Categories
Madrasah Diniyah Wusto

Pengembangan Kualitas Santri, Pondok Pesantren Darul Hikam Gelar Ujian Tulis Tingkat Awaliyah dan Wustho

Media Center Darul Hikam – Dalam rangka evaluasi  pemahaman pembelajaran kitab kuning, Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember mengadakan Ujian Akhir Semester (UAS) pada Sabtu-Minggu malam, (3-4/6/2023) pukul 18.00-20.00 WIB. Kegiatan tersebut dilakukan selama dua hari berturut-turut, bertempat di Pondok Pusat Putri, Pondok Cabang Putri, dan Pondok Cabang Putra Ajung.

Perlu diketahui, acara ini menjadi bagian dari agenda rutinan setiap menjelang akhir semester di Pondok Darul Hikam. Adapun yang diujikan dalam UAS kali ini yaitu kitab fathul qarib, safinatun naja, ibanah wal ifadhah, arbain nawawi dan jurumiyah untuk madin Awwaliyah. Sedangkan untuk madin Wustho yaitu kitab waraqat, ibanah wal ifadhah, fiqih sunnah, dan kitab fathul majid. Hal ini didasarkan pada pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan santri.

Pengasuh Pondok Darul Hikam, Nyai Robiatul Adawiyah, S.HI., M.H. memaparkan tentang latar belakang ujian ini sebagai penilaian pada perkembangan santri selama satu tahun di pondok Darul Hikam.

“Latar belakang acara yaitu ingin mengetahui perkembangan santri dalam membaca kitab, memahami kitab dan menguasai isi kitab,” tutur Nyai Robi (sapaan akrabnya) yang juga Ketua FORDAF PC Fatayat NU Jember.

Selain itu, Nyai Robi berharap dengan adanya acara ini, santri bisa sungguh-sungguh mengikuti kegiatan diniyah yang ada di pondok Darul Hikam.

“Melalui ujian ini santri juga akan mendapatkan rapot, dimana rapot itu dikirimkan ke orang tuanya sehingga santri bisa lebih sungguh-sungguh dalam belajar dan karena setiap tahun kitab yang dipelajari berbeda-beda,” tambahnya yang juga Dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.

Selanjutnya, ustadzah Siti Junita, S.Pd. sebagai Ketua Panitia UAS menjelaskan bahwa acara ini bertujuan untuk menguji kemampuan mahasantri pada materi kitab yang telah diberikan.

“Dari situ, kami bisa membaca dari jawaban santri untuk kami jadikan evaluasi, terutama pada pemahaman kitab dan tafsirannya. Berjalannya acara ini juga dibantu oleh segenap panitia baik mulai menyiapkan soal hingga saat pengumuman juara di acara Akhirussanah” ungkapnya yang juga mahasiswa S2 Prodi Manajemen Pendidikan Islam UIN KHAS Jember.

Sementara itu, Azza Nagdan Mufti, salah satu mahasantri pondok cabang putra Ajung memberikan testimoninya terkait kegiatan UAS. Menurutnya, ujian tulis ini lebih menantang dari penilaian ujian tahun lalu.

“Tentunya bersyukur karena hasil dari mengaji selama satu semester di Pondok ini. Jadi seperti ada feedbacknya, bisa tahu sejauh mana kemampuan kita. Kalau sedihnya karena soalnya sulit dan menantang sehingga menuntut analisis yang lebih dalam,” ujar Nagdan yang juga Mahasiswa semester 4 Prodi Tadris Bahasa Inggris UIN KHAS Jember.

Nagdan (sapaan akrabnya) juga turut menyampaikan kesannya selama mondok di pesantren Darul Hikam. Menurutnya, di Pesantren bisa mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Selain mendapatkan ilmu yang bersifat keduniawian, ketika di pondok juga diajarkan bekal untuk akhirat sehingga proporsional.

Penulis: Erni Fitriani

Editor: Siti Junita

Categories
Madrasah Diniyah Awwaliyah

Haflah Akhirussanah, PP Darul Hikam Umumkan Mahasantri Berprestasi dan Siapkan Pembelajaran Bahasa Asing

Media Center Darul Hikam– Haflah Akhirussanah merupakan kegiatan rutin yang diadakan oleh lembaga pendidikan. Kegiatan ini selain untuk mensosialisasikan visi, misi dan program pembelajaran, juga untuk memberikan apresiasi kepada santri berprestasi. Dengan itu, Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli, Jember menyelenggarakan Haflah Akhirussanah yang bertempat di Cabang Putra Ajung pada Rabu (7/6/2023).

Sebelum haflah, Pesantren Darul Hikam menggelar Ujian Akhir Semester (UAS) pada hari Sabtu, Minggu (3,4/6) yang dilaksanakan di Pondok masing-masing. Acara Haflah Akhirussanah dihadiri oleh Pengasuh Pesantren Darul Hikam, Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I dan Ibu Nyai Robiatul Adawiyah, S.H., M.H. serta diikuti oleh seluruh mahasantri Pusat, Cabang Putrid dsan Cabang Putra.

Pengasuh Pondok Pesantren, Kiai M Noor Harisudin menyampaikan bahwa salah satu indikator yang perlu ditekankan oleh Perguruan Tinggi Islam adalah membina dan memfasilitasi mahasiswa dalam mmebaca kitab kuning. Sehingga perlu adanya pembelajaran yang mendukung untuk mewujudkannya.

“Perguruan Tinggi Islam kurang berhasil karena banyak mahasiswa yang belum bisa membaca kitab kuning, sehingga penting bagi mahasiswa mempunyai kegiatan pendukung untuk melatih baca kitab, seperti pondok pesantren yang kajiannya fokus ke kitab kuning,” ujar Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini.

Kiai Haris menyampaikan, bahwa proses ujian ini sebagai tolak ukur mahasantri dalam memahami kitab yang diajarkan dalam satu semester.

“Ujian ini tidak lain untuk menguji sejauh mana kemampuan mahasantri memahami kitab yang sudah diajarkan di Pondok,” tutur Kiai Haris.

Kiai Haris menyampaikan pada semester yang akan datang, akan ditekankan pada pembelajaran bahasa Asing baik bahasa Inggris dan bahasa Arab.

“Selama satu semester ini tema pembelajaran fokus pada scholarship, kitab kuning dan jurnalistik. Sedangkan untuk tahun depan akan kami tekankan pada pengembangan bahasa Asing, untuk bekal nantinya yang mau melanjutkan pendidikan S2,”sambung Kiai Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember.

Pengasuh menyampaikan agar mahasantri mampu memilih teman dan lingungan yang bisa memberikan semangat untuk mengejar kesuksesan.

“Mahasantri Darul Hikam hendaknya memilih teman yang perkataan dan tingkahnya bisa membawa semangat mencapai kesuksesan dunia, lebih baik berkumpul dengan orang pintar dan kita merasa menjadi orang yang bodoh dari pada berkumpul dengan bodoh tapi kita merasa pintar,”tutup Kiai Haris dalam Mau’idzah hasanahnya

Bu Nyai Robiatul Adawiyah  mengharapkan mahasantri tetap mondok dan istiqomah mengikuti peraturan pesantren.

“Saya berharap para mahasantri tetap belajar di Pondok selagi masih kuliah, dan mahasantri yang sudah selesai kuliah kami perboolehkan pulang untuk mengabdi pada orang tua dan mengamalkan kepada masyarakat,”tutur Bu Nyai juga Dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember

Acara selanjutnya adalah pembagian hadiah yang diumumkan oleh Ketua Panitia, Siti Junita, S.Pd. Diantara para juara Kelas Awaliyah adalah Ekik Filang Pradana (Juara 1), Nurul Hidayah (Juara 2) dan Fathia Azzahra (Juara 3) dan juara kelas Wustho adalah Lum’atul Muniroh (Juara 1),  Umi Saidah Dina Nur (Juara 2) dan M. Al Basyir (Juara 3).

Acara berjalan dengan khidmat dan lancar, ditutup dengan doa dan makan bersama

Reporter: Ekik Filang Pratama

Editor: Siti Junita

Categories
Dunia Islam

 Kiai Ma’ruf Amin: Sang Ahli Fiqh

Oleh: Nadirsyah Hosen*

Saya mau menjelaskan soal kesaksian KH Ma’ruf Amin di sidang Ahok. Apakah beliau berbohong? Ini pertanyaannya. Pengacara Ahok bertanya apa SBY menelpon Kiai Ma’ruf Amin. Ini dijawab beliau, “tidak”. Lantas jawaban ini dianggap berbohong. Benarkah?

Pengacara Ahok bertanya panjang kepada beliau dengan asumsi SBY menelpon itu untuk mempengaruhi fatwa MUI. Ini jebakan batman ala pengacara. Kiai Ma’ruf Amin paham bahwa pertanyaan ini jebakan dari pengacara. Reputasi MUI dipertaruhkan. Kalau beliau jawab ya, maka terbangun kesan seperti yang diinginkan pengacara bahwa SBY berada di balik sikap keagamaan MUI terhadap Ahok.

Kiai Ma’ruf Amin seorang ahli fiqh, jadi beliau menjawab pertanyaan jebakan tersebut dengan helah fiqh. Beliau mengatakan “tidak ada telpon dari SBY”. Karena yang ada itu telpon dari staff SBY, baru kemudian SBY bicara. Ini  helah fiqh

Helah dalam mazhab Hanafi dibenarkan, yaitu mencari jalan keluar dalam situasi sulit dengan cara yang seolah dilarang tapi kemudian menjadi halal. Contoh helah itu menghibahkan sebagian harta menjelang haul untuk menyiasati agar tidak terkena zakat karena tidak sampai nisab.

Kiai Ma’ruf Amin demi menyelamatkan marwah MUI beliau menjawab dengan gaya helah ahli fiqh. Dalam kajian balaghah, ada yang dinamakan tauriyah. Ini jg bisa menjelaskan jawaban Kiai Ma’ruf Amin. Ucapan yang artinya difahami oleh orang yang mendengarkan, akan tetapi orang yang mengatakan menginginkan arti lain yang  terkandung dalam perkataan. Misalnya ungkapan: “saya tidak punya dirham” dapat dipahami dia tidak punya harta, padahal maksudnya dia punya dinar bukan dirham.

Tauriyah ini termasuk solusi agama untuk menghindari kondisi-kondisi sulit yang terjadi pada seseorang. Dikala ditanya tentang suatu urusan,  dia tidak ingin memberitahukannya secara apa adanya tapi di sisi lain dia tidak ingin berbohong.Jadi, helah dan tauriyah bisa kita pakai untuk memahami jawaban Kiai Ma’ruf Amin di sidang Ahok.

Kalau pengacara Ahok lebih jeli, mereka akan ubah pertanyaannya, bukannya malah menganggap Kiai Ma’ruf berdusta. Harus lebih cerdik berhadapan dengan ahli fiqh. Beliau tidak berbohong dan bukan memberi keterangan palsu. Beliau melakukan helah dan tauriyah. Demikian penjelasan saya.

Tabik,

* Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand

Categories
Dunia Islam

Ziarah Kubur, Cara Berbakti kepada Orang Tua yang Wafat

Jember, NU Online

Pengajian Ahad (5/2) pagi di Masjid Agung al-Baitul Amin Jember, Jawa Timur, yang diasuh Kiai M. Noor Harisudin berlangsung gayeng. Tema yang diangkat berkaitan dengan ziarah kubur. Hadir tidak kurang 200 jamaah shalat shubuh, termasuk dr Rahim, suami Bupati Jember dr Faida.  

Kiai M. Noor Harisudin yang juga Katib Syuriyah PCNU Jember membacakan kitab Irsyadul Ibad, halaman 32-33, “Barangsiapa berziarah kubur pada kedua orang tuanya yang sudah meninggal atau salah satunya, maka dia akan diampuni dosanya dan dicatat padanya pahala satu kebaikan (birr)”.

Dengan demikian, lanjut  Kiai M. Noor Harisudin yang juga Pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten Jember ini, untuk berbuat baik pada kedua orang tua setelah keduanya meninggal adalah dengan ziarah kubur pada keduanya. 

Menguatkan apa yang telah dibaca, Kiai M Noor Harisudin menjelaskan kisah seorang alim yang bermimpi bertemu dengan ahli kubur (orang-orang yang telah mati). Dalam mimpi tersebut, orang alim ini melihat orang-orang yang mati itu keluar dari kuburan dan berebut pahala.

Ada seorang ahli kubur yang tidak ikut berebut. Dalam mimpi ini, orang alim ini mendekat pada satu orang yang tidak ikut berebut sembari bertanya, “Apa yang mereka perebutkan?” Jawab ahli kubur ini, “Mereka berebut pahala yang dihadiahkan pada mereka berupa bacaan Al-Qur’an, shadaqah, dan doa.” “Mengapa kamu tidak ikut berebut?” Jawab ahli kubur, “Saya sudah cukup dengan hadiah khataman Al-Qur’an yang dibacakan anak saya di pasar fulan (menyebut sebuah pasar tertentu).

Seketika itu juga, orang alaim ini bangun. Dia lantas mencari pasar tersebut dan mencari seorang anak yang jualan kue. Ternyata, sambil jualan anak ini menggerakkan dua bibirnya sembari membaca Al-Qur’an. Ketika ditanya orang alim ini, anak ini menjawab, “Saya membaca Al-Qur’an yang saya hadiahkan pada kedua orang tua saya yang telah meninggal”. 

Kiai M Noor Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur meneruskan kisah ini. Beberapa bulan kemudian, orang alim ini bermimpi hal yang sama, bertemu dengan para ahli kubur yang berebut pahala lagi. Pahala shadaqah, bacaan Al-Qur’an dan doa. Dalam mimpi orang alim tersebut, ada hal yang aneh, seorang laki-laki ahli kubur yang kemarin tidak ikut berebut pahala (karena sudah cukup dengan kiriman bacaan Al-Qur’an anaknya), kini ikut berebut pahala. Orang alim ini akhirnya terjaga dari tidurnya. Esoknya ia kembali ke pasar tempat yang kemarin bertemu dengan seorang anak yang membacakan Al-Qur’an untuk kedua orang tuanya. Ternyata, setelah sampai di pasar yang dituju, dia tidak menemukan anak tersebut. Setelah tanya sana-sini, orang alai mini mendapat informasi bahwa anak tersebut meninggal dunia. Kiai M Noor Harisudin menjelaskan, “Kisah ini menegaskan pada kita, bahwa pahala yang dikirim pada ahli kubur itu sampai pada mereka. Dan kita bisa birrul walidain pada kedua orang tua dengan mengirimkan pahala membaca Al-Qur’an, shadaqah dan doa pada ahli kubur. Ini bentuk birrul walidain pada kedua orang tua setelah meninggal dunia”, pungkas Kiai M Noor Harisudin yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember itu mengakhiri. (Anwari/Mahbib)      

Categories
Dunia Islam

Maha Santri Darul Hikam Peroleh Ijazah Kitab Fathul Mujib

Jember – Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember menerima tamu istimewa. Ya, muallif atau pengarang Kitab Fathul Mujib al-Qarib yakni KH Afifudin Muhajir, berkenan berkunjung ke pondok tersebut usai menjadi pembicara di IAIN Jember, Jumat (2/12).

Tidak sekedar hadir di pondok yang diasuh oleh Dr Kiai MN Harisuddin, MFil I, Kiai Afifuddin, sapaan akrabnya juga memberikan ijazah kitab kepada para mahasantri di sana. 

Dalam sambutannya, Kiai Harisuddin sangat berterima kasih atas kedatangan KH. Afifudin Muhajir. “Alhamdulillah, kami sangat senang atas rawuhnya romo KH. Afifudin Muhajir,” katanya. 

Dalam pandangan dosen pascasarjana IAIN Jember tersebut, Kiai Afifuddin adalah gurunya saat di Ma’had Aly Situbondo. “Karena itu, kami mohon perkenan beliau memberi motivasi pada adik-adik mahasantri PP Darul Hikam yang rata-rata mahasiswa IAIN Jember,” katanya.

Demikian pula secara khusus, Katib Syuriah PCNU Jember ini meminta kepada Kiai Afifuddin untuk berkenan memberikan ijasah karena kitabnya dijadikan bacaan wajib di pesantren tersebut.

Kiai Afifudin yang juga Wakil Pengasuh PP Salafiyah Syafi’iyah Situbondo mendoakan agar ilmun para santri bermanfaat. “Saya berdoa semoga adaik-adik mahasantri Pesantren Darul Hikam menjadi anak-anak yang sholehah, berguna bagi agama nusa dan bangsa,” katanya. Demikian pula yang tidak kalah penting adalah mereka harus terus belajar untuk mencapai cita-cita. “Jadi apapun, semoga ilmunya berkah,” kata kiai yang dijuluki kamus Ushul Fiqh berjalan itu 

“Saya ijasahkan kitab Fathul Mujib al-Qarib kepada yang hadir semua di sini, semoga menjadi amal yang berkah dan manfaat untuk umat,” ingkapnya yang diamini hadirin. (Anwari/Saiful dari www.pwnujatim.or.id)

Categories
Dunia Islam

Resep Raih Rezeki Banyak

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU Jember Kiai M.N. Harisudin mengatakan, jika seseorang ingin permintaannya banyak dikabulkan Allah, seyogyanya dia juga melakukan perintah Allah yang banyak. 

Kiai Harisudin menceritakan seorang kaya raya yang cepat sekali membangun rumahnya di Jakarta. Dua rumahnya seharga miliaran hanya dibangun dalam tempo tidak kurang dari 10 bulan. Setelah seorang temannya bertanya, dengan amalan apa ia bisa membangun cepat rumahnya, ia menjawab ia hanya bermodal sajadah dan air wudlu. 

“’Maksudnya apa’, tanya temannya. ‘Yaitu shalat dluha dua belas raka’at,’ jawab orang kaya raya tadi. Jadi, dengan hanya modal 12 rakaat dia bisa membangun rumahnya dengan cepat. Subhanallah,” katanya pada ceramah subuh di Bank Mu’amalah Jember yang dihadiri 60 pegawai, termasuk Kepala Bank Mu’amalah Nasrullah, Sabtu (22/10). 

Dosen Pascasarjana IAIN Jember tersebut menegaskan, inilah yang disebut dalam kitab al-Hikam karya Ibnu Athailah al-Iskandari dengan “khairu ma tatlubuhi minhu huwa ma thalibuhu minka”. “Artinya, sebaik-baik apa yang kamu minta pada Allah adalah apa yang Allah tuntut pada kamu.

Jadi jika kamu minta banyak pada Allah, maka tuntutan Allah yang banyak pada kamu juga seharusnya dilakukan. “Jangan banyak minta pada Allah, tapi perintah Allah hanya sedikit di lakukan. Ya tidak imbang namanya”, lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut disambut ger para hadirin. 

Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur ini mencontohkan beberapa yang sukses dengan shalat dluha 12 rakaat. Misalnya KH Asep Saefudin Chalim, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Umah Pacet Mojokerto yang terus-terusan membangun pesantren. Menurut Kiai Harisudin, resepnya sama: dluha 12 raka’at juga. 

“Saya punya seorang karyawan. Sudah 3 tahun yang silam praktek shalat dluha 12 rakaat, dia kemarin cerita pada saya, sejak mendapat tausiyah untuk praktek shalat dluha 12 rakaat, dia praktek shalat tersebut. Hasilnya sejak saat itu sampai sekarang, tidak pernah kekurangan rizki, padahal dia sebelumnya sangat kekurangan. Bahkan dia bisa memberi uang pada orang tua dan adik-adiknya yang di pesantren”, tutur Kiai muda yang juga Pengurus Majlis Ulama Kabupaten Jember tersebut.

Karena itu, Kiai M.N. Harisudin mengingatkan, bahwa untuk memperoleh banyak dari Allah, maka harus diimbangi dengan banyak melakukan perintah Allah. Insyaallah, demikian ini akan dikabulkan Allah. (Anwari/Abdullah Alawi)         

Categories
Dunia Islam

Kiai M.N. Harisudin : Kyai Tidak Ada Yang Melakukan Penggandaan Uang

Jember, Darul Hikam

Katib Syuriyah PCNU Jember, Kiai M Noor Harisudin mengaku bersyukur atas tertangkapnya Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo oleh Polda Jawa Timur. Menurutnya, sudah sepantasnya Taat Pribadi ini ditangkap karena sudah banyak melakukan penipuan pada ribuan orang.

“Ini aneh, ada seorang dukun dianggap bisa menggandakan uang banyak, tapi ternyata tidak ada hasil penggandaannya. Saya herannya, kok masih banyak pengikutnya. Ini pakai ilmu apa?” Ujar Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut ditemui di kantor NU Jember, Jalan Imam Bonjol 41 A, Jember, Sabtu lalu.
Tentu, menurut pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember ini, ada sesuatu yang janggal. Dan, sesuatu yang janggal ini baru ditemukan sekarang. “Jadi, kalau sekarang ini baru ditemukan kasusnya, ya memang ada yang salah di Kanjeng Taat ini. Jadi, saya sangat mendukung apa yang dilakukan Polda tersebut, terutama setelah dua orang anggota mereka dibunuh karena dianggap akan membongkar kebobrokan Taat Pribadi.”

Selain itu, Kiai M.N. Harisudin juga menyorot pandangan sebagian orang kalau Kanjeng Taat seorang kiai. “Tidak benar, kalau Taat Pribadi itu seorang kiai. Seorang kiai itu mengajarkan agama Islam. Tidak ada seorang kiai yang gandakan uang. Makanya, kediaman Taat Pribadi bukan pesantren, melainkan padepokan. Sekali lagi, Taat Pribadi bukan seorang kiai,” tutur Sekjen Keluarga Alumni Ma’had Aly Situbondo tersebut. Ke depan, Kiai MN Harisudin berharap umat semakin dewasa sehingga tidak mudah dibohongi oleh siapa pun dengan modus apa pun juga. “Ini juga pelajaran bagi kita semua agar semakin ‘cerdas’ dalam menghadapi godaan materialisme dalam hidup. Kalau mau kaya, ya dengan kerja, tidak uang diberikan untuk digandakan seperti Kanjeng Taat Pribadi. Tapi, setelah kaya, juga ditasharufkan untuk kemanfaatan banyak orang. Ini yang ajaran Islam,” katanya.

(Anwari/Humas NU) 

Categories
Sains

Katib Syuriyah NU Jember: Tanpa Resolusi Jihad, Tidak Ada 10 Nopember

Jember, NU Online

Ada banyak yang disembunyikan dalam sejarah, termasuk peran santri dalam merebut kemerdekaan RI. Para ahli sejarah sekarang yang mulai membuka tabir peran santri dalam kemerdekaan. Demikian disampaikan Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I dalam tausiyah Peringatan Hari Santri Nasional dan Khotmil Qur’an di Aula Universitas Islam Jember, Jum’at, 28 Oktober 2016, jam 09.00 Wib sd 10.30 WIB. Acara ini dihadiri rektor Universitas Islam Jember, Drs. H. Abdul Hadi, SH, MM, para dekan, dan seluruh pegawai dan dosen yang berjumlah kurang lebih 150 orang.

“Makanya, sekarang dengan adanya hari santri ini peran santri ini diakui. Ini bukan riya’, melainkan tahaduts bin ni’mah agar ke depan peran santri semakin meluas dalam kancah nasional”, ujar Kiai MN Harisudin yang juga Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ulama Jember yang menaungi Universitas Islam Jember.

Kini, lanjut Kiai M.N. Harisudin, orang mulai sadar bahwa tanpa resolusi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945, maka tidak mungkin ada peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. “Jadi, betapa pentingnya santri dan kiai dalam merebut kemerdekaan RI”, ujar Kiai M.N. Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.

Selanjutnya, dalam rangka mengisi hari santri, Kiai M.N. Harisudin mengajak menedalani para pahlawan yang menggunakan filosofi: bagaimana menggunakan umur bukan berapa umurnya.”Para kiai dan ulama serta santri yang dulu berjuang sekuat tenaga selalu menggunakan umur dengan sebaik-baiknya. Ada K.H. Wahid Hasyim yang umurnya pendek, namun amalnya luar biasa. Beliau jadi Mentri Agama di umur yang belia. Karyanya juga banyak sehingga hingga hari ini namanya diabadikan menjadi nama sekolah, madrasah, universitas dan lain-lain. Ini potret bagaimana menggunakan umur, bukan berapa jumlah umurnya. Inilah yang harus kita teladani dalam kehidupan”, kata Kiai MN Harisudin yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember.

Sementara itu, Rektor Universitas Islam Jember, Drs. H Abdul Hadi, SH, MM dalam sambutannya menegaskan nilai-nilai santri seperti kemandirian, kesederhanaan dan keikhlasan yang seharusnya dipraktekkan di UIJ. “ Para santri itu selain mandiri, juga hidupnya sederhana. Makan apa adanya Tidak neka-neko. Selain itu mereka juga ikhlas. Ini yang bisa kita teladani. Oleh karena itu, saya instruksikan, nanti hari Senin, 31 Oktober, seluruh pimpinan, karyawan, dosen dan mahasiswa harus pakai baju santri, yaitu sarungan dan pakai bakiak tidak apa. Ini untuk memperingati hari santri tanggal 22 Oktober kemarin”, ujar Drs. H Abdul Hadi, MM disambut tertawa gembira seluruh hadirin.   

(Anwari/Humas NU)             

Categories
Resensi Buku

Membantah Dalil Salafi-Wahabi tentang Maulid Nabi Saw.

Judul Buku    : Argumentasi Peringatan Maulid Nabi Bantahan Terhadap Salafi-Wahabi

Penulis            : M. Baits Kholili dan M. Faiz Nasir

Peresensi        : Yuni dan Halimah

                         Maha Santri Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember dan Mahasiswa 

                         IAIN Jember

Penerbit          : Pustaka Radja

Kota Terbit    : Surabaya

Tanggal Terbit: Agustus 2016

Tebal Buku    : xii + 114

Secara istilah Maulid nabi Muhammad SAW merupakan perayaan kelahiran baginda Nabi SAW,  dengan tujuan mengingat sirah beliau untuk menanamkan kecintaan kepadanya, serta mempraktekkan seluruh ajarannya.

Ada sejarah tersendiri dari perayaan Maulid Nabi SAW. Menurut beberapa pendapat orang yang pertama kali mengadakan perayaan maulid Nabi SAWadalah Syaikh bin Muhammad Umar al-Mulla (Abad 6 H) dan kemudian diikuti oleh Raja Irbil (Malik Mudzaffar Abu Sa’id al-Kukkburi bin Buktikin). Namun pada hakikatnya perayaan maulid, sudah dilakukan oleh Nabi SAW sebagai shahib maulid itu sendiri. Beliau merayakan kelahirannya dengan berpuasa pada tiap hari senin, tidak dalam bentuk seremoni perayaan maulid Nabi SAW seperti yang dilakukan oleh raja Irbil dan kemudian terlaksan hingga saat ini.

Dibalik dari perayaan maulid Nabi SAW ini sendiri tidaka hanya sekedar perayaan seperti biasanya, namun ada beberapa keutamaan dan faedah dari perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Sebelum itu, didalam perayaan maulid Nabi SAW ada beberapa unsur yang terkandung didalamnya diantaranya kebaikan, atau bahkan unsur syara’ seperti membaca al-Qur’an, shalawat, sedekah, nasihat, silaturrahmi, dan mengingat sejarah Rosulullah SAW dan mensyukuri lahirnya beliau. (Hal: 56)

Adapun keutamaan dan faedah dari perayaan maulid Nabi Muhammad SAW, sebagaimanaberikut: (1) Pembacaan sirah Nabawiyah(2) Pembacaan shalawat Nabi SAW (3) Kebaikan sosial (4) Pembacaan al-Qur’an dan lain-lain (5) Memperoleh hikmah dari kisah-kisah orang yang mmengagungkan Maulid Nabi SAWdan (6) Menghadirkan ruh Nabi SAW.

Sedangkan hikmah merayakan Maulid Nabi SAW pada hari Senin adalah:

Pertama, sebagaimana tertera dalam hadis bahwa Allah SWT menciptakan pepeohonan pada hari Senin, dan hal itu merupakan peringatan besar bahwa penciptaan rezeki-rezeki, makanan-makanan pokok, serta kebutuhan primer yang lainnya.

Kedua, lafadz “rabi” dari pecahan kata rabi’ul awwal merupakan isyarat kebaikan serta tafa’ul (berharapan baik).

Ketiga, bulan Rabi’ adalah paling seimbangnya cuaca bulan diantara beberapa bulan, sedangkan syari’at Nabi SAW adalah paling seimbangnya syari’at diantara beberapa syari’at.

Keempat, Allah SWT menghendaki untuk memuliakan bulan ini dengan kelahiran Nbi SAW.

Mayoritas ummat Islam dipenjuru dunia ini merayakan maulid Nabi Muhammad SAW. Bahkan menjadi rutinitas tahunan yang ditepatkan pada bulan Rabi’ul Awwal namun ada sebagian kelompok Salafi Wahabi yang menolak keras terhadap perayaan Maulid Nabi SAW ini dengan dalih bahwa perayaan semacam ini tidak pernah dilakukan dan dipraktekkan oleh Nabi SAW sendiri bahkan para sahabat, tabi’in, dan semua orang yang hidup akhir era generasi salaf. Seremonial perayaan Maulid Nabi SAW memang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan sahabatnya. Akan tetapi nilai-nilai serta komponen-komponen yang terkandung didalam perayaan Maulid Nabi SAW ini merupakan anjuran syara’. Perayaan hanyalah sebuah seremonial yang membungkus dan mewadahi serangkaian ibadah-ibadah yang terlaksana didalamnya. (Hal 98)

Melihat dari buku ini ada beberapa poin yang membuat buku ini memang layak untuk dibaca oleh semua kalangan mulai dosen, ustadz, santri, dan para stakeholder yang lain yang ingin tahu tentang dalil-dalil mauled Nabi. Kelebihan lain buku ini adalah bahwa pemaparan dari semua isi serta pokok pemikiran yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacaa sangat  jelas alias tidak berbelit-belit sehingga mudah difahami oleh pembacanya dan serasa enak dan mengalir.

Namun, disamping itu, ada beberapa poin kekurangan dari buku ini, yaitu: banyaknya penulisan ayat al-Qur’an serta hadis yang ditulis tanpa harakat atau tanda baca, sehingga membuat sebagian pembaca tidak mengerti apa yang di maksud dari penjelasannya.  Serta ada beberpa tata bahasa dan penulisan yang kurang tepat. Serta desain sampul yang kurang sempurna.

Wallahu’alam. **

Categories
Dunia Islam

Dukungan Sepenuh Hati untuk Sang Buah Hati

Jember, NU Online

Katib Syuriyah NU, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I mendukung kebijakan Anies Baswedan, Mendikbud RI, yang mengeluarkan surat edaran kepada  aparatur sipil Negara (ASN) yang hendak mengantar anak-anak mereka pada hari pertama ajaran baru. Sebagaimana dimaklumi, Anies Baswedan mengeluarkan surat edaran tertanggal 11 Juli 2016 yang meminta Gubernur, Bupati dan Wali Kota terkait dengan  dispensasi pada ASN untuk mengantar buah hati mereka pada hari pertama pelajaran.

Demikian disampaikan Dr Kiai M.N. Harisudin, M.Fil. I di sela-sela acara Halal Bi Halal PCNU Jember yang diselenggarakan pada Kamis, 20.00 WIB sd 21.00 WIB di kediaman Prof. Babun Suharto, MM, di Condro Kaliwates Jember.

“Para orang tua mesti menyadari bahwa anak itu merupakan “aset” dunia dan akhirat kita. Oleh karena itu, sebagai orang tua, kita harus mereka jaga betul bagaimana agar aset itu bisa berfungsi maksimal. Caranya, ya harus mendukung buah hati dengan sepenuh hati”, tukas Kiai M.N. Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur.

Mendukung buah hati, lanjut Kiai MN Harisudin, salah satunya dengan mengantar anak-anak ke sekolah di hari pertama. “Menurut saya, ini seruan moral yang baik untuk orang tua, terutama yang menjadi Aparatur Sipil Negara. Dukungan pada buah hati jangan setengah hati, melainkan harus total”, pungkas Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember dan sejumlah Pasca Sarjana di Perguruan Tinggi Jawa Timur.

Menurut Kiai M.N. Harisudin, pada umumnya, sebagian orang tua karena merasa memiliki finansial yang memadai, hanya mencukupkan anaknya diantar pembantu atau sopirnya. “Ini pandangan yang keliru, karena jika orang tuanya sendiri yang mengantarkan anaknya pasti anaknya akan semakin bersemangat sekolah dan akan lebih merekatkan hubungan orang tua, anak dan juga sekolah. Sedemikian pentingnya peran orang tua dalam kesuksesan pendidikan anaknya”, ujar Dr Kiai MN Harisudin, M.Fil.I yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember tersebut.

Sementara itu, Wakil Sekretaris NU, Kiai Moh. Eksan, S.Ag, menyatakan bahwa SE Mendikbud RI, tak lebih sebagai seruan moral. Tujuannya adalah ikhtiar moral pemerintah untuk merekatkan hubungan  antara orang tua, siswa dan sekolah sebagai pelaku pendidikan. “Hubungan yang sinergis mutlak diperlukan untuk menopang kesuksesan pendidikan nasional. Jadi, menurut saya dukungan finansial saja tidak cukup ”, kata Moh. Eksan yang alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Jember tersebut.

Kiai Moh. Eksan berharap orang tua harus lebih menyadari bahwa pendidikan pada dasarnya tugas dan tanggung jawab orang tua. Sedang guru dan masyarakat hanya membantu.”Namun lama kelamaan, seakan tugas dan tanggung jawab pendidikan hanya pada guru. Orang tua hanya membantu. Ini menurut saya tidak benar”, tukas Moh. Eksan yang juga Pengasuh Ponpes NURIS II Mangli Jember tersebut.

(Anwari/Kontributor NU Online)