah Yasin yang dilanjutkan dengan pemberian tausiah oleh pengasuh. Dalam tausiahnya, Kiai Haris mengajak para mahasantri untuk meneladani Rasulullah saw, terutama dalam hal keilmuan.

“Sebagai Pondok Pesantren yang berbasis literasi, maka basis keilmuan selalu menjadi prioritas utama bagi mahasantri Darul Hikam. Rasulullah adalah sebaik-baik teladan yang harus kita tiru untuk bersungguh-sungguh dalam menambah ilmu dan beramal shalih,” jelasnya yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Kiai Haris juga mengutip firman Allah yang ada dalam surah Al-Mujadilah ayat 11 yang berbunyi: يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ (Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ).

“Ilmu adalah pintu masuk dari segala amal sholih yang kita kerjakan. Terbukti dalam sejarah bahwa sebaik-baik peradaban disebabkan karena ilmu dan pengamalannya, ”ungkapnya.

Pada kesempatan itu pula, Kiai mengutip maqolah Sang Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Bidayatul Hidayah yang artinya “Tidaklah kamu boleh berbangga, kecuali atas bertambahnya ilmu dan amal shaleh”.

“Ilmu itu sifatnya selalu berkembang dan terus menerus menampilkan pembaharuannya. Sehingga kita sebagai umat Rasulullah dianjurkan terus meng-update ilmu setiap hari, baik ilmu tauhid, fiqih, nahwu sharaf dengan membaca dan berdiskusi. Jadilah umat Rasulullah yang mencintai ilmu,” tutur Kiai Haris.

Salah satu cara untuk meng-update ilmu yang dilakukan oleh mahasantri adalah konsisten membaca buku. Kiai Haris mengutip pesan dari Gus Nadhirsyah Husen yang menganjurkan membaca 150 halaman per hari.

“Salah satu indikator orang yang berilmu adalah gemar membaca buku, mencari informasi dari berbagai sumber serta selalu tumbuh rasa ingin tahu. Karena dengan ilmu, peradaban akan berkembang dan dengan ilmu pula diri akan bersinar keberkahannya. Pintar atau tidak, kuncinya adalah senang ilmu dulu, ”jelas Kiai Haris yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.

Acara berlanjut dengan pemotongan tumpeng dan penampilan kreasi santri dari masing-masing cabang. Ibu Nyai Robi mengapresiasi tampilan dari mahasantri yang dipersembahkan pada acara tersebut.

“Di bulan ini telah lahir sosok manusia yang mulia yakni Rasulullah Saw, semoga kehadiran serta usaha kita dalam menyemarakkan Maulid di Majlis yang penuh barokah ini bisa menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah dan mendapatkan syafaaatnya kelak di hari kiamat,” pungkas Ibu Nyai.

Acara ditutup dengan pembacaan sholawat Nabi oleh tim Al-Banjari Darul Hikam secara khidmat dan foto bersama.

Reporter: Siti Junita

Editor: M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Opini

Dahsyatnya Bersyukur Agar Hati Tak Selalu Kufur

Oleh :

Apriliyatus Sholichah*

Sering kita temui manusia yang belum bisa merasakan nikmatnya untuk bersyukur. Akibatnya hati tertanam untuk slalu kufur akan nikmat yang di berikan oleh allah SWT. Masih merasa kurang cukup, sedikit, bahkan tak dianggap akan nikmat allah SWT berikan kepada manusia. Hal seperti itu, menunjukkan bahwa manusia belum bisa menikmati dahsyatnya untuk terus bersyukur dan hatinya masih tertanam nikmat untuk slalu kufur. Mengapa hal seperti ini sering terjadi?

Setiap insan dimuka bumi ini, pasti didalam kehidupannya pernah merasakan suka duka sepanjang hidupnya. Begitupun dengan sebaliknya tak ada insan yang terus merasakan sukanya karena pasti suatu saat nanti duka akan menyapanya. Ketika duka itu menyapa seorang insan akan muncul rasa kurang bersyukur,  malah menganggap rasa syukur itu terkubur dan timbullah hati menjadi kufur. Begitulah kehidupan di dunia ini, kesengsaraan dapat berganti dengan kebahagiaan dan kebahagian dapat berganti dengan kesedihan.

Sebagai insan yang memiliki iman tinggi mampu menompang segalah suka dukanya dengan rasa bersyukur bukan hati yang kufur, agar dahsyatnya bersyukur bisa hadir dalam kehidupan seorang insane, terutama seorang santri yang dididik untuk hidup mandiri dengan dibekali tholabul ilmi, dibimbing langsung oleh pak yai dan bunyai setiap hari.

Belajar dari kemandiriaannya yang rela untuk jauh dari orang tua demi sebuah tholabul ilmi dan menciptakan rangsangan untuk salalu bersyukur, supaya hati tak slalu kufur. Dalam konteks inilah tak hanya seorang yang didik, terdidik dan mendidik mampu meraih manisnya rasa syukur, melainkan semua insane yang ada di bumi pertiwi ini. Semua yang terjadi dialam fana ini pasti akan membawakan hal positif maupun negative dan pastinya memiliki pelajaran  berharga dalam kehidupan fatamorgana yang dapat berubah secara silih berganti.

Jiwa yang kaya akan rasa syukur inilah raja yang sebenarnya. Seorang raja tak lagi membutuhkan sesuatu yang dimiliki oleh orang lain. Dengan demikian seorang raja juga pandai dalam bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.  Merasa cukup dan puas dengan semua nikmat dari-Nya, sehingga mata, wajah, dan hatinya tidak pernah menoleh kepada sesuatu yang bukan hak dan miliknya. Seperti hadist dari sahabat nabi SAW yang menyatakan bahwa “bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sebenarnya adalah yang kaya akan jiwanya.”

Secara global manusia mampu menjalankan kewajiban untuk terus mensyukuri semua atas kenikmatan-Nya dengan berhati-hati jangan sampai  mengufuri-Nya. mempraktikkan rasa syukur didalam kesehariannya manusia bisa menjadi insane yang dapat terhindar dari rasa kufur terhadap apapun yang bukan hak miliknya.

Kenikmatan yang diberikan oleh allah swt terhadap manusia merupakan kenikmatan yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya, oleh karena itu manusia sebagai insane yang diberikan banyak kenikmatan seharusnya mampu meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, dengan cara menikmati dahsyatnya bersyukur agar hati tak slalu kufur. Maka dari itu Bersyukur tidak semata-mata mengucapkan kata manis dibibir saja, tetapi bersyukur adalah ungkapan yang nyata dalam hati yang ikhlas.

Hidup menjadi indah, nyaman, tentram, dan bahagia. Apabila manusia mampu bersyukur dengan hati yang ikhlas, karena Tak ada alasan bagi manusia untuk mengisi kehidupannya dengan berkeluh kesah dan putus asa. Maka dari itu gunakan waktumu untuk terus bersyukur agar terhindar dari hati yang kufur dan menjadi manusia yang unggul.

* Penulis adalah MahaSantri Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember dan Mahasiswi Hukum Pidana Islam (HPI) Fakultas Syariah UIN KHAS Jember

Categories
Keislaman

Halaqah Fikih Peradaban PBNU, Prof. Haris Buat Catatan Fikih Siyasah di Indonesia

Nganjuk, Media Center Darul Hikam

Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil.I menjadi narasumber dalam acara, ‘Halaqah Fikih Peradaban dalam Rangka Satu Abad NU’, yang bertemakan Fikih Siyasah & Masalah Kaum Minoritas, bertempat di Graha Djalalain Pondok Pesantren Miftahul Ula Nglawak Kertosono Nganjuk, Ahad pagi (16/10/2022).

Prof Haris (sapaan akrabnya) dalam forum tersebut menyampaikan beberapa catatan penting tentang fiqh siyasah dan masalah kelompok minoritas di Indonesia.

Pertama, adalah teori konsep fiqh siyasah yang sampai saat ini belum dikembangkan ke dalam konteks Nation State.

“Kalau kita baca karangan Ibnu Taimiyah berjudul As Siyasah As Syariyah, karangan Imam Al Mawardi kitab Ahkamu Sultoniyah Al Maududy, ini konsepnya masih bukan dalam Nation State (negara bangsa), melainkan konsep monarki/kerajaan,” tuturnya.

“Kita memang tidak bisa meninggalkan Ahkamu Sultoniyah, namun jika hanya Ahkamu Sultoniyah saja yang dipakai, itu kan tidak pas konteksnya dengan jaman sekarang yang menggunakan konsep National State,” tambahnya yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember.

Kedua, keputusan bahtsul masail NU dalam konteks fiqh siyasah belum di-update/diperbaharui. Misalnya tentang sebutan negara Indonesia sebagai Darul Islam.

“Terkadang warga NU masih sering kali menyebut Darus Salam, padahal keputusan Muktamar NU Banjarmasin Tahun 1936 menyebutkan bahwa Indonesia adalah Darul Islam,” ungkap Prof  Haris yang juga Ketua KP3 MUI Jatim.

Contoh lainnya, NU pada tahun 1950 menetapkan hukum menyulut petasan di bulan Ramadhan sebagai syiar agama. Namun, dalam perkembangannya ketetapan tersebut dirubah menjadi haram karena membahayakan berdasarkan hasil Muktamar NU di Lirboyo tahun 1999.

Catatan ketiga menurut Prof. Haris adalah fiqh NU masih banyak sebatas wacana, baik dari kalangan madrasah, pesantren, lembaga pendidikan Islam. Hanya sedikit yang ditetapkan menjadi qanun/hukum positif.

“Fiqh kita masih living law, ada banyak diskusi, ada banyak musyawarah kitab dan bahtsul masail. Itu semua penting, tapi yang dipraktikkan ada berapa? Yang dimasukkan ke dalam peraturan perundang-undangan berapa?,” tegas Prof Haris yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember.

Selain itu, Prof. Haris yang juga Ketua PP APHTN-HAN itu menilai, bahwa ada banyak hal dalam peraturan perundang-undangan yang perlu dimasuki hasil keputusan bahtsul masail NU. Karena menurutnya, jikalau hanya sebatas fiqh yang sifatnya living law, maka hasil bahtsul masail hanya menjadi wacana di tengah masyarakat.

“Seperti pendapat madzhab yang sifatnya tidak mengikat, hal ini karena pendapat mazhab adalah fiqh, sehingga ada ruang kebebasan untuk menerapkannya atau tidak, termasuk juga banyaknya perbedaan pendapat,” ucap Prof Haris.

Dengan itu, agar fiqh bisa menjadi qanun, lanjut Prof. Haris, perlu kemudian untuk ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Misalnya UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan lainnya.

Lalu bagaimana cara memasukkan hasil Bahtsul Masail ke dalam undang-undang (UU)? Menurutnya yaitu dengan menerapkan paham Ius Constituendum.

“Peraturan perundang-undangan yang tidak cocok, perlu diberikan masukan dan mengajukan pasal perubahannya,” terangnya.

Menurut Prof Haris hasil bahtsul masail harus diteruskan kepada forum yang lebih tinggi, seperti Hukmul Hakim Yarfa’ul Khilaf. Karena keputusan hakim itu sudah mengikat dan menghilangkan perbedaan di kalangan para ulama.

Pada kesempatan itu pula, Prof Haris mengelompokkan beberapa model peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.

Pertama, redaksi dan subtansi sudah syariah seperti Kompilasi Hukum Islam, KHES, UU wakaf, UU Pesantren dan lain-lain.  Kedua, UU yang tidak menggunakan nama syariah tapi secara substansi menggunakan konsep syariah. Misalnya UU tentang Lalu Lintas, UU tentang Perlindungan Konsumen dan lainnya.

Ketiga, redaksi dan subtansi tidak ada label syariah dalam UU, bahkan isinya bertentangan dengan syariah. Misalnya UU tentang Haluan Ideologi Pancasila. Keempat, UU yang secara redaksi syariah, namun subtansinya masih belum syariah.

Reporter: Erni Fitriani

Editor  : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita Sains

Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Lepas Ratusan Mahasiswa PKL ke Berbagai Instansi

Jember, nusanta.co.id

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember kembali melepas mahasiswanya dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stadion Kampus Imam Nahrawi  pada Senin, (3/10/22).

Sebelumnya, Fakultas Syariah dalam mempersiapkan mahasiswa PKL telah mengadakan Program ‘Tilik Desa’, merupakan program kerja sama antara pihak Fakultas Syariah dengan Pengadilan Negeri Jember. Program ini bertujuan agar mahasiswa sebelum PKL sudah merasakan pengabdian di masyarakat dengan melayani dan mensosialisasikan gugatan secara online tanpa harus pergi ke pengadilan. Dalam kegiatan tersebut, para mahasiswa bertugas sebagai seorang konsultan hukum.

Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M., Dekan Fakultas Syariah, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil. I,. serta segenap pimpinan Fakultas Syariah beserta jajaran turut hadir dalam memeriahkan acara tersebut.  

Demi menyukseskan kegiatan ini, Fakultas Syariah telah menjalin kerja sama dengan beberapa instansi terkait diantaranya, Pengandilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan TUN Surabaya, KPPU Kanwil IV Surabaya, Pemprov Jatim, Kantor Imigrasi Jember, Kantor Notaris, MUI Jawa Timur, KPU Jember, DPRD, Kantor Advokat, Kantor Pertanahan, dan Ombudsman Jatim.

Badrut Tamam, SH, MH. sebagai Ketua Panitia menyampaikan rasa syukur karena acara berjalan dengan lancar.

“Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Tahun ini alhamdulillah dapat tempat di stadion kampus sehingga acara kami kemas dengan pelepasan balon secara simbolis oleh Bapak Rektor,” ujar Badrut Tamam sebagai Ketua Panitia

Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM. dalam kesempatan yang sama menyampaikan kepada mahasiswa agar selalu aktif dan inovatif dalam segala kegiatan.

“Kegiatan PKL harus bisa dimanfaatkan mahasiswa dengan baik. Jadikan PKL ini sebagai ajang memberikan jawaban atas masalah yang ada di masyarakat menjadi tanda bentuk kualitas Kampus UIN KHAS Jember sebagai perguruan tinggi yang mempunyai kader intelektual yang unggul,” ujar Prof. Babun.

Dekan Fakultas Syariah, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. mengatakan kegiatan pelepasan ini merupakan upacara formal sebagai bentuk penghargaan kepada mahasiswa yang akan melaksanakan tugas magang di tempat yang sudah ditentukan.

“Saya harap mahasiswa bisa serius belajar, karena berbeda antara ilmu di kelas dan di masyarakat. Program PKL ini juga diharapkan bisa menjadi inspirasi mahasiswa dalam menyusun penelitian dan relasi pun terjalin,“ ujar Prof. Haris yang juga Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).

Prof. Haris (sapaan akrabnya) turut memaparkan, persiapan untuk program PKL pun telah dilakukan sejak bulan Agustus lalu. Sebelum program ini terlaksana, Fakultas juga telah menjalin kerja sama dengan Pengadilan Negeri Jember dalam bentuk Program Tilik Desa sehingga mahasiswa memiliki ilmu baru tentang tata cara pendaftaran perkara online di Pengadilan Negeri Jember. PKL dilaksanakan pada 3 Oktober hingga 25 November 2022.

Pelepasan tersebut diikuti oleh kurang lebih 483 mahasiswa yang akan tersebar di 57 instansi di Jawa Timur.

Reporter: Lutvi Hendrawan

Editor: Erni Fitriani