Categories
Dunia Islam

IKAPMII Latih Kader Konselor Untuk Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Bidang Gerakan Perempuan dan keadilan sosial IKAPMII Jember menyelenggarakan pelatihan Teknik Dasar Konseling sebagai bagian dari penanganan korban Kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kegiatan yang diadakan di Sekretariat IKAPMII Jember ini diikuti peserta yang berasal dari unsur perempuan PMII dan IKAPMII se-kabupaten Jember.

“Banyak kasus kekerasan yang menimpa anak danperempuan, namun belum seluruhnya mendapatkan penanganan dan pendampingan. Lebih parah lagi kasus-kasus seperti ini terus berulang. Untuk itu kami ingin berkontribusi dalam pencegahan dan membantukorban,”ditegaskan oleh Dr. Agustina Dewi SS, M.Hum, ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Keadilan Sosial IKAPMII Jember.

“Konseling ini arahnya adalah fokus kepada korban, menguatkan korban danbertujuan untuk mendorong korban agar mampu mengambil keputusan yang terbaik denganmemahami konsekwensinya,” demikian diuraikan oleh Fatchul MUnir, S.Psi., M.PSDM, psikolog yang menjadi pemateri dalam pelatihan ini.

Forum pelatihan ini ditindaklanjuti dengan pembentukan kepengurusan Rumah Teduh, semacam lembaga advokasi danperlindungan perempuan dan anak yang ada di bawah naungan yayasan IKAPMII Jember.“Lembaga ini memiliki posisi yang strategis, dan diharapkan nanti semua korban bisa memanfaatkan Rumah Teduh IKAPMII sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat yang humanis,” Ungkap Dr Akhmad Taufik, SS, M.Pd, KetuaUmum IKAPMII Jember.

(Sohibul Ulum/Humas NU)

Categories
Dunia Islam

Memotret Praktik Fiqih Minoritas di Taiwan

Taipe, NU Online

Bertempat di Mushalla National Taiwan University of Science and Technology Taipe puluhan mahasiswa Islam berkumpul. Rata-rata mereka kuliah S2 dan S3 di kampus ternama di Taiwan tersebut. Setelah pembacaan surat yasin, acara dilanjutkan dengan diskusi tentang fiqh minoritas di Taiwan.

Hadir dalam kesempatan itu, Kiai MN Harisudin, utusan Pondok Pesantren Kota Alif Lam Mim Surabaya. Acara diskusi yang berlangsung Jumat (4/1) itu dipandu oleh Ust. Didik Purwanto, sekretaris Tanfidziyah PCINU Taiwan.

Kiai MN. Harisudin menegaskan bahwa fiqh minoritas yang dalam bahasa Arab disebut dengan fiqh al-aqalliyyat adalah fiqih untuk orang-orang muslim minoritas yang tinggal di sebuah negara. “Misalnya, di Taiwan ini jumlah penduduknya 22 juta orang lebih. Jumlah orang Muslim, menurut H. Robert, Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipe, sekitar 260 ribu orang. Nah, praktik syariah umat Islam posisinya yang berapa persennya itu itu disebut dengan fiqh al-aqalliyyat. Karena jumlah muslim yang sedikit tersebut, ” papar kiai muda yang juga dosen Pascasarjana IAIN Jember tersebut. 

Dalam sejarahnya, fiqh al-aqalliyyat dikenalkan oleh dua tokoh utama. Mereka adalah Thaha Jabir al-Alwani dan Syeikh Yusuf Qardlawi. “Thaha Jabir al-Alwani pada tahun 1994 menulis buku berjudul Toward A Fiqh for Minorities: Some Basic Reflection. Sementara, Syeikh Yusuf Qardlawi menulis buku berjudul: Fiqh al-Aqalliyyat al-Muslimat: Hayatul Muslimin wasathal Mujtama’at al-Ukhra. Keduanya disebut sebagai penggagas fiqih minoritas,” ujarnya 

Dalam fiqh al-aqalliyyat, beberapa masalah fiqh akan muncul karena menyangkut keterbatasan fasilitas beribadah dan adat istiadat setempat. “Di beberapa daerah seperti Amerika dan Inggris, berlaku fiqh al-aqalliyyat karena Muslim di sana minoritas. Dalam fatwa ulama Eropa, tentang orang Islam: apakah ia akan mendapat warisan dari keluarga yang non-muslim. Mereka mengatakan bahwa orang Islam tetap mendapatkan waris dari saudara yang non-muslim.  Sehingga hadits bahwa orang Islam dan non Islam tidak saling mewarisi dikhususkan hanya pada non muslim yang harbi (kafir harbi). Sementara, mereka adalah kafir dzimmi. Jadi, menurut ulama Eropa, orang Islam bisa mewarisi kafir dzimmi,” pungkas Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr PWNU Jawa Timur tersebut. 

Perbedaan hukum di daerah mayoritas dan minoritas muslim ini menjadi wajar. Karena, lanjut Katib Syuriyah PCNU Jember ini, dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa perubahan hukum bergantung pada perubahan waktu, tempat dan keadaan. 

“Kalau ada hukum-hukum yang berbeda, itu adalah karena adanya perubahan waktu, tempat dan keadaan. Dulu, pada tahun 1930-an, Nahdlatul Ulama dalam Muktamarnya pernah menetapkan menyulut petasan pada waktu Ramadlan sebagai syiar diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Tapi, tahun 1999, dalam Muktamar di Taipe, NU Online

Bertempat di Mushalla National Taiwan University of Science and Technology Taipe puluhan mahasiswa Islam berkumpul. Rata-rata mereka kuliah S2 dan S3 di kampus ternama di Taiwan tersebut. Setelah pembacaan surat yasin, acara dilanjutkan dengan diskusi tentang fiqh minoritas di Taiwan.

Hadir dalam kesempatan itu, Kiai MN Harisudin, utusan Pondok Pesantren Kota Alif Lam Mim Surabaya. Acara diskusi yang berlangsung Jumat (4/1) itu dipandu oleh Ust. Didik Purwanto, sekretaris Tanfidziyah PCINU Taiwan.

Kiai MN. Harisudin menegaskan bahwa fiqh minoritas yang dalam bahasa Arab disebut dengan fiqh al-aqalliyyat adalah fiqih untuk orang-orang muslim minoritas yang tinggal di sebuah negara. “Misalnya, di Taiwan ini jumlah penduduknya 22 juta orang lebih. Jumlah orang Muslim, menurut H. Robert, Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipe, sekitar 260 ribu orang. Nah, praktik syariah umat Islam posisinya yang berapa persennya itu itu disebut dengan fiqh al-aqalliyyat. Karena jumlah muslim yang sedikit tersebut, ” papar kiai muda yang juga dosen Pascasarjana IAIN Jember tersebut. 

Dalam sejarahnya, fiqh al-aqalliyyat dikenalkan oleh dua tokoh utama. Mereka adalah Thaha Jabir al-Alwani dan Syeikh Yusuf Qardlawi. “Thaha Jabir al-Alwani pada tahun 1994 menulis buku berjudul Toward A Fiqh for Minorities: Some Basic Reflection. Sementara, Syeikh Yusuf Qardlawi menulis buku berjudul: Fiqh al-Aqalliyyat al-Muslimat: Hayatul Muslimin wasathal Mujtama’at al-Ukhra. Keduanya disebut sebagai penggagas fiqih minoritas,” ujarnya 

Dalam fiqh al-aqalliyyat, beberapa masalah fiqh akan muncul karena menyangkut keterbatasan fasilitas beribadah dan adat istiadat setempat. “Di beberapa daerah seperti Amerika dan Inggris, berlaku fiqh al-aqalliyyat karena Muslim di sana minoritas. Dalam fatwa ulama Eropa, tentang orang Islam: apakah ia akan mendapat warisan dari keluarga yang non-muslim. Mereka mengatakan bahwa orang Islam tetap mendapatkan waris dari saudara yang non-muslim.  Sehingga hadits bahwa orang Islam dan non Islam tidak saling mewarisi dikhususkan hanya pada non muslim yang harbi (kafir harbi). Sementara, mereka adalah kafir dzimmi. Jadi, menurut ulama Eropa, orang Islam bisa mewarisi kafir dzimmi,” pungkas Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr PWNU Jawa Timur tersebut. 

Perbedaan hukum di daerah mayoritas dan minoritas muslim ini menjadi wajar. Karena, lanjut Katib Syuriyah PCNU Jember ini, dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa perubahan hukum bergantung pada perubahan waktu, tempat dan keadaan. 

“Kalau ada hukum-hukum yang berbeda, itu adalah karena adanya perubahan waktu, tempat dan keadaan. Dulu, pada tahun 1930-an, Nahdlatul Ulama dalam Muktamarnya pernah menetapkan menyulut petasan pada waktu Ramadlan sebagai syiar diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Tapi, tahun 1999, dalam Muktamar di Lirboyo Kediri ditetapkan bahwa menyulut petasan itu haram. Ini karena kondisi yang berubah.”

“Ini perbedaan waktu dan kondisi. Kalau perbedaan tempat, qaul qadim dan qaul jadid Imam Syafi’i contohnya. Mesir dan Baghdad sama-sama mayoritas Muslim saja ada perbedaan. Kalau Taiwan dan Indonesia yang jelas beda (minoritas dan mayoritas), hukumnya jelas bisa sangat berbeda,” pungkas kiai MN. Harisudin yang juga pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember. 

Oleh karena itu, fiqh al-aqalliyyat juga berlaku di Taiwan. Karena dengan segala keterbatasannya, muncul berbagai problem fiqih di negeri Formosa tersebut. Misalnya pernikahan dengan non-muslim, tempat shalat yang terbatas, soal makanan halal, bekerja di peternakan babi, mengucapkan selamat natal, najis anjing, dan lain-lain. “Nah, yang demikian ini harus dipertimbangkan agar fiqh al-aqalliyyat di sini tetap mengandung kemaslahatan bagi umat Islam, tidak memberatkan bagi mereka. Meskipun kita juga tidak boleh sembarangan membolehkan semuanya karena yang seperti ini  namanya menggampangkan hukum Allah,” tukas Kiai MN Harisudin yang juga Sekjen Pengurus Pusat Keluarga Alumni Ma’had Aly Situbondo. (Sohibul Ulum/Mahbib) 

Categories
Dunia Islam

Meski Negara Liberal, Taiwan Adalah Darul Islam

Taiwan, NU Online

Selama umat Islam dapat dengan leluasa menjalankan ibadah, maka negara tersebut masuk kategori darul Islam. Di kawasan ini, tidak hanya PCI NU yang terbentuk, bahkan kepengurusan di tingkat ranting.

Rasa bangga disampaikan Kiai MN Harisudin yang sedang melakukan kunjungan ke Taichung, Taiwan. Dirinya hadir dalam rangka memberikan taushiyah sekaligus menyaksikan pelantikan Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Taiwan Ranting Taichung, Ahad (24/12).

Dalam pandangan Kiai Harisudin, darul Islam adalah merujuk pada wilayah atau daerah yang didiami oleh umat Islam dan mereka dapat menjalankan ibadah dengan baik.  

“Sebagaimana kita tahu,  Taiwan adalah negara dengan toleransi yang tinggi sehingga umat Islam dapat beribadah dengan baik,” kata Katib Syuriah PCNU Jember tersebut. Acara pengajian dengan dijaga Banser seperti ini tidak mungkin ada,  kalau tidak di Taiwan, lanjutnya yang disambut tepuk tangan hadirin.

Dalam pandangan dosen pascasarjana IAIN Jember tersebut, istilah darul Islam bukan diartikan dalam terma ketatanegaraan sebagai negara Islam dengan pemerintahan Islam.  “Darul Islam jangan diartikan mendirikan khilafah di Taiwan.  Tidak perlu khilafah atau pemerintah Islam di Taiwan,”  tandasnya.

Di hadapan ratusan hadirin, Kiai Harisuddin menekankan bahwa nahdliyin di Taiwan cukup beragama ala NU. Yaitu model beragama yang bersambung sanadnya hingga Rasulullah melalui para ulama.  

Pada proses pelantikan PCI NU Taiwan Ranting Taichung tersebut tampil sebagai rais syuriyah yakni Ustadz Nurudin dan ketua tanfidziyah Ustadz Suprayogi. 

Turut menyaksikan, Ketua Kantor Dagang Ekonomi Indonesia atau KDEI di Taiwan,  H Robert James Bintaryo, Rais Syuriyah PCI NU Taiwan Ustadz Agus Susanto dan ketua tanfidziyah,  Ustadz  Arif Wahyudi. 

Yang istimewa, selain pelantikan PCI NU Taiwan Ranting Taichung,  pada kesempatan tersebut juga dilantik Ketua Fatayat yakni Ibu Nurul dan Ketua Banser di bawah pimpinan Bapak Malik.

Ada sekitar 300 lebih hadirin mengikuti pelantikan yang dikemas dalam acara gema shalawat dan pengajian umum memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. (Ibnu Nawawi)

Categories
Dunia Islam

Kiprah M Noor Harisudin yang Berdakwah Hingga ke Taiwan

Jawa Pos, Jember (7 Pebruari 2018 )

15 hari berada di Taiwan menjadi waktu yang sangat berarti bagi Muhammad Noor Harisudin. Di sini dia mendapatkan pengalaman luar biasa, melihat perjuangan para TKI dalam bekerja dan semangat meningkatkan keimanan.

Pria yang akrab disapa Ustaz Haris ini biasanya mengajar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember. Seperti biasa, kopiah hitam selalu melekat di kepalanya, baju muslim selalu dipakai kemana-mana. Setiap bertemu orang selalu tampak ramah dan tersenyum.

Beberapa waktu lalu, dia baru saja datang dari Taiwan untuk memenuhi undangan para buruh migran. Dia ditugaskan oleh KH Imam Mawardi, Surabaya, untuk  berdakwah di Taiwan sejak 13 Desember 2017 hingga 7 Januari 2018. “Syarat berangkat ke sana, berdakwah tidak berorientasi finansial,” katanya. 

Karena niat melayani umat yang ada di Taiwan, pria kelahiran Demak, 25 September 1978 tersebut akhirnya berangkat. Dia diundang oleh Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Taiwan. “Sebelum berangkat, saya melihat dulu gambaran warga Taiwan,” jelasnya. 

Sehingga, ketika hendak berdakwah dia sudah memahami kondisi warganya. Diketahuinya, jumlah TKI di Taiwan cukup banyak, yakni mencapai 258 ribu orang. Namun, jumlah total orang Indonesia di sana sekitar 300 ribu penduduk. Sebagian dari mereka tidak mau kembali ke Indonesia, karena sudah merasa nyaman dengan sarana transportasi memadai, kesejahteraan tinggi, disiplin, jujur, serta dapat beribadah dengan bebas. 

Taiwan, kata dia, merupakan negara  “setengah merdeka”. Sebab, China tidak mau melepas Taiwan begitu saja. Sehingga bagi China, negeri ini ibarat tetap bagian dari China. “Taiwan  kalau di Indonesia setingkat provinsi, bahkan masih kalah besar dengan provinsi Jawa Timur. 

Di Taiwan, Indonesia tidak memiliki kedutaan, tetapi hanya  Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI). Namun, fungsinya hampir sama dengan kedutaan, karena semua hal diurus oleh KDEI, seperti pernikahan para TKI. 

Di sana, CCTV bertebaran di setiap ruas jalan, bahkan hampir semua untuk ketertiban lalu lintas. Tak heran, jika nyaris tidak ada pelanggaran lalu lintas. Sebab, jika melanggar lalu lintas, biayanya sangat mahal, yakni Rp 6 juta atau 12 ribu NT. “Di sana juga bebas macet,” jelasnya. 

Selama 15 hari di Taiwan, alumni IAI Ibrahimy Situbondo tersebut merasa berada di lingkungan dengan toleransi yang tinggi. Mereka memberikan kebebasan bagi orang Indonesia untuk beribadah. Bahkan, Pemerintah Taiwan menyediakan prayer room atau musalla di stasiun dan fasilitas publik yang lain. PCI NU Taiwan juga bebas menyelenggarakan pengajian. ”Hampir setiap bulan ada pengajian akbar,” jelasnya.

Kendati demikian, mereka harus berhati-hati dalam memilih makanan. Sebab, soal makan ini gampang-gampang susah. Dikhawatirkan makan daging babi yang bagi warga muslim dilarang. Sehingga, mereka harus ke pasar dan memasak sendiri masakannya. 

Gaji mereka cukup tinggi. Mulai dari perawat orang tua sampai buruh pabrik, dan pelayaran, gaji mereka paling rendah Rp 7,5 juta atau 15 ribu NT, gaji maksimal Rp 20 juta atau 40 ribu NT per bulan. “Mayoritas pekerjaan mereka adalah perawat orang tua,” tuturnya. 

Tak heran, para buruh migran di Taiwan kerap mengundang penceramah asal Indonesia untuk meningkatkan keimanan mereka. Selama 15 hari itulah, Ustaz Haris mengisi pengajian pada TKI dan kerap menerima curhat tentang masalah yang dialami. “Pengajian juga dilakukan via online melalui aplikasi Line,” terangnya. 

Kendati mereka memiliki pekerjaan dengan honor yang tinggi, namun pilihan merantau menjadi TKI merupakan pilihan terakhir. Sebab, mayoritas dari mereka memiliki masalah yang cukup rumit. Tak hanya karena persoalan ekonomi, tapi juga masalah keluarga. 

Ustaz Haris menyebutkan, pernah menerima konsultasi dari TKI, karena dia enggan pulang akibat masalah keluarga yang dialaminya. Yakni, jadi korban kekerasan seksual oleh saudaranya sendiri. “Dia curhat tidak bisa menghilangkan kebencian pada saudara yang melakukan kekerasan itu,” paparnya.

Tak hanya itu, ada juga seorang TKI yang bekerja sebagai peternak babi. Sementara, dia beragama Islam, tinggal di pemukiman non Islam di atas gunung. “Dia bertanya, apakah bisa salat Jumat sendirian karena tidak ada muslim lainnya,” ucapnya menirukan pertanyaan TKI tersebut. 

Kondisi yang dialami oleh TKI itu memang berat, karena harus bekerja di peternakan babi. Namun, dari sana dia bisa memperoleh rezeki. “Saya jawab, salatnya bisa menggunakan madzhab yang lain, bisa salat semampunya,” ujar Kaprodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah IAIN Jember ini.

Perbedaan hukum di daerah mayoritas dan minoritas muslim ini menjadi wajar. Karena, dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa perubahan hukum bergantung pada perubahan waktu, tempat, dan keadaan. “Kalau ada hukum-hukum yang berbeda, itu adalah karena adanya perubahan waktu, tempat, dan keadaan,” jelas wakil ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr PWNU Jawa Timur tersebut. 

Di Taiwan, dia juga dipercaya untuk memandu warga Taiwan yang masuk Islam. Rupanya, warga TKI yang tinggal di sana mampu menunjukkan Islam rahmatan lil alamien. “Para TKI memiliki semangat tinggi untuk meningkatkan keimanan mereka,” pungkasnya.

(jr/gus/hdi/das/JPR)

Categories
Sains

Belajar pada Perguruan Tinggi di Taiwan

Taipe, NU Online

Di sela-sela kesibukan berdakwah di negeri Formosa, sebutan negeri yang indah untuk Taiwan, Kiai MN. Harisudin, utusan Pondok Pesantren Kota Alif Lam Mim Surabaya, menyempatkan diri berkunjung ke National Taiwan University of Science and Technology di Taipe.

Taipe sendiri merupakan ibu kota Taiwan yang indah dan menawan. Setelah berdiskusi tentang Sistem Bermadzhab dalam Islam dengan puluhan mahasiswa S2 dan S3 di universitas ini (29/12) Wakil Sekjen Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia (ABPTSI) menyampaikan bahwa perguruan tinggi di Indonesia harus banyak belajar ke Taiwan. 

Kiai MN Harisudin didampingi Ustadz Didik Purwanto, Sekretaris Tanfidziyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama  (PCI NU) Taiwan. Ustadz Didik Purwanto adalah salah satu mahasiswa S3 di National Taiwan University of Science and Technology. Sebelumnya, alumni Institut Teknologi Surabaya (ITS) ini juga menyelesaikan pendidikan S2 di perguruan tinggi ini. Dalam hitungan Ustad Didik Purwanto, ada kurang lebih 250 mahasiswa Indonesia, baik Muslim atau non-Muslim di kampus ini. Semunya kuliah S2 ataupun S3. 

Menurut Kiai MN Harisudin, pendidikan di Taiwan perlu ditiru.

“Kata Ustadz Didik tadi, bahwa perbandingan kuliah S1 dengan Pascasarjana (S2 dan S3) hampir sama. Jumlah mahasiswa S1 di National Taiwan University of Science and Technology tercatat 5.645 dan pasca sarjana berjumlah 4.744 (total yang S2 dan S3). Ini menarik karena ternyata pemerintah Taiwan memberi batas minimal kuliah adalah S2. Bandingkan dengan kita (Indonesia) yang S1-nya jumlahnya bisa 6-10 kali lipat pendidikan Pascasarjana. Juga pendidikan di negeri kita baru 9 tahun atau setara SMA”, tukas Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ulama Jember tersebut.

Selain itu, yang menarik adalah jumlah profesor yang banyaknya sebanyak jumlah laboratorium yang ada. Ada lebih dari 100 laboratorium, itu artinya ada 100 profesor lebih di kampus ini.

“Luar biasa. Satu profesor untuk satu laboratorium. Setiap hari, mereka bergumul dalam laboratorium dan mahasiswa S2 dan S3 waktunya banyak habis di laboratorium  untuk penelitian. Yang meluluskan mahasiswa uniknya bukan Fakultas atau Universitas, namun profesor itu tadi,” tukas Dosen Pascasarjana IAIN Jember tersebut.    

Karenanya ada banyak lagi hal yang perguruan tinggi di Indonesia perlu belajar di sini.

“Misalnya, mereka yang S2 sejak semester satu, sudah dibimbing profesor. Jadi betul-betul diarahkan. Mereka kuliahnya langsung ke laboratorium dalam bimbingan seorang profesor. Kuliah di kelas-kelas besar seperti laiknya di Indonesia, kalau di Taiwan tidak laku. Selain itu, laboratorium Profesor tadi langsung bekerjasama dengan perusahaan atau industri sehingga berkembang dengan pesat,” papar Kiai Harisudin. ABPTSI sendiri merupakan organisasi atau badan penyelenggara perguruan tinggi. ABPTSI adalah asosiasi tempat perhimpunan para owner seluruh perguruan tinggi swasta di Indonesia. Perhimpunan ini sudah berdiri sejak tahun 2003 dan telah berhasil mengusulkan beberapa hal penting dalam dunia perguruan tinggi, misalnya pencabutan UU Badan Hukum Pendidikan tahun 2009 melalui judicial review di MK, umur dosen yang ber-NIDN minimal 58 tahun dari yang sebelumnya hanya 50 tahun, dan kebijakan lain yang memihak perguruan tinggi swasta. ABPTSI saat ini dipimpin oleh Thomas Suyatno, seorang profesor di Universitas Atmajaya Jakarta. (Shohibul Ulum/Kendi Setiawan)

Categories
Dunia Islam

Pengasuh Darul Hikam Jember Berikan Bingkisan bagi Jamaah Pengajian

Jember, NU Online

Puluhan jamaah pengajian rutin di Masjid Agung al-Baitul Amien, Jember, Jawa Timur terlihat sumringah. Di samping menerima materi dari kitab Irsyadul Ibad yang diasuh Kiai MN Harisuddin, sebagian mereka menerima bingkisan.

“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Alhamdulillah, kami mendapat amanah untuk memberikan bingkisan. Mohon maaf, baru bisa memberi 30 orang. Doakan semoga di masa-masa yang akan datang akan lebih banyak memberi bingkisan,” kata Kiai Harisudin kepada ratusan hadirin yang hadir. 

Katib Syuriyah Pengurus Cabang NU Jember tersebut menjelaskan bahwa bingkisan diperoleh dari Unit Pengumpul Zakat (UPZ) AZKA Al-Baitul Amien Pondok Pesantren Darul Hikam, Mangli, Kaliwates, Jember. 

Menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Lembaga Ta’lif wan Nasyr NU Jatim ini, bingkisan yang ada diharapkan bisa menjadi penyemangat untuk senantiasa mengikuti majlis taklim di masjid tersebut. 

“Ini tidak banyak. Tapi cukup ekslusif. Dan semoga menjadi pelecut untuk tambah semangat di majlis taklim ini,” kata dosen pascasarjana IAIN Jember tersebut. 

Menurutnya, jika mau membandingkan, apa yang diterima sebenarnya tidak ada apa-apanya dibandingkan pahala para jamaah ketika ikut aktif dalam pengajian ini, lanjutnya. 

Sementara itu, Bapak Jarot sebagai salah seorang penerima bingkisan menyampaikan terima kasih. “Saya atas nama jamaah sangat berterima kasih. Terutama atas pemberian bingkisan ini. Insyaallah berkah dan manfaat,” katanya dengan muka berbinar. 

Ia juga mendoakan Pondok Darul Hikam semakin besar dan hajat pengasuh terkabul. “Kami mohon selalu bimbingan dan arahan Kiai Harisudin untuk menjadi muslim dan muslimah sejati,” pintanya. Hal tersebut agar jamaah dapat menjadi orang yang bersyukur, sabar dan bertakwa, lanjut pria yang bertugas sebagai muadzin di masjid setempat.  

UPZ AZKA Al-Baitul Amien Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember dipimpin Kiai MN Harisudin. Beralamat di Perum Pesona Surya Milenia C.7 No.6 Mangli Kaliwates Jember. (Shohibul Ulum/Ibnu Nawawi)