Categories
Sains

Guru Besar IAIN Jember Dorong Pemerintah Jokowi Aktif Back Up Perbankan Syariah

Jember, 12 Desember 2019.

Bekerja sama dengan Bank Syariah Mandiri, Fakultas Syariah IAIN Jember menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Menuju Sistem Ekonomi dan Perbankan Yang Berorientasi Kemaslahatan”, pada Kamis, 12 Desember 2019 di Auditorium Gedung Kuliah Terpadu IAIN Jember. Hadir sebagai Narasumber pada kesempatan itu, Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM (Rektor IAIN Jember), Ust Saptono, Lc, M.Si (Head of Complaince BSM Kantor Pusat Jakarta), dan Prof. Dr. Kiai M Noor Harisudin, M. Fil.I (Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember). Acara yang dihadiri kurang lebih 600 mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan Fakultas Syariah ini berlangsung gayeng dengan moderator Bapak Ali Saifudin Zuhri, MEI.

Ust. Saptono menjelaskan tentang Perbankan Syariah yang berorientasi maslahah. “Kalau Bank Syariah insyaallah jelas maslahah. Beda dengan Bank Konvensional”, jelas kandidat doktor Universitas Brawijaya yang juga Head of Complaince Bank Syariah Mandiri Kantor Pusat Jakarta tersebut.

Sementara, Prof Kiai Haris melakukan testimoni teknologi BSM yang canggih. “Ketika di Sydney Australia, saya ambil uang dolar melalui ATM Prioritas BSM. Ini kan luar biasa”, pungkas Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur tersebut.

Hanya saja, Bank Syariah harus melakukan terobosan agar bisa naik dari 6 persen.”Ini kan aneh. Umat Islam mayoritas, pengguna bank Syariah minoritas. “Selain dukungan pemerintah Jokowi yang aktif back up Bank Syariah, terobosan harus dilakukan untuk mencapai penetrasi Bank Syariah hingga 30 persen”, lanjut Prof Kiai Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember tersebut.

Sebelumnya, acara yang dibuka Rektor IAIN Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM ini juga diteruskan dengan MoU antara Fakultas Syariah IAIN Jember dan Bank Syariah Mandiri Jember. (Media Center/Faris).

Categories
Uncategorised

Kuliah Umum Bersama Hakim Konstitusi Republik Indonesia

Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah IAIN Jember bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam menyelenggarakan Kuliah Umum yang bertajuk “Problematika Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi”. Kuliah Umum tersebut menghadirkan Dr. Wahiduddin Adams, S.H., M.A (Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia) dan Dr. Wiryanto, SHI, MH. ( Kabiro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK).

Kegiatan yang diwajibkan bagi seluruh mahasiswa Hukum Tata Negara dan terbuka untuk umum itu diselenggarakan pada Kamis (21/11) di Gedung Kuliah Terpadu IAIN Jember. Acara tersebut dihadiri kurang lebih delapan ratus peserta terdiri dari Pimpinan, Dosen, Mahasiswa dan Tamu undangan.

Kuliah umum ini berlangsung dengan khidmat diawali dengan pembacaan laporan yang dibacakan langsung oleh Dr. Wiryanto, SHI, MH. selaku Kabiro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Rektor IAIN Jember Prof. Dr. Babun Soeharto S.E.,M.M. dalam sambutannya mengatakan, kuliah umum seperti ini cukup penting karena selain menambah wawasan mahasiswa, kegiatan ini juga dapat membuktikan pada universitas lain bahwa kampus IAIN Jember memang kampus yang berada di kota kecil namun wawasannya tidak kalah dengan kampus ternama lainnya.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Wahiduddin Adams mengenalkan kepada seluruh peserta yang hadir bahwa Indonesia menganut sistem demokrasi sejak 1945, ciri-ciri demokrasi yaitu adanya pemilu. Pemilu adalah sebagai sarana bagi masyarakat untuk memilih pemimpin nasional yang diadakan 5 tahun sekali yang diatur dalam UU no 7 tahun 2017 tentang UU Pemilu. Potensi masalah pemilu  meliputi pelanggaran administratif, pelanggaran tindak pidana, masalah sengketa hasil perhitungan suara. Selain itu, beliau menyebutkan tugas-tugas dan wewenang MK, sengketa pemilihan kepala daerah dan pemilu serentak.

“Tempat itu dapat dikatakan berkah dilihat dari siapa saja yang pernah singgah dan fakultas syariah adalah salah satu tempat yang berkah karena disinggahi oleh hakim konstitusi RI. Dan perlu diingat bahwa hal apapun mengenai masyarakat kita harus tetap optimis”. Ujar  Dr. Wahiduddin Adams diakhir acara sembari memberikan kesempatan mahasiswa IAIN Jember untuk PPL di Mahkamah Konstitusi Jakarta. Sebelumnya ditanda tangani nota kesepahaman antara IAIN Jember dan Mahkamah Konstitusi dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam beberapa tahun yang akan datang.

Sementara itu, Dekan Fakultas Syariah Prof. Dr. M. Noor Harisuddin M.Fil.I yang turut hadir dalam acara tersebut menyampaikan bahwa kuliah umum ini adalah salah satu bentuk kerja sama yang dijalin Fakultas Syariah IAIN Jember dengan MK RI dalam mengembangkan intelektual hukum mahasiswa Fakultas Syariah khususnya mahasiswa Hukum Tata Negara. (media center/ nadawildan).

Categories
Sains

Sabbatical Leave 2019 Ladang Ilmu dan Percepatan Transformasi IAIN jadi UIN

RAKYATCIREBNON.CO.ID – IAIN Syekh Nurjati Cirebon Sabbatical Leave 2019. Kegiatan ini bakal digelar selama dua pekan. Pembukaanya dilakukan Senin (4/11) di Gedung Rektorat.  Dua guru besar, Prof Dr Azis Farurrozi MA  dari UIN Jakarta dan Prof Dr M Noor Harisuddin MFilI  dari IAIN Jember didapuk sebagai pembicara.

Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Sumanta Hasyim MAg menjelaskan, pihaknya telah instruksikan kepada  LPPM, LPM, fakultas,  jurusan dan pascasarjana untuk bisa memanfaatkan kehadiran dua guru besar tersebut. Menurutnya, ada banyak manfaat yang bisa diambil.

Manfaat yang dapat diserap dari kegiatan ini, lanjut dia, ialah terkait inovasi program pembelajaran, penelitian, pengelolaan lembaga, kajian keilmiahan, pendirian jurusan, pendirian fakultas, dan pendirian lembaga.  Pasalnya, ungkap Sumanta, kedua narasumber tersebut kaya akan pengalaman dan memiliki terobosan.

“Prof Haris itu profesor muda, beliau mempunyai inovasi yang dapat kita serap. Sedangkan Prof Azis ini lebih senior, beliau mempunyai banyak pengalaman dan seorang asesor,” ungkapnya kepada Rakyat Cirebon.

Bahkan pendirian program doktoral  di IAIN Cirebon salah satunya dibidani oleh guru besar Prof Azis.  “Jadi dia juga punya kontribusi dalam pendirian S3 kita. Sehingga strata kita lengkap, tidak hanya strata 1 dan 2 saja, tapi juga sampai strata 3. Yaitu, program sarjana, magister, dan doktor,” ungkapnya.

Secara teknis, Sabbatical Leave  juga sebagai salahsatu persiapan untuk transformasi IAIN menjadi UIN. Pasalnya, selain luas lahan dan jumlah mahasiswa, pengembangan jurusan  dan fakultas juga merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi.

“Karena secara otomatis transformasi menjadi UIN kan ada pengembangan prodi, pengembangan fakultas, penunjang infrastruktur, peningkatan akses, jumlah mahasiswa. Itu semua kan jadi syarat-syarat semua,” ucapnya.  (wan)

Categories
Uncategorised

Sabbatical Leave 2019 di IAIN Cirebon Tingkatkan Kualitas Akademik dan Persiapan Transformasi Menjadi UIN

CIREBON, SC- Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon melaksanakan kegiatan Sabbatical Leave 2019 dengan narasumber guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Azis Farurrozi MA dan guru besar IAIN Jember, Prof Dr M Noor Harisuddin MFilI di lantai 3 gedung rektorat kampus setempat, Senin (4/11/2019).

Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Sumanta Hasyim MAg menjelaskan, dengan adanya kegiatan yang akan dilaksanakan selama 2 pekan ini, pihaknya telah menginstruksikan semua lembaga di IAIN Cirebon, seperti LPPM, LPM, fakultas, dan pascasarjana untuk bisa memanfaatkan kehadiran dua profesor yang menjadi narasumber tersebut untuk kemajuan kampus ini.

“Saya minta untuk diambil ilmu dan pelajarannya demi pengembangan lembaga dan peningkatan kualitas akademik kampus ini. Dari lembaga tentu kami akan mengambil manfaat dan pelajaran dari keduanya,” kata Sumanta di ruang kerjanya usai membuka kegiatan tersebut.

Manfaat yang dapat diserap dari kegiatan ini, lanjut dia, ialah terkait inovasi untuk program pembelajaran, penelitian, pengelolaan lembaga, kajian keilmiahan, pendirian prodi, pendirian fakultas, dan pendirian lembaga. Pasalnya, ungkap Sumanta, kedua narasumber tersebut kaya akan pengalaman dan memiliki terobosan yang bisa diserap dan diimplementasikan demi kemajuan IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

“Prof Haris itu profesor muda, beliau mempunyai inovasi yang dapat kita serap. Sedangkan Prof Azis ini lebih senior, beliau mempunyai banyak pengalaman dan seorang asesor. Bahkan pendirian S3 di IAIN Cirebon ini juga asesornya beliau. Jadi dia juga punya kontribusi dalam pendirian S3 kita. Sehingga strata kita lengkap, tidak hanya strata 1 dan 2 saja, tapi juga sampai strata 3. Yaitu, program sarjana, magister, dan doktor,” ungkapnya.

Selain itu, kata Sumanta, kegiatan ini juga sebagai salahsatu persiapan untuk transformasi kampus tersebut dari IAIN menjadi UIN. Pasalnya, selain luas lahan dan jumlah mahasiswa, pengembangan prodi dan fakultas juga merupakan salahsatu persyaratan yang harus dipenuhi.

“Oh betul (salahsatu persiapan untuk bertransformasi dari IAIN menjadi UIN). Semua perangkat yang ada itu kan memang arahnya ke sana. Karena secara otomatis transformasi menjadi UIN kan ada pengembangan prodi, pengembangan fakultas, penunjang infrastruktur, peningkatan akses, jumlah mahasiswa. Itu semua kan jadi syarat-syarat semua,” ucapnya.

Untuk itu, kata Sumanta, titik tekan dari kegiatan ini adalah bagaimana narasumber ini bisa memberikan sentuhan akademik demi kemajuan pengembangan lembaga di perguruan tinggi, khususnya di IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini. Karena fokus dari kegiatan ini yang sudah dihadirkan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Islam (Pendis) dan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kementerian Agama ke kampus ini dalam rangka peningkatan mutu akademik dan pengembangan lembaga.

“Karena dari kedua tokoh ini banyak pengalaman-pengalaman, keilmuan-keilmuan, keahlian yang kita dapatkan. Harapannya setelah kegiatan ini, atau outputnya pembelajaran, peningkatan akademik di lingkungan IAIN Syekh Nurjati Cirebon semakin bergairah. Dosen-dosennya semakin terpacu untuk melakukan kegiatan akademik yang inovatif yang dapat berkompetisi. Sehingga apa yang menjadi garapan kita dapat terangkat,” pungkasnya. (Arif)

Categories
Dunia Islam

Maulid, Momentum Hadirkan Nabi di Tengah Kehidupan

Cirebon, NU Online 

Guru Besar IAIN Jember, KH M Noor Harisudin mengatakan Maulid Nabi adalah momentum bagi umat Islam untuk terus menghadirkan Nabi. Dengan selalu menghadirkan Nabi Saw, umat Islam akan dijauhkan dari azab.   

“Seperti disebutkan dalam Al-Qur’an QS  Al Anfal ayat 33, ada dua hal yang menjadikan diurungkannya azab; yaitu karena  kehadiran Nabi Saw dan orang- orang yang meminta ampun pada Allah Swt. Keduanya menjadikan azab menjadi jauh dari umat,” kata kiai yang juga Wakil Ketua LDNU Jawa Timur ini.

Dalam Khutbah Jumat di Masjid IAIN Shekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/11), selain menghadirkan Nabi Saw, Maulid juga hendaknya dapat dijadikan inspirasi meneladani Nabi.

“Ketika Nabi Saw wafat, Abu Bakar langsung datang ke Aisyah. Abu Bakar bertanya, ‘Apa ada sunah Nabi yang belum saya lakukan?” ia mengisahkan.

Akhirnya, Siti Aisyah bercerita tentang kebiasaan Nabi Muhammad yang setiap hari memberi makan orang Yahudi yang buta di pasar Madinah. Abu Bakar lalu mempraktikkannya, memberi makan Yahudi miskin dan buta seperti disebutkan dalam Sirah Nabawiyah.

“Pertanyaan Sahabat Abu Bakar ini yang mesti kita tanyakan pada diri kita: Apakah ada sunah Nabi yang belum kita praktikkan di bulan maulid Nabi ini,” ujar Director of World Moslem Studies Center yang berkedudukan di Bekasi tersebut.

Pada sisi lain, Maulid Nabi Saw juga menjadi momentum untuk mencapai keberislaman yang mendarah daging (being) seperti penggambaran Aisyah tentang akhlak Nabi yang seperti Al-Qur’an.

“Seperti kita tahu, Islam baru diajarkan sebatas knowing (pengetahuan). Islam  belum diteruskan pada doing bahkan being. Karena itu, maulid Nabi adalah momentum untuk men-carger Islam kita agar menjadi being,” tegas Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara Seluruh Indonesia.

Ia mencontohkan, misalnya umat Islam membaca hadits yang menyatakan bahwa kebersihan sebagian dari iman. Banyak dari umat Islam yang belum mempraktikkan, apalagi sampai mendarah daging dalam kehidupan.   

Kontributor: Sohibul Ulum 
Editor: Kendi Setiawan

Categories
Dunia Islam Sains

Strategi Santri Raih Kesuksesan 

Cirebon, NU Online 

Guru Besar IAIN Jember, KH M Noor Harisudin mengatakan jika ingin sukses, seorang santri harus berani melakukan hal-hal di luar yang biasa dilakukan orang pada umumnya.

Kiai Haris yang juga Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur itu mengutip perkataan Ibnu Athailah Al Iskandari, “Kaifa takhruqu laka Al awaidu wa anta lam tukhriq min nafsika Al awaaida. Bagaimana mungkin kau bisa menjadi luar biasa, sementara yang kau lakukan biasa-biasa saja.”

Berbicara di depan sekitar 400 mahasantri putri Ma’had Al Jami’ah Syeikh Nurjati IAIN Cirebon, Jawa Barat, Jumat (1/11), Kiai MN Harisudin menegaskan para santri Syeikh Nurjati IAIN Cirebon harus memulai itu.

“Lakukan yang luar biasa dalam hidup. Dalam belajar, berinteraksi sosial, berdoa, dan sebagainya,” tukas Guru Besar yang sering diundang berceramah ke luar negeri tersebut.

Selain itu, santri juga harus berkhidmah kepada guru dan kiai. Kiai Haris mencontohkan teori suhbah, yaitu teori orang sukses karena mendampingi dan berkhidmat kepada kiai atau guru. Seorang bernama Ibnu Abbas mendapatkan doa mustajab dari Nabi Muhammad Saw. Allahumma faqihhu fiddin wa allimhut ta’wil. Karena Ibnu Abas mendampingi dan menyiapkan urusan Nabi.     

“Berkat doa ini, akhirnya, Ibnu Abas menjadi ahli tafsir hebat. Meskipun usianya masih muda, sahabat Abu Bakar, Umar, dan sebagainya kalau bertanya tafsir, ya kepada anak muda Ibnu Abas ini,” kata Kiai Haris yang juga Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara Seluruh Indonesia.

Kiai Haris optimis dengan masa depan santri sekarang. Dalam bidang keilmuan, ia mengatakan akan ada banyak guru besar yang lahir dari latar pesantren.  

“Apalagi sudah  terbit UU Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 yang menjadi peluang pada utamanya santri, untuk belajar dan bekerja dengan akses yang sama dengan warga yang lain,” ujarnya.        

Hadir pada kesempatan Warek I IAIN Syekh Nurjati Cirebon Syaifudin Zuhri dan Direktur Ma’had Al Jami’ah IAIN Syeikh Nurjati Cirebon, Kiai Amir.                                                               

Kontributor: Sohibul Ulum 

Editor: Kendi Setiawan

Categories
Dunia Islam

Sabbatical Leave di Syekh Nurjati, Kiai Harisudin: Dosen IAIN Harus Moderat 

Cirebon, NU Online 

Guru Besar IAIN Jember, KH M Noor Harisudin menegaskan para dosen di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) termasuk IAIN Syekh Nurjati Cirebon harus moderat. Sikap moderat harus dipraktikkan sebagai aplikasi Islam washatiyah atau Islam moderat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.   

“Pandangan washatiyah ini didukung oleh wawasan keislaman yang luas, bukan yang monoperspektif,” ujat​​​​​r Kiai M Noor Harisudin, ketika mengisi Short Course Studi Keislaman di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Senin (4/11) di Aula Senat.

Menjadi salah satu narasumber pada rangkaian Sabbatical Leave yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Kiai MN Harisudin mengungkapkan para dosen IAIN juga harus luas wawasan keislamannya.

“Meskipun ia berasal dari perguruan tinggi umum dan mengampu mata kuliah umum, kalau sudah masuk IAIN, harus belajar tentang Islam yang kaya perspektif tersebut,” ujar kiai muda yang juga Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur ini.

Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara Seluruh Indonesia ini juga menekankan pentingnya kemampuan dosen IAIN Syeikh Nurjati melakukan integrasi keilmuan.

“Kalau meminjam Al-Ghazali, perguruan tinggi itu levelnya imanul mutakallimin. Imannya ahli kalam dan para filosof yang perlu dijelaskan secara sains dan ilmu pengetahuan. Caranya dengan integrasi keilmuan,” katanya.

Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKI Seluruh Indonesia itu memberikan contoh, misalnya pemahaman Allahu Akbar yang tidak dilihat dari sisi ilmu gramatikal Arab, namun juga dari astronomi.

“Karena dengan ilmu astronomi, akan dapat kita lihat kemahabesaran Allah Swt yang sesungguhnya. Kalau lafadz ‘Allahu Akbar’ dilihat secara linguistik, belum terlihat kebesaran Allah yang komprehensif,” ujar Kiai Haris sambil menunjukkan secara astronomi jumlah bintang jutaan miliar di angkasa yang itu masih belum seberapa dengan kebesaran Allah Swt.

“Demikian juga keilmuan Islam yang lain yang diintegrasikan dengan ilmu Psikologi, Sosiologi, Biologi, dan sebagainya sehingga utuh dan komprehensif,” ujar Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember tersebut.

Kegiatan Sabbatical Leave di Universitas Syekh Nurjati, berlangsung selama dua pekan. Selain Kiai MN Harisudin, narasumber lainnya adalah Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azis Farurrozi.   Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, H Sumanta Hasyim menjelaskan, dengan adanya Sabbatical Leave, pihaknya telah menginstruksikan semua lembaga di IAIN Cirebon, seperti LPPM, LPM, fakultas, dan paskasarjana untuk bisa memanfaatkan kehadiran dua profesor yang menjadi narasumber tersebut untuk kemajuan kampus ini.

Sabbatical Leve 2019 adalah upaya Kemenag melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI untuk memberikan afirmasi bantuan dari Ditjen Pendis kepada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang masih mengalami kelangkaaan akan guru besar.

Lokasi yang dituju adalah sejumlah PTKIN, baik IAIN maupun STAIN, yang masih langka akan guru besar. Program berlangsung selama dua hingga empat pekan pada Oktober hingga November 2019. Peserta yang dilibatkan dalam program Sabbatical Leave adalah para guru besar yang memiliki sejumah keahlian tertentu seperti di bidang pengelolaan jurnal dan publikasi ilmiah, penelitian, manajemen tata kelola PTKI, dan boarang akreditasi, serta pengembangan akademik.  Diharapkan, melalui Sabbatical Leave ini, sejumlah PTKI yang menjadi lokasi sasaran program akan meningkat kualitasnya baik secara akademik maupun tata kelolanya. Selain itu, juga mengalami peningkatan pada kuantitas jurnal yang terakreditasi dan hasil-hasil riset yang berdampak dan terpublikasi dengan baik.     

Kontributor: Sohibul Ulum
Editor: Kendi Setiawan

Categories
Dunia Islam

NKRI dan Pancasila Jadi Perbincangan Hangat di Canberra

Canberra, NU Online

Negara Kesaatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila merupakan jembatan menuju baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Yakni negeri yang indah dengan mendapat kurnia dari Tuhan.

Demikian disampaikan Kiai M Noor Harisudin dalam pada acara NGOPI (Ngaji on Particular Issue) dengan tema Konsep Nasionalisme dalam Islam di Canberra, Australia, Sabtu (17/8).

Acara yang dihelat oleh pengajian khataman Canberra yang diketuai Ustadz Katiman itu berlangsung gayeng dan seru. Peserta membludak memenuhi aula rumah Fuad Fanani, Hartadi dan Ale di Canberra.                                

Konsep Nasionalisme dalam pandangan guru besar ushul fiqih di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember, Jatim tersebut, setara dengan NKRI dan Pancasila. Ketiganya adalah jembatan menuju cita-cita tersebut. 

“Dalam ilmu ushul fiqih, ini namanya fathu dzariah. Jalan menuju sesuatu yang baik yang itu dibuka selebar-lebarnya dalam Islam. NKRI, Pancasila, dan nasionalisme adalah jalan menuju cita-cita baik, yaitu baldatun thayyibatun warabbun ghafur,” urai Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember tersebut.    

Ormas arus utama di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah  menguatkan posisi NKRI dan Pancasila. Sebaliknya, pengusung wacana khilafah dan komunisme telah  melemahkan NKRI.  

“Misalnya NU menetapkan NKRI dengan darul Islam dalam arti wilayah Islam dimana orang-orang Islam dapat menjalankan agamanya dengan baik. Muhammadiyah menyebut NKRI dengan darul ahdi was syahadah,” terangnya.

Sebagian ulama Indonesia mengatakan NKRI dengan darul mitsaq atau negara konsesus. Juga tentang Pancasila, ulama Indonesia mengatakan bukan hanya sesuai syariat, tapi bahkan syariat Islam itu sendiri. 

“Karena semua sila-silanya ada dasar Al-Qur’an haditsnya”, ungkap Sekjen PP Keluarga Alumni Ma’had Aly Situbondo tersebut.                                  

Demikian juga konsep nasioalisme karena termasuk sesuatu yang tidak memiliki nash atau ma la nassha fihi, maka harus dilihat sisi maslahah dan mafsadahnya. 

“Jika dilihat dari perspektif maqashidus syariah, maka nasionalisme  mengandung maslahah. Karena mengikat bangsa Indonesia untuk fokus pada NKRI dan bersama-sama membangun Indonesia menjadi negara yang berkeadilan dan sejahtera dalam ridla Allah SWT,” jelas Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia (ABPTSI) ini.

Kalau hari ini ada sebagian kecil anak muda Indonesia yang cenderung  pro khilafah, maka menurut Prof Haris, adalah tugas kita semua untuk berdialog dan mengajak mereka kembali pada NKRI selain edukasi sejak dini. 

“Kita harus melakukan edukasi sejak dini bagaimana umat Islam bisa menjadi warga negara yang baik pada satu sisi. Dan pada sisi yang lain, dia juga seorang Muslim sejati,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara tersebut.                                  

Sementara itu, Dani Muhtada yang juga dosen Unes Semarang menyebut asal muasal nasionalisme. 

“Benedict Anderson menyebut imagined communities. Kita sesama anak bangsa tidak pernah ketemu, tapi kita sepakat dengan Indonesia. Inilah konsep nasionalisme yang dibangun di negeri ini,” kata alumni Ph.D Northern Illinois University Amerika Serikat tersebut. 

Acara yang dimoderatori Mas Bas berlangsung hingga malam hari diselingi humor. Hal tersebut  yang juga membuat peserta diskusi merasa tidak jenuh. (Sohibul Ulum/Ibnu Nawawi).   

Sumber: www.nu.or.id

Categories
Dunia Islam

Fikih Kontekstual untuk Kaum Milenial

Canberra, NU Online

Fikih pada dasarnya sangat dinamis. Karena itu, fikih paling cepat merespon perkembangan zaman, termasuk masyarakat milenial.

Demikian disampaikan Guru Besar Ushul Fikih IAIN Jember, Kiai MN Harisudin dalam acara seminar bertema Fikih Kontekstual di Era Milenial di musholla kampus Australian National University Canberra, Australia, Ahad, (18/8).

Menurutnya, perubahan dalam fikih itu merespon laju IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang berkembang sangat cepat.

“Perubahan fatwa hukum, terutama yang berkaitan dengan mu’amalah dan bukan ibadah mahdlah merupakan hal yang wajar. Karena syariat dalam mu’amalah sifatnyamutammim (penyempurna). Sehingga aturan dibuat global, tidak rigid (kaku) dan selalu kontekstual,” jelasnya sebagaimana rilis yang diterima NU Online , Selasa (20/8).

Hal tersebut, katanya, berbeda dengan fikih ibadah yangrigid dan detail karena digunakan untuk sepanjang zaman dan semua tempat. Oleh karenanya, fikih ibadah tidak bisa diotak-atik. Contohnya, ibadah haji, sejak dulu sampai kapanpun tetap di Makkah, puasa di bulan Ramadhan, shalat lima waktu waktunya juga tetap, dan sebagainya. Namun, perubahan dalam fikih muamalah itu juga tidak seketika berubah, tapi harus melihat: apakah ada perubahan illat apa tidak.

“Dulu di tahun 1930, NU memutuskan bahwa menyalakan mercon di Ramadlan sebagai syiar agama, dianjurkan. Tapi tahun 1999, fatwa hukum berubah menjadi haram karena sudah tidak ada lagi syiar pakai mercon, malah mercon dibuat gede , yang bisa membahayakan dan mematikan manusia”, ujarnya.

Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur tersebut menambahkan, hal-hal yang berkaitan dengan mu’amalah di era milenial, maka juga melihat apakah syarat perubahan itu terjadi.

“Jadi kita cek, apakah syarat perubahan hukum tersebut telah terjadi. Nah, kalau kita lihat era sekarang, ada go food, go send, gojek, go car , dan sebagainya, maka selama syarat rukun terpenuhi, hukumnya sah”, pungkas Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara tersebut.

Acara tersebut yang diselenggarakan oleh PCI NU Australia-New Zealand bekerja sama dengan Pengajian Khataman pimpinan Ustadz Katiman tersebut dihadiri puluhan mahasiswa dan warga Indonesia di Canberra.

Pewarta : Aryudi AR

Sumber: www.nu.or.id

Categories
Dunia Islam

Melihat Praktik Islam Rahmatan Lil Alamin di Australia

Melbourne, NU Online

Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Peruntukannya untuk seluruh masyarakat dunia dan bukan hanya untuk orang di kawasan Arab saja. Termasuk masyarakat Australia.

Demikian disampaikan Kiai M Noor Harisudin dalam pengajian bertema Islam rahmatan lil alamin di Masjid Westall Melbourne Australia, Ahad (18/8)

Acara yang digelar oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-New Zealand bekerja sama dengan Indonesian Muslim Community of Victoria (IMCV) itu dihadiri oleh banyak jamaah dengan berbagai latar belakang.

IMCV sendiri merupakan organisasi masyarakat Islam di Victoria, salah satu provinsi di Australia. Hadir pada kesempatan itu Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI yakni Kiai Arskal Salim, Presiden IMCV yakni Teguh Iskanto S dan perwakilan PCINU Australia-New Zealand yaitu Ustadz M Nazil Iqdam yang juga mahasiswa Ph.D Monash University.

Dalam pandangan Kiai M Noor Harisudin yang juga guru besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember ini ada tiga arti Islam rahmatan lil alamin. Yaitu cakupan, konten dan cara.

Dari arti cakupan, Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember ini menyebut QS Al Anbiyaa 107 yakni wama arsalnaaka illa rahmatan lil alamiin .

“Bahwa Islam memberikan kasih sayang mencakup pada semua makhluk baik manusia, jin, hewan, tumbuh-tumbuhan, sungai, gunung, dan sebagainya,” jelasnya.

Yang kedua, Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia tersebut menyebut ad-dlaruriyatul khmas sebagai konten Islam rahmatan Lil alamin.

“Artinya, Islam rahmatan lil alamin kontennya adalah ad-dlaruriyatul khams yaitu lima hal pokok yang dipelihara dalam Islam,” jelasnya.

Lima hal tersebut memelihara agama melalui melakukan shalat, menjaga jiwa yakni larangan membunuh, hukuman qishas, memelihara akal berupa perintah berpikir dan larangan minuman keras, memelihara harta dengan larangan mencuri, dan memelihara keturunan dengan perintah nikah dan larangan zina, lanjutnya.

Dalam pengamatannya konten Islam rahmatan lil alamin sudah dipraktikkan di Australia. “Kita lihat perlindungan pada binatang, peraturan lalu lintas yang ketat, perlindungan pada perempuan, iuran pajak yang tepat sasaran dan masih banyak lagi,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.

Dari arti cara, maka Islam rahmatan lil alamin harus disebarkan dengan cara-cara yang rahmah atau kasih sayang.

“Ma buitstu lannan wainnama buitstu rahmatan artinya saya tidak diutus menjadi pelaknat, namun saya diutus dengan memberi rahmah atau kasih sayang,” tegas Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia tersebut mengutip serbuah hadits.

Profesor Haris memberikan contoh bagaimana Nabi SAW memberikan makan orang Yahudi yang buta, meski terus dibenci dan dicaci oleh yang bersangkutan.

“Hasan al-Bashri seorang tabi’in juga memberikan teladan pada kita. Ketika sakit dan dijenguk tetangga yang Nasrani tetap baik. Padahal, air kotoran rumah orang Nasrani itu masuk ke kamarnya selama 20 tahun. Justru gara-gara itu, sang Nasrani tetangga Hasan an-Bashri lalu masuk Islam,” terang Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur tersebut.

Oleh karena itu, dakwah di Australia harus dilakukan dengan cara-cara yang ma’ruf agar orang menjadi tertarik dengan Islam. “Bukan dengan cara-cara yang tidak ma’ruf yang justru menjadikan orang Australia jauh dari Islam,” pungkasnya. (Sohibul Ulum/Ibnu Nawawi )

Sumber. www.nu.or.id