Categories
Kolom Pengasuh

Makam Muslim, Pencemaran Lingkungan dan Revisi Fikih Aqalliyat

Oleh: M. Noor Harisudin*

Direktur World Moslem Studies Center, Guru Besar UIN KHAS Jember, dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu hal krusial di Jepang adalah soal area pemakaman Muslim. Bagi diaspora Muslim, mereka yang meninggal di Jepang, akan dimakamkan di mana? Dipulangkan ke Indonesia atau dikebumikan di Jepang?

Memang, soal menguburkan mayat bukan hal yang mudah bagi Muslim di Jepang.

“Apalagi bagi orang Jepang yang memiliki pandangan bahwa menguburkan mayat di tanah hanya akan mencemari lingkungan, tanah dan air,” kata H Tarmizi, Direktur Masjid Mihara Prefektur Hiroshima Jepang pada saya dalam diskusi ringan. Saya berkesempatan ke Masjid Mihara pada minggu kedua Ramadlan 1446 H memberikan Tabligh Akbar tentang Fikih Aqaliyyat.

Orang Jepang sendiri memiliki pandangan bahwa orang mati harus dibakar. Proses pembakaran mayat di negeri Sakura ini kini sudah canggih. Tinggal menunggu beberapa jam sudah menjadi abu. Abunya yang kemudian diambil dan dibawa ke rumah, satu makam untuk satu keluarga.

“Nisan mereka ambil dan lalu ditaruh abu di bawahnya,” kata Pak Dani, salah seorang pendiri Masjid NU at Taqwa Koga Prefektur Ibaraki.

Sama dengan negara minoritas lain, pemakaman Muslim di Jepang mengalami kesulitan. Namun demikian, banyak juga masjid berdiri di sini. Aneh, tapi nyata.

Setidaknya ada enam makam Muslim di negara Jepang. Yaitu makam Mihara Shi – Hiroshima Ken, Ibaraki Ken, Wakayama Ken, Shizuoka Ken, Yamanashi Ken, Kyoto Fu dan sebagainya. Sebagian makam adalah milik Indonesia-Pakistan.

Keberadaan makam Muslim akan menghilangkan satu poin Fikih Minoritas. Kalau sudah ada makam Muslim, berarti seorang Muslim harus dikubur di makam ini. Dengan kata lain, jika telah ada pemakaman Muslim, maka tidak ada lagi rukhsah (dispensasi) untuk makam muslim yang bercampur dengan mayat non-Muslim. Ke depan, ini menjadi bagian penting Fikih Aqaliyat Edisi Revisi.

Berapa biaya pemakaman muslim di Jepang?

Meski dimakamkan di kuburan Muslim, mereka harus mengeluarkan biaya makam yang besar.

“Karena dikubur 2 meter, harus pakai terpal, maka harus pakai beko. Biayanya bisa 150.000 yen atau 15 juta rupiah,” kata H. Tarmizi. Sementara itu, pemakaman Muslim Indonesia di Ibarakiken –Propinsi lain di Jepang—mencapai 17 juta rupiah. Galian kuburnya sama, dua meter dalamnya.

“Ini hanya biaya ganti tanah. Kalau proses perawatan jenazah gratis, ” kata Pak Dani yang sudah puluhan tahun berada di Jepang. Bagi yang dikembalikan ke Indonesia, juga memakan biaya tidak sedikit. Sekitar satu juta yen hingga 1,2 juta yen atau setara dengan 100 – 120 juta rupiah. Tentu biaya yang tidak murah.

Lalu berapa lama pengirimannya mayat ke Indonesia?

“Pengiriman paling cepat satu minggu dengan biaya segitu. Bagi yang tidak punya, biasanya menunggu iuran,” kata H. Tarmizi yang juga bekerja di perusahaan kapal di Mihara Jepang.

Tak heran jika urusan mati di negeri Sakura harus dipersiapkan jauh hari. Masjid Mihara misalnya membuat STM, Sarekat Tolong Menolong dan menarik iuran 1.000 yen/ keluarga tiap bulan untuk keperluan membantu yang meninggal. Kini terkumpul uang 2 juta yen. Bagi anggota yang meninggal akan mendapat santunan 150.000 yen untuk membantu kematian tersebut sehingga tidak memberatkan jamaah jika ada yang meninggal dunia.

Wallahu’alam***

Categories
Kolom Pengasuh

Tantangan Makanan Halal di Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN kHAS Jember dan Dai Internasional Jepang 2025.

Cari makanan halal di Jepang gampang-gampang sulit. Tentu tidak sama dengan cari makanan halal di Indonesia. Dimana-mana, kita temukan makanan halal di Indonesia.

Bedanya lagi, kalau se- ramai-ramai restoran halal di Jepang tidak seramai makanan halal di Indonesia. Selain kita harus cari kendaraan untuk menuju ke sana. Tidak cukup jalan kaki seperti di Indonesia.

Namun ada satu hal unik yang membedakan? Restoran halal di Jepang, menjual makanan bersamaan dengan makanan atau minuman yang haram. Tapi eit jangan cepat divonis haram karena ini termasuk aqalliyat restoran halal di Jepang. Bercampurnya makanan halal dan haram –dinegara minoritas muslim–di-tolerir dan atau di-ma’fu.

“Prof Haris jangan kaget. Yang jual makanan halal di Jepang di sebelahnya ada minuman kerasnya”, kata Gus Gazali pada saya. Lucu ya. Tapi, itu biasa kalau di Jepang. Itulah pentingnya aqalliyat halal food di negeri minoritas Muslim.

Termasuk fiqh aqalliyat adalah makanan yang samar keharamannya. Artinya selama tidak jelas haramnya, maka makanan tersebut halal. Ini terjadi ketika saya ke Jepang. Begitu sampai di Tokyo, saya diajak makan sushi yang paling enak. Saya anggap halal saja sushi ini.

“Ini sushinya. Dan ini jangan lupa washabinya”, kata Kristian, seorang pengurus PCI NU Jepang yang tinggal di Tokyo. Lokasi restorannya juga di pinggir jalan Tokyo.

Kami pun dengan lahap makan sushi asli Jepang. Padahal, saya sendiri tidak pernah makan sushi di Indonesia. Malah diajak makan asli shusi ala Jepang. Washabinya begitu terasa di hidung. Sesak dan pedas. Dan hemm. Lezat banget.

Selain makanan khas sushi, ada juga makanan halal lain di Jepang. Misalnya mie soba, tempura, shojin ryori, nasu dengaku (terong bakar), dango (jajanan manis), konnyaku ksusu vegetarian, onigiri (nasi dan isian), ramen, dan wagyu yakiniku (daging sapi yang dipanggang).

Ketika bicara makanan halal di publik, maka yang kita dapati adalah kesulitan 100 persen menerapkan seperti di Indonesia. Makanan yang umum dijual di publik pasti mengkhawatirkan, meski kita sudah mendapatkan rukhsah (keringanan) aqalliyat halal food. Karena bagaimanapun berbagai bahan di Jepang juga banyak yang mengandung daging babi dan minuman keras seperti sake.

Namun demikian, kita bisa mencari halal food di restoran Muslim. Jelas-jelas halal makanannya. Dewasa ini, restoran halal food ramai sekali seiring dengan banyaknya wisatawan Muslim yang datang dari berbagai negara di negeri Sakura.

Justru, sebagaimana informasi yang saya terima, bahwa kalau yang membuat restoran halal adalah orang Jepang, maka serius sekali. Yang dijual di sana hanyalah makanan halal saja.

“Kalau Prof Haris datang ke Gunung Fuji, ini yang jual makanan adalah orang Jepang. Dan anehnya malah dijamin halal semua”, kata Gus Gazali dalam kesempatan diskusi dengan saya.

Tentu akan berbeda kalau makanan halal adalah konsumsi domestik rumah tangga muslim. Makanan rumahan ini bahannya diperoleh dari mini market atau tokoh-toko yang menjual makanan halal.

“Ya kami belanja ke super market atau toko-toko di Jepang. Enaknya disitu ingredient disebut sangat lengkap dan transparan. Kami tidak pernah ragu”, kata Pak Bubun pada kami saat belanja di Kota Koga Prefaktur Ibaraki Jepang.

Bahan-bahan itu lalu diolah sendiri di dapur rumah atau masjid. Tentu, cita rasa Indonesia akan lebih ‘nendang’ dibanding cita rasa Jepang. Keren kan?

Wallahu’alam. ***

Categories
Kolom Pengasuh

Tradisi ‘Menunggu’ Jamaah Sholat di Masjid

Oleh: M. Noor Harisudin

Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Perkembangan Islam di Jepang cukup menggembirakan. Selain banyaknya jumlah penduduk muslim—sekitar 350.000 an orang, jumlah masjid juga terus bertambah pesat. Ratusan masjid baru berdiri di berbagai prefaktur Jepang. Pada ghalibnya, masjid berupa bangunan lama yang sudah ada, namun juga ada yang dibangun dari nol.

Minggu kedua Ramadlan 1446 H, saya sudah dijemput panitia Safari Ramadlan di Jepang. Saya bersama Ust. Bambang Hari Yunanto. Nama akrabnya Pak Bambang. Katib Syuriyah MWC NU Nagano ini menggunakan mobil. Rutenya Koga ke Nagano dengan perjalanan kami tempuh sekitar lima jam. Sepanjang jalan di Jepang, terlihat asri dan indah. Semuanya serba tol. Hingga sampailah kami di Nagano.

Tepatnya di Masjid Indonesia Ueda Nagano.

“Ini Masjid Indonesia Ueda Nagano. Tiga tingkat. Kami baru beli. Harganya kurang lebih 1,2 Milyar uang rupiah. Namun, harus kami perbaiki. Insyaallah akan diresmikan Dubes, Bapak Heri Akhmadi”, kata Pak Bambang bercerita pada kami.

Nama Heri Akhmadi begitu familiar dalam masyarakat Indonesia di Jepang. Karena jasa-jasanya meresmikan banyak masjid di bumi Sakura tersebut. Di Masjid Indonesia Ueda Nagano, terdapat lantai satu, dua dan tiga yang masih dalam proses perbaikan. Harapannya, pada 1 Idul Fitri 1446 dapat digunakan sebagai tempat sholat Idul Fitri.

Tak terasa, waktu hampir maghrib. Saya lalu diajak ke hotel. Untuk meletakkan koper dan sekedar mandi dam bersih-bersih. Lalu, satu jam kemudian, saya diajak meluncur ke masjid itu lagi.

Jangan dibayangkan, masjid di Jepang sama dengan Indonesia. Tentu sangat berbeda, baik dari jumlah jamaah maupun bentuk bangunannya. Kalau kita lihat bangunan masjid lantai tiga di Jepang, tentu sudah sangat luar biasa. Sebagian masjid masih kontrak—seperti Masjid Kabukico di Tokyo. Kami langsung berbuka puasa ketika jam menunjukkan pukul 6 Jepang.

Kami ramai-ramai buka puasa. Seru sekali. Dua ratus lebih orang datang menjadi jamaah masjid malam minggu tersebut. Antrian memanjang mengambil buka puasa. Namun untuk sholat maghrib, kami harus menunggu jamaah. “Insyaallah satu jam lagi mereka sampai. Mereka dalam perjalanan dua jam ke sini”, kata Mas Jimmy, Ketua MWCI NU Nagano Jepang.

Akhirnya datang juga. Belasan orang Perempuan datang ramai-ramai ke masjid. Barulah kami sholat berjamaah Maghrib dan dilanjutkan dengan sholat Isya dan tarawih. Beberapa kali mengimami sholat, saya diminta menunggu jamaah yang umumnya satu hingga dua jam satu kali jalan. Berdirinya masjid-masjid baru di Jepang menambah jumlah masjid-masjid yang selama ini telah memberikan warna tersendiri dalam keanekaragaman masyarakat Jepang. Bagi muslim Jepang, masjid bukan hanya tempat ibadah, namun juga oase spritual yang mengisi kegersangan batin muslim diaspora di Jepang.

Kalau Anda ke Jepang, sempatkan untuk ‘beritikaf’ atau sekedar sujud syukur di masjid-masjid Jepang seperti Masjid Ueno Okachimachi (Tokyo), Masjid Camii (Tokyo), Kobe Muslim Mosque (Masjid Kobe), Masjid Ibaraki Osaka (Osaka), Masjid Nagoya (Nagoya), Masjid Hira Gyotoku (Gyotoku), Masjid Fujikawaguchiko (Gunung Fuji) dan masjid lain.

Selain masjid, kita juga mudah menemukan musholla (praying room) yang di fasilitas publik seperti bandara, stasiun, dan lain sebagainya. Termasuk di restoran-restoran khususnya yang berbasis halal food juga disediakan musholla.

Wallahu’alam. ***

Categories
Kolom Pengasuh

Lima Prinsip Out of Box ala Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin

Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Masih jengkel dengan orang-orang yang juga menjajah Indonesia ya? Jepang, Belanda dan Portugis adalah para penjajah. Sejak kecil kita diajarkan untuk ‘membenci’ para penjajah ini. Saya bisa memahami bagaimana kita umumnya jengkel pada penjajah. Hanya, kita harus belajar bagaimana Jepang menjadi negara besar.

Mereka yang hidup dan bekerja di Jepang harus terbiasa hidup displin. Tak ada korupsi waktu di negeri sakura. Inilah satu alasan mengapa Jepang maju pesat dalam berbagai bidang. Mereka membangun negerinya dengan etos kerja yang baik.

“Mereka kerja on time. Bahkan, pulang lebih lama dari jam yang ditentukan”, kata Cak Anas pada saya menceritakan bagaimana orang Jepang tidak pernah korupsi waktu. Bahkan, yang ada malah menambah waktu.

Setidaknya, ada lima etos kerja yang digunakan orang Jepang. Lima prinsip ini adalah kaizen, bushido, meishi kokan, keishan, dan ganbatte.

Pertama, kaizen berarti pengembangan dan perbaikan yang terus menerus. Orang Jepang menggunakan Kaizen dalam pekerjaan maupun kepribadian. Kaizen digunakan melalui beberapa tahap antara lain: membuat standar (standardize), ukuran (measure), membandingkan dengan ukuran (compare), melakukan inovasi (innovate), menciptakan standar baru (standardize) dan mengulang-ulang (repeat).

Kedua, bushido. Bushido adalah prinsip dan etos kerja seorang ksatria. Meski identik dalam perang, prinisp dalam Bushido ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kegigihan (kennin), keyakinan diri sendiri (shinnen), kebijaksanaan (shinco), keadilan dan kebenaran (seigi), perbuatan baik (jizen) dan optimisme (kibo).

Ketiga, kaishan. Hampir mirip dengan keizen, Keishan adalah prinsip yang menekankan pentingnya perubahan dan peningkatan yang konsisten dalam bekerja. Namun, fokus dari keishan adalah pada kreativitas daya inovasi, dan juga produktivitas. Dari sini, makanya inovasi di negeri Sakura ini menjadi harga mati.

Keempat, ganbatte. Ganbatte berarti tetap semangat atau melakukan yang terbaik. Orang-orang di Jepang sudah terbiasa dengan berbagai kegiatan yang menantang dalam hidupnya. Sejak berada bangku sekolah, mereka terbiasa dengan tugas, tes dan juga kompetisi. Mereka akan ‘habis-habisan’ menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.

Dan kelima, meishi kokan. Ketika bertemu dengan orang lain, orang Jepang akan memulai dengan bertukar kartu nama. Dengan kartu nama ini, mereka akan mendapat banyak informasi. Selanjutnya, dengan informasi ini, mereka akan melanjutkan dengan bisnis. Artinya, dengan kartu nama tersebut, hubungan dengan manusia lain dibangun.

Kelima prinsip ini yang membuat orang Jepang pada umumnya menjadi pekerja keras yang tangguh. Mereka juga disiplin dalam hidupnya. Selain itu, prinsip-prinsip ini yang membuat mereka berintegritas. Inilah yang saya lihat langsung dari keseharian orang jepang yang beretos kerja tinggi, displin dan berintegritas.

Kalau anda melihat negara Jepang modern dengan teknologi yang super canggih, gedung tinggi pencakar langit, produser mobil terbesar dunia, dan sebagainya maka lihatlah lima spirit yang melatarinya. Tanpa ini, nonse Jepang bisa cepat maju seperti yang kita lihat sekarang.

Apalagi sejak Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Amerika dan para sekutunya pada tahun 1945 yang silam.

Namun, mereka bangkit dengan cepatnya. Prinsip hidup ini yang mereka pegangi. Prinsip ini juga yang mempercepat mereka mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa di dunia. Sehingga, kita bisa melihat sekarang tentang kemajuan negara Jepang di dunia.

Wallahu’alam. ***

Categories
Kolom Pengasuh

Yuanas, Petani Sukses Sang Penakluk Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

“Saya ini orang nakal kiai. Bapak saya menghilang waktu saya kecil”, kata Cak Anas –demikian orang biasa memanggilnya–dalam perjalanan Kota Tokyo ke Koga, 1 Maret 2025. Di masa modern ini, masih ada cerita tentang orang menghilang. Cak Anas menggunakan bahasa Jawa halus, meski asli orang Madura. Saya bertiga bersama Gus Gazali dan Cak Anas—demikian orang-orang memanggilnya. Orang di jagad medsos pasti kenal dengan Cak Anas. Seorang petani sukses asal Indonesia di Jepang.

Nama lengkapnya Yuanas. Usianya 44 tahun. Asalnya Lumajang. Kini, ia menjadi orang Jepang dengan 35 hektar sawahnya. Sebelum menikah, Yuanas adalah sorang surfing instruktur di Denpasar Bali. Mujur, ia bertemu orang Jepang bernama Ichisawa Chikako. Yuanas lalu menikah dengan gadis Jepang pujaan hatinya tersebut. Hasil pernikahannya, Yuanas memiliki empat anak; Sakura Asmaul Husna (13 tahun), Dewa Amar Makruf Nahi Mungkar (11 tahun), Musashi Pranaja Fathul Muslim (9 tahun) dan Kharen Sekar Arum Janatul Balqis (5 tahun).

“Saya sebetulnya ngefans dengan orang Rusia yang cantik-cantik, tapi ndak apa-apa. Dapatnya orang Jepang”, katanya sambil tertawa.

Selama lima belas hari di Jepang, saya mondar-mandir diantar Cak Anas. Karena diantara pengurus PCI NU Jepang yang mobile, adalah beliau. “Pokoknya untuk para kiai NU, saya insyaallah berangkat”, katanya. Dua hari menjelang pulang ke Indonesia, saya diajak ke rumah Cak Anas. Kebetulan ada KH. Ulil Abshar Abdalla (Ketua PBNU) dan Ning Ienas, putria Gus Mus. Kami berangkat ke lokasi sawah Cak Anas berempat.

“Dulu saya hanya punya berapa hektar. Alhamdulillah, kini sudah memiliki 35 hektar”, kata Cak Anas pada kami. Dia menunjukkan lokasi persawahannya. Seperti maklum, di Jepang, sawah hanya digunakan satu kali dalam setahun. Namun, hasilnya jangan tanya: mengalahkan panen di Indonesia yang dua atau tiga kali dalam setahun. Keren, kan.

“Ini tempat pembibitannya”, kata Cak Anas pada kami bertiga. Tempat pembibitan ditutup rapat dalam pastik seperti layaknya pembibitan di Indonesia. Kami bertiga juga diajak ke gudang Cak Anas. Lokasinya tidak jauh dari persawahannya. Di sana, kami semua takjub. Semua teknologi modern pertanian ada disini.

“ Kalau musim panen, hasil panen kami dalam satu hari sudah menjadi beras. Semua diproses di sini”, kata pria yang tinggal di Shibuicou 236 Kota Mito prefekter Ibaraki Jepang. Bandingkan dengan Indonesia. Dari hasil panen hingga jadi beras, kita membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan satu bulan lebih.

Teknologi pertanian Jepang sangat canggih. Sedemikian canggihnya, anak kecil dapat menggunakan mesin pertanian dengan baik. “Anak saya yang berumur 9 tahun saja, dapat menggunakan mesin. Silahkan cek di you tube saya,” kata Cak Anas.

Saya tidak melewatkan momen bersama Cak Anas dengan baik. Saya dan Gus Ulil serta Ning Ienas bersama-sama mengambil video kisah sukses Cak Anas langsung di lokasi gudangnya. Dialog itu hampir setengah jam dan di-upload di akun you tube Gus Ulil.

Lalu bagaimana Cak Anas bisa sukses secepat itu ? Cak Anas juga bercerita pada kami bagaimana meraih sukses. “Kami pakai teknologi modern. Saya kira, orang Indonesia bisa belajar ke sini. Saya siap. Mereka bisa belajar enam bulan atau satu musim”, kata Cak Anas pada kami. Rumah Yuanas siap menjadi tempat domisili orang Indonesia yang belajar pertanian di Jepang.

Tapi tidak hanya teknologi pertanian modern Jepang, namun juga karena kegemaran sedekah Cak Anas. “Saya juga sering bersedekah. Satu hektar sawah hasilnya saya sedekahkan untuk panti jompo. Orang Jepang heran”, akunya. Orang Jepang terheran-heran. Karena ada orang Indonesia bersedekah sebanyak itu ke panti jompo. Cak Anas membuat gempar seantero Jepang. Tak butuh waktu lama Cak Anas menjadi terkenal. Ia terkenal bukan hanya ia petani sukses namun karena ia mensedekahkan hasil panennya begitu banyak untuk orang-orang Jompo.

Sesungguhnya, terdapat banyak variabel sebagai petani sukses. Misalnya yang tak terlihat adalah hubungan Cak Anas yang harmonis dengan alam. “Ketika menanam, saya bilang ke burung yang terbang dan tikus yang hidup di sawah. Wahai burung dan tikus; Jika ini rezeki saya, jangan kau makan. Tapi jika ingin makan, maka makanlah secukupnya”, tuturnya.

Justru inilah menariknya. Di tengah pertanian modern ala Jepang, Cak Anas masih menggunakan kearifan lokal yang diajarkan Islam. Kearifan untuk menselaraskan manusia (mikro kosmos) dengan alam (makro kosmos). Sehingga ia menjadi sukses menaklukkan negeri Jepang.

Wallahu’alam.*

Categories
Kolom Pengasuh

NU, Pesantren Internasional dan Aswaja di Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Koga di prefektur Ibaraki Jepang bukan hanya menarik karena masjid NU-nya, namun juga menarik karena Pesantren NU at-Taqwa. Ya. Namanya Pesantren NU at-Taqwa. Saya lebih senang menyebutnya dengan ‘Pesantren Internasional NU at-Taqwa’. Mengapa? Karena ini pesantren secara di bawah PCI NU Jepang. Ownernya adalah PCI NU Jepang. Satu hal lagi, pesantren ini berada di luar negeri Jepang sehingga kita layak menyebutnya pesantren internasional.

Seminggu setelah sampai di Koga, saya diajak ke Pesantren NU at-Taqwa. Saya dua kali diajak beberapa pengurus NU ke pesantren ini. Lokasinya berada di tengah sawah. Lumayan agak jauh dari pemukiman penduduk. Bangunan pesantren NU at-Taqwa disesuaikan dengan gaya arsitektur Jepang pada umumnya.

Pesantren ini berjarak hampir 7 km atau 10 menit dari Masjid NU at-Taqwa Koga. Pesantren ini dibangun di atas tanah seluas 911 meter persegi. Bangunan dan lahan pesantren menghabiskan dana 7,822,060 yen. Pada tanggal 4 Mei 2024, Dubes RI di Jepang, Heri Akhmadi meresmikan pesantren pertama di Jepang ini. KH. Masyhuri Malik, KH. Miftah Faqih, dan Dr. KH. Moh. Faisal serta lima orang rombongan lainnya dari PBNU ikut menyaksikan peresmian ini di Koga Jepang.

Selain memiliki halaman luas, bangunan pesantren megah berdiri kokoh. Ada ruang pertemuan ber AC, 1 kamar tidur, 1 dapur, 2 toilet dan 1 kamar mandi serta beberapa kran wudlu. Selain itu, ada panggung pementasan, gudang, halaman yang luas. Juga parkirnya luas sekali. Dalam kamar mandi terdapat air panas. Jika Anda ke Jepang khususnya saat musim dingin, pastikan menggunakan air panas.

Dulu banyak orang Jepang masih tidak suka dengan pesantren. Ketika awal membangun pesantren misalnya, orang Jepang banyak juga yang usil. “Kaca pesantren pecah. Beberapa orang merusak perkakas seperti kipas angin, meja, kursi, atap, dan dapur. Lalu kami lapor pada kepolisian. Akhirnya, berhenti dan aman hingga sekarang”, kata Gus Gazali, pengasuh Pesantren NU at-Taqwa yang juga Ketua PCI NU Jepang.

Lalu apa saja kegiatan pesantren NU at-Taqwa? “Kita sering sholawatan di sini, “ kata Gus Gazali pada saya, Dalam setahun, sudah tiga kali diadakan kegiatan besar di sini. “Festival hadrah dan sholawatan di sini”, lanjutnya. Dalam festival hadrah, MWCI NU se Jepang ikut berpartisipasi. Sehingga orang tumpek brek di sini. Keren ya. Di negeri Sakura ada festival hadrah. Tentu bukan hal yang mudah.

Untuk meramaikan acara festival, maka dibuka bazar dengan stand-stand, Stand ini membayar konstribusi pada panitia. “Ada 10 stand yang berbayar dan hasilnya dapat digunakan untuk mensupport penyelenggaraan acara” , kata Kang Dayat, Ketua MWCI NU Ibaraki Jepang. Walhasil, semua berjalan semarak. Apalagi acara berlangsung hari minggu dimana orang NU Jepang libur. Ramai dan seru.

Bagaimana di negeri ‘tidak beragama’ dibolehkan acara keagamaan di pesantren ini? Tentu, ijin pada pihak yang berwenang adalah sebuah kewajiban. “di Jepang kita tidak boleh gaduh. Maka acara seperti kita ini harus ijin pada pihak kepolisian”, kata Gus Gazali pada kami.

Kini, pesantren NU at-Taqwa telah rutin mengadakan TPQ untuk anak-anak. Ada 17 anak yang resmi menjadi santri TPQ NU at-Taqwa. Setiap akhir pekan, mereka mengaji al-Qur’an di Pesantren NU at-Taqwa. Para pengajar berasal dari PCI NU Jepang. Misalnya Alnus Meinata, Ibu ade dan lain sebagainya.

“Mereka bukan hanya mengaji al-Qur’an, namun juga diajari aswaja sejak kecil”, lanjut Gus Gazali pada kami. Di tengah Pendidikan Jepang yang mengabaikan agama, pesantren NU at-Taqwa hadir menjadi oase pendidikan keagamaan berbasis nilai-nilai keaswajaan. Kelak, anak-anak ini yang akan meneruskan perjuangan menancapkan bendera aswaja di bumi Sakura.

Pengurus PCI NU Jepang berharap pesantren ke depan lebih maju. Misalnya ada pendidikan formal kerja sama dengan KBRI Tokyo. Sehingga terasa benar manfaat pesantren ini pada masyarakat NU di Jepang. Meski hal demikian tidak mudah, karena umumnya anak-anak orang NU di Jepang sudah berada di sekolah formal Jepang.

Salah satu tema yang dibahas dalam acara Konfercabis III PCI NU Jepang pada 13-15 September 2025 ini adalah keberlanjutan pesantren. Bagaimana legacy yang luar biasa ini dapat diteruskan oleh para pengurus selanjutnya. Bahkan menjadi legacy yang lebih maju di masa-masa yang akan datang. Semoga.

Wallahu’alam. ***

Categories
Kolom Pengasuh

Masjid Koga, NU dan ‘Jombang’-nya Jepang

Oleh: M.  Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Jika anda aktivis NU, jangan lewatkan mengunjungi Kota Koga. Koga adalah kota yang berada di bawah prefektur (propinsi) Ibaraki. Jarak Tokyo ke Koga sekitar 80 km atau kurang lebih satu jam setengah perjalanan. Ketika datang ke Jepang, dari Tokyo, saya langsung disambut Gus Gazali dan Cak Yuanas menuju Koga. Malam pertama di Jepang, saya menginap di Koga. 

Koga adalah “Jombang-nya Jepang”, kata Kiai Zahrul yang juga mustasyar PCI NU Jepang. Kiai Zahrul –yang nama lengkapnya Muhammad Zahrul Muttaqien — bekerja sebagai Atase Kehutanan  di KBRI Tokyo mulai 2022 hingga 2025. Di Koga-lah, pusat kegiatan NU di Jepang bertumpu. Oleh karenanya, Kiai Zahrul menganalogikan Koga dengan Kota Jombang.

Seperti kita tahu, Jombang menjadi ‘kota legendaris NU’ karena Rois Akbar PBNU, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari tinggal di kota tersebut. Di Jombang, banyak lahir tokoh-tokoh nasional berlatar belakang NU seperti KH. Wahid Hasyim, Gus Dur, Cak Nun, dan sebagainya. NU di Jombang, jangan ditanya.    

Masjid NU at-Taqwa berdiri megah di Koga. Masjid luas nan menawan tidak kelihatan kalau dilihat dari luar. Masjid ini dapat menampung kurang lebih 1000 jamaah. Di samping depan masjid tertulis “Masjid NU at-Taqwa Koga Ibaraki”. Halaman masjid ini juga lumayan luas.

Masjid ini dibeli secara gotong royong oleh warga NU. Penyematan masjid dengan kata “NU” membutuhkan keberanian dan effort sendiri yang tidak mudah. Pak Bubun, –orang masjid biasa memanggilnya– sesepuh yang juga pendiri masjid ini bercerita panjang tentang history masjid. “Meski banyak tantangan, akhirnya pada tahun 2021 masjid ini resmi dibuka oleh Dubes RI di Tokyo, Heri Akhmadi”, kata Pak Bubun yang nama aslinya adalah Rohibun dalam bincang santai menjelang buka puasa di Masjid NU at-Taqwa.  Selain pendiri, Pak Bubun juga menjabat sebagai Ketua DKM Masjid NU at-Taqwa (2021-2023). Ketua DKM selanjutnya adalah mas Eko untuk masa bakti 2023-2025.   

Saya menginjakkan kaki pertama di masjid keren ini jam 12.00 malam waktu Jepang. Ya, saya sampai di Jepang 1 Maret 2025, satu hari menjelang Ramadlan 1446 H. Di sinilah berbagai aktivitas NU digerakkan. Dari sini pula, aktivitas NU di seantoro Jepang dikoordinasikan.

Dalam masjid, selain ada tempat jamaah laki dan perempuan, juga tersedia ruang dapur yang memadai. Makanan buka dan sahur selama Ramadlan berada di tempat ini. Ruangan masjid yang semuanya ber-AC. Di ujung ruangan terdapat kamar mandi dan toilet yang semuanya pakai digital. Toilet serba digital berbahasa Kanji Jepang.  Di luar masjid, terdapat kran wudlu dua macam; air panas dan air dingin.  Masjid ini memiliki lantai dua yang berisi kamar-kamar. Di depan kamar-kamar,  terdapat ruang tamu dan ruang meeting PCI NU Jepang. Semua ruangan dan halaman masjid bersih dan tertata rapi.   

Berbagai pelatihan –misalnya PDPKP NU—yang diselenggarakan PCI NU Jepang ditempatkan di Masjid NU at-Taqwa.  Pengurus PBNU yang juga nara sumber seperti  KH. Masyhuri Malik, KH. Dr Faishal, dan sebagainya hadir di tengah-tengah para pengurus NU yang tersebar di seluruh Jepang. “Mereka semua menginap di sini, Prof”, lanjut Gus Gazali sembari menunjukkan lantai dua pada saya.  

Saya mengacungi jempol segenap pengurus PCI NU Jepang yang dikomaandani Gus Gazali. Tidak tanggung-tanggung. Di masanya, PCI NU Jepang memiliki 16 MWCI NU Jepang. Ini berarti sepertiga prefektur Negara Jepang.

“Semua MWCI NU-nya hidup. Para pengurus juga aktif berkegiatan, Prof. ”, kata Gus Gazali dalam diskusi ringan dengan saya.

Jika kita menengok data statistik, orang Indonesia di Jepang berjumlah 200.000 ribu lebih. Dari sini jumlah total muslimnya diperkirakan 151.095. Sementara, asumsi warga NU di Jepang berdasarkan survei LSI berjumlah  74.792 orang. Jumlah total orang Jepang sendiri pada tahun 2023 mencapai kurang lebih 125 juta orang.

Ketika keliling ke beberapa kota dan prefektur di Jepang, saya  benar-benar melihat langsung kegiatan NU yang semarak dan tak pernah henti. Misalnya Hiroshima, Nagano, Nigata, Tokyo, Ibaraki, Bendo, Mihara, dan lain sebagainya.  Jika NU di Indonesia bergerak itu biasa, tapi kalau NU di Jepang bergerak masif tentu luar biasa. Karena di negara Jepang, orang NU dituntut bekerja keras dan disiplin layaknya orang Jepang. Bayangkan, di sela-sela itu, mereka masih sempat mengurus NU. Kata mereka, ngalap berkah NU. Masya’allah.

Saat ini, PCI NU Jepang sedang merencanakan Konfercabis III pada 13-15 September 2025 tahun ini. Semoga berkah dan tambah jaya NU di Negeri Sakura. “Doanya Prof. Haris agar Konfercabis III PCI NU Jepang berjalan lancar”, kata Gus Gazali dalam sms-nya ke saya. Amin ya rabbal alamin.

Wallahu’alam. *

Categories
Kolom Pengasuh

Menggagas Pesantren Internasional Indonesia di Luar Negeri

Mengapa pesantren Internasional Indonesia? Gagasan pesantren sebagai lembaga pendidikan indigenous di Indonesia, dalam hemat saya, sudah lama ada. Dalam catatan resmi Kementerian Agama RI, terdapat kurang lebih 40.000 pesantren yang telah terdaftar di Indonesia. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 18 tahun 2019 tentang pesantren, eksistensi pesantren semakin kokoh dengan tiga fungsi utamanya, sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan juga pemberdayaan. 

Merujuk pada UU No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren, pesantren adalah lembaga berbasis masyarakat yang didirikan oleh perorangan atau organisasi untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan pada Allah Swt., menyampaikan akhlakul karimah, serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya (Pasal 1). 

Terma ‘Pesantren Internasional Indonesia’ sendiri tidak disebut secara eksplisit dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Sebagian ahli mengatakan bahwa Pesantren Internasional yang dimaksud adalah pesantren yang berstandar internasional dan bertempat di Indonesia. Jika di Indonesia terdapat Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), maka harus ada Pesantren Internasional Indonesia. Begitulah logika yang dibangun para ahli tersebut.  

Kita bisa melihat beberapa nama Pesantren Internasional Indonesia di Indonesia. Misalnya, Pesantren Internasional Thursina, Pesantren Internasional  Abdul Malik Fajar, Pesantren Internasional Dea Malela, dan pesantren internasional lainnya. Pesantren-pesantren model ini di-design untuk menampung santri dalam dan luar negeri dengan menggunakan kurikulum dan juga bahasa internasional. 

Di samping Pesantren Internasional Indonesia di dalam negeri, sesungguhnya menarik membincang Pesantren Internasional Indonesia di luar negeri. Apa peran dan kiprah Pesantren Internasional Indonesia di Luar Negeri nanti? 

Pesantren model ini juga sangat relevan, mengingat jumlah diaspora Indonesia sekitar sembilan juta jiwa Menurut data Kementerian Luar Negeri dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, (BP2MI) setidaknya tiga sampai empat juta enam ratus ribu jiwa berkewarganegaraan Indonesia. Sedangkan sisanya berkewarganegaraan asing atau berkewarganegaraan ganda terbatas hingga berusia 21 tahun. Jumlah diaspora Indonesia terbanyak diperkirakan berada di benua Asia (1.567.207 jiwa), diikuti dengan benua Eropa (88.533 jiwa) dan Amerika (66.868 jiwa). 

Definisi

Pesantren Internasional Indonesia di Luar Negeri adalah pesantren yang didirikan di luar negeri oleh masyarakat Indonesia untuk misi pendidikan, pemberdayaan dan dakwah Islam rahmatan lil alamin dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Terma kerangka NKRI menjadi penting sebagai stressing bahwa pesantren ini tidak terlepas dari akarnya, yaitu Republik Indonesia. Ini sesuai dengan Pasal 5 UU No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Pun, owner-nya tetap “Indonesia”, meskipun keberadaan dan kegiatan pesantren ada di luar negeri. Di samping itu, pesantren ini menjadi corong ‘Indonesia’ di luar negeri. Multi track diplomasi dapat menggunakan pesantren ini sebagai salah satu pionirnya.      

Terma lain yang tak kalah penting adalah ‘misi pendidikan, pemberdayaan dan dakwah Islam rahmatan lil alamin’. Tiga misi ini juga tidak jauh dari Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Namun, ada penekanan misalnya dakwah Islam rahmatan lil alamin yang menjadi tantangan di luar negeri, mengingat jumlah orang tidak beragama (ateis) yang mencapai 20 hingga 50 persen di luar negeri. Karena itu, program mualaf center menjadi salah satu prioritas dalam dakwah Islam di pesantren tersebut. Demikian juga, pesantren ini bisa menebarkan Islam Washatiyah yang menjadi penangkal ekstremisme Islam di luar negeri.   

Demikian juga misi pendidikan. Jika di luar negeri negara dapat menyelenggarakan sekolah atau pendidikan di bawah Kementerian Luar Negeri RI, maka seyogyanya pesantren juga bisa bernaung di kementerian ini. Dalam pandangan saya, pesantren ini kelak bisa menjadi lembaga pendidikan dalam binaan Kemlu RI dan Kemenag RI. Namun, bukan hanya untuk Diaspora Indonesia sebagai masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri, pesantren internasional ini juga terbuka untuk masyarakat lokal luar negeri.    

Peluang dan Tantangan 

Dalam hemat saya, keberadaan Pesantren Internasional Indonesia di luar negeri memiliki peluang besar. Setidaknya terdapat empat peluang berikut. Pertama, banyaknya komunitas Diaspora Indonesia di luar negeri. Kedua, sedikitnya jumlah lembaga pendidikan agama di luar negeri. Ketiga, banyaknya anak Indonesia yang lahir dan tumbuh berkembang di luar negeri. Keempat, pesatnya perkembangan dakwah di luar negeri seperti Jepang, Inggris, AS, Rusia, Belanda dan sebagainya. Kelima, banyak negara dunia yang mulai dan semakin welcome dengan kehadiran Islam di negara mereka. 

Selain peluang, terdapat juga tantangan Pesantren Internasional Indonesia di luar negeri. Pertama, belum ada role model Pesantren Internasional Indonesia di luar negeri baik standar kurikulum, tenaga pengajar, sarana prasarana, penjaminan mutu dan sebagainya. Ini dimaklumi karena memang keberadaannya yang relatif baru. Kedua, pesantren model ini belum dikenal dan juga belum diakui sebagai pendidikan formal. Ketiga, minimnya fasilitas dan infrastruktur pesantren tersebut. Keempat, minimnya pendanaan khususnya untuk pengembangan pesantren. Dan kelima, jumlah tenaga pengajar yang minim dan terbatas dalam pesantren model ini. 

Hal lain yang menjadi tantangan adalah regulasi lokal di tiap-tiap negara yang berbeda satu dengan lainnya. Misalnya, beberapa negara mensyaratkan kepemilikan warga negara lokal terhadap tanah pesantren sehingga mau tidak mau pengelola pesantren harus berkolaborasi dengan penduduk lokal setempat. Demikian juga, sebagian negara mensyaratkan perijinan yang rumit dan ribet pada pendirian pesantren sehingga proses izinnya lama atau bahkan tidak keluar. Akan beda misalnya jika pesantren ini di bawah naungan Kemlu RI, sebagaimana lembaga pendidikan formal di luar negeri.   

Kerja sama dengan para pihak di negara setempat, oleh karenanya, menjadi niscaya. Pun, ini akan membuat aman secara regulasi dan juga memberikan rasa nyaman bagi berbagai pihak di negara setempat

Saya yakin dan optimis dengan masa depan Pesantren Internasional Indonesia di luar negeri yang sedemikian cerah. Ke depan, pesantren-pesantren Internasional Indonesia di luar negeri tidak hanya fungsi pendidikan dan dakwah Islan, namun juga bisa mempromosikan budaya Indonesia di luar Negeri. Jika Turki terkenal dengan masjid, Maroko dengan sekolahnya, maka Indonesia terkenal di luar negeri dengan Pesantren Internasional-nya. Semoga. 

Sumber: https://arina.id/perspektif/ar-leI4O/menggagas-pesantren-internasional-indonesia-di-luar-negeri

Categories
Kolom Pengasuh Opini

Kesulitan Haji Rakyat Palestina

Oleh: M. Noor Harisudin

Ketika Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Azis mengumumkan undangan haji gratis untuk seribu keluarga Syuhada Palestina (CNN/28/5/2024), maka situasi Palestina masih belum baik-baik saja. Gaza masih terus dibombardir Israel. Genosida manusia masih terus berlangsung di negara yang penduduknya mencapai 5 juta lebih tersebut. Bahkan, Rafah sebagai kota yang menghubungkan ke jalur luar Palestina, juga masih dikepung Israel, meski mereka harus mendapat perlawanan sengit dari pejuang Palestina.   

Bagaimana lalu hak beragama rakyat Palestina untuk berhaji di tengah porak-poranda negeri mereka? Jangan samakan mereka dengan penduduk negara Muslim yang damai dan di-support oleh pemerintahnya. Di tengah berkecamuknya perang, tentu tantangan berhaji di Palestina akan sangat berbeda dengan negara yang damai. Sebut misalnya masalah administrasi haji, hingga tantangan hambatan dicegah pasukan Israel menuju baitullah di Makkah.      

Tahun 2024 ini, sebanyak 1,650 jemaah haji Palestina berangkat dengan 33 bus pada 2 Juni 2024 melalui jalur darat dari Tepi Barat menuju Makkah Arab Saudi. Gelombang kedua sejumlah 3.350 jemaah haji Palestina akan berangkat dengan 67 bus. Sementara itu, 2.600 jemaah haji asal Gaza tahun 2024 ini tidak dapat melaksanakan kewajiban rukun Islam akibat agresi hebat penjajahan Israel yang terus menerus dilakukan sejak 7 Oktober 2023 yang silam.  

Haji tahun ini, jemaah Palestina melalui penyeberangan Karma, sebelah timur Kota Jericho menuju Kerajaan Hashemite Yordania. Dari sini, para jemaah haji Palestina berangkat ke Arab Saudi untuk melaksanakan haji dan umrah. Peraturan perjalanan ini dibuat bersama antara Presiden Palestina (Mahmoud Abas), Raja Jordania dan Raja Arab Saudi dengan tujuan untuk memudahkan jemaah haji Palestina. 

Kendatipun keadaan sulit, ghirah berhaji Rakyat Palestina tak pernah padam. Oleh karenanya, undangan haji gratis sebanyak seribu jemaah untuk keluarga Syuhada Palestina bagaikan oase di tengah padang pasir. Undangan ini disambut suka cita Rakyat Palestina di tengah keadaan duka cita mendalam yang tak berkesudahan. Seluruh pembiayaan haji mulai transportasi, konsumsi dan akomodasi diberikan gratis tanpa kecuali. Sebagai tamu undangan, seribu tamu kehormatan ini juga akan menikmati semua fasilitas secara gratis. 

Pada tahun-tahun sebelumnya, perjalanan haji rakyat Palestina ditempuh lama sekali, yaitu satu hari satu malam atau 24 jam lebih. Kesulitan ini semakin masyaqqat lagi karena sebagian jemaah haji adalah lanjut usia. Perjalanan haji dari Gaza ke Kairo di tempuh 20 jam perjalanan. Dari Kairo-Jedah-Makkah, perjalanan kurang lebih 4 jam. Tentu perjalanan yang sangat melelahkan bagi jemaah haji Palestina. Apalagi sebagian jemaah Palestina adalah jamaah haji lanjut usia dan penderita penyakit kronis.

Namun, dengan perubahan rute baru yang diajukan oleh Palestina, Kerajaan Yordania dan Kerajaan Arab Saudi, haji rakyat Palestina menjadi lebih mudah dan cepat. Apalagi ditambah transportasi yang lebih baik disediakan oleh Arab Saudi. Raja Arab Saudi sendiri pada tahun 2024 ini —sebagaimana tahun-tahun sebelumnya–menambah jatah haji dengan undangan haji gratis sebanyak seribu orang untuk keluarga korban syuhada Palestina.

Setidaknya, terdapat tiga pesan diplomasi undangan seribu haji gratis pada keluarga Syuhada Palestina, sebagaimana berikut:

Pertama, pesan dukungan Arab Saudi pada kemerdekaan Palestina yang tak pernah henti. Dukungan ini konsisten dilakukan Arab Saudi sejak 22-25 September 1969 ketika Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berdiri. OKI yang berkedudukan di Jedah didirikan oleh keprihatian  untuk mendukung Palestina dan kepentingan Islam dunia khususnya ketika pembakaran sebagian Masjid al-Aqsha pada 21 Agustus 1969. Tidak mungkin, Arab Saudi bertolak belakang dengan cita-cita OKI.  

Betapapun kelihatan ‘mendukung’ Israel dan sekutunya (Amerika Serikat), namun secara de facto, Arab Saudi tetap berkomitmen untuk kemerdekaan Palestina sebagaimana ditunjukkan dengan menjadi bagian 144 negara yang mendukung kemerdekaan Palestina dalam sidang PBB pada tahun 2024 ini.  

Kedua, pesan bantuan yang bersifat ma la yudraku kulluhu. Dalam sebuah kaidah fiqih dikatakan: ma la yudraku kulluhu, la yutraku kulluhu. Kalau tidak dapat membantu seluruhnya, maka jangan tinggalkan semuanya. Kalau tidak bisa mencegah upaya genoside tantara Israel pada warga Palestina, maka at least Arab Saudi telah memberikan bantuan kemanusiaan yang lain yang sangat berarti: undangan seribu haji. Bantuan yang tidak bisa memberikan kecuali hanya oleh Kerajaan Arab Saudi. Bantuan yang sangat berarti di tengah antrian tahunan berhaji dan biaya yang tak terjangkau oleh umumnya rakyat Palestina.

Bantuan seribu haji gratis ini tidak kalah berartinya dengan bantuan kemanusiaan lain yang lain seperti makanan, obat-obatan, dan pembangunan infrastruktur yang hancur lebur. Juga tidak kalah dengan demonstrasi seluruh dunia melawan genosida oleh Israel. Bantuan haji gratis ini tidak kalah dengan bantuan-bantuan lain yang ‘menenangkan’ dan ‘membuat damai’ hati rakyat Palestina.  Memang rakyat Palestina butuh bantuan dalam kehidupan tenang dan damai, sebagaimana warga negara lain di dunia.      

Ketiga, pesan agar Israel tidak menghalangi haji rakyat Palestina. Demikian ini karena haji adalah soal hak beragama warga Palestina yang harus dijunjung tinggi Israel. Bukan hanya 1000 hajinya keluarga syuhada haji, namun juga haji reguler lain –yang kurang lebih berjumlah 5000 jemaah haji –pada tahun ini dari Palestina. Dan Kota Rafah yang menjadi pintu Palestina ke negara lain, jangan coba-coba Israel menguasainya dan apalagi jika kota ini digunakan Israel untuk menghambat haji rakyat Palestina. Semoga.   

* M. Noor Harisudin adalah Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Sidiq Jember, Direktur World Moslem Studies Center dan Dai Internasional Ramadlan 1445 H di Belanda dan Jerman.

Sumber: https://arina.id/perspektif/ar-c84xc/kesulitan-haji-rakyat-palestina

Categories
Kolom Pengasuh Opini

Diplomasi Seribu Haji Palestina

Oleh: M. Noor Harisudin

Setelah dikabarkan sakit, Raja Salman tiba-tiba muncul. Bahkan, Raja Salman muncul membawa kabar gembira untuk para keluarga syuhada Palestina. Tepatnya, Raja Salman memberikan undangan seribu 1000 pada keluarga Syuhada Palestina. Selain undangan haji keluarga Syuhada Palestina, Raja Salman juga memberikan 1300 undangan haji ada 88 negara dunia. (Jawa Pos/29/5/2024)

Pemberian undangan haji keluarga Syuhada Palestina tentu menggembirakan meski apakah benar undangan tersebut dibutuhkan oleh para keluarga Syuhada Palestina? Bukankah rakyat Palestina lebih membutuhkan bantuan kemanusian lainnya seperti makanan, obat-obatan, air bersih, rumah pengungsi, dan kebutuhan mendesak yang lain ?. Bukankah mereka juga lebih membutuhkan ketenangan dan kedamaian, layaknya warga dunia yang lain?. 

Pandangan minor ini bisa dipahami karena selama ini, Arab Saudi –di mata publik—dipandang terlalu berpihak pada Israel. Selain pernah membuka hubungan diplomati dengan Israel (2018), serangan Iran ke Israel membuktikan positioning Arab Saudi tersebut. Umat Islam berharap Arab Saudi seperti Iran yang akan menyerang Israel. Nyatanya, Arab Saudi bukan Iran dan tidak sama dengan Iran.

Apalagi pada 16 Oktober tahun 2023 yang silam, ketika pertemuan KTT Oganisasi Kerja Sama Islam (OKI), Iran, Lebanon dan Algeria mengusulkan embargo pada Israel, maka sebagian negara anggota justru menolaknya. Penolakan ini dilakukan khususnya oleh negara yang menormalisasi hubungan dengan Israel seperti Mauritania, Maroko, Sudan, Bahran, Uni Emrat Arab, Yordania dan Mesir, termasuk Arab Saudi. Dengan kata lain, Arab Saudi termasuk yang menolak usulan embargo pada negara Israel.

Oleh karenanya, undangan 1000 haji pada keluarga Syuhada Palestina apakah hanya lip service belaka atau keseriusan Arab Saudi mendukung rakyat Palestina ? Saya menduga, ini cara Arab Saudi mendukung Palestina, tentu dengan caranya sendiri. Hemat saya, undangan haji ini bukan semata-mata mencari simpati publik dan berharap ‘citra positif’ dari dunia Islam.

Ada beberapa alasan mengapa Arab Saudi, saya anggap, serius dengan mendukung kemerdekaan Palestina, sebagaimana berikut:

Pertama, ini adalah undangan haji 1000 keluarga syuhada Palestina yang kesekian kalinya. Undangan ini bersifat gratis dan semua biaya; konsumsi, akomodasai dan transportasi ditanggung Arab Saudi. Undangan haji ini merupakan hal istimewa, karena selain rukun Islam yang kelima, biaya melaksanakannya tergolong mahal dan tidak semua orang dapat menjangkaunya.

Kedua, Arab Saudi menjadi tempat kantor Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). OKI adalah organisasi Islam internasional yang didirikan pada pada 22-25 September 1969 yang silam. OKI didirikan oleh keprihatian  untuk mendukung Palestina dan kepentingan Islam dunia khususnya ketika pembakaran sebagian Masjid al-Aqsha pada 21 Agustus 1969. Tidak mungkin, Arab Saudi bertolak belakang dengan cita-cita OKI.  

Ketiga, dalam satu dekade terakhir, Arab Saudi mulai menjalin hubungan diplomatik dengan China. Bahkan, Arab Saudi terlihat mulai meninggalkan Amerika Serikat dan sebaliknya mulai menggandeng Cina. Arab Saudi terlihat dekat juga dengan Iran yang bersekutu dengan Cina. Tentu, ini juga mengubah peta dan posisi politik internasional Arab Saudi di dunia.   

Keempat, sikap Arab Saudi terhadap Palestina telah dibuktikan sejak dahulu kala. Sikap tradisionalnya  yang terakhir ditunjukkan Arab Saudi menjadi bagian 144 negara yang mendukung kemerdekaan Palestina. Sebagaimana diketahui, Majlis Umum PBB pada Jum’at (10/5/2024) telah menggelar voting untuk mengadopsi resolusi yang mendukung Palestina menjadi anggota penuh PBB. Sembilan negara menolak dan dua puluh lima negara memilih abstain.  

Kelima, bantuan Arab Saudi ke Palestina sesungguhnya banyak, hanya tidak sering dipublis ke media sehingga terkesan Arab Saudi tidak pernah memberikan bantuan kemanusiaan ke Palestina. Andaikan publikasi media berjalan masif, publik akan lebih mudah mengetahui ke mana arah dukungan Arab Saudi dalam peta politik global.    

Berdasarkan beberapa fakta ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Arab Saudi serius membantu kemerdekaan Palestina. Tidak sekedar membangun citra belaka seperti dibayangkan oleh banyak orang.  Meskipun suara Arab Saudi umumnya tidak bisa “satu komando” membela Palestina, namun –dalam pengamatan saya—tahun ini Arab Saudi dan negara Arab lain akan bersatu untuk Palestina.Ini karena genosida di Palestina telah memakan kurban 35 ribu lebih warga meninggal di Palestina.

Oleh karenanya, undangan 1000 haji ini menjadi penting kendatipun di lapangan, boleh jadi tidak seperti yang diharapkan. Rakyat Palestina memang membutuh bantuan pangan, obat-obatan, dan sebagainya. Rakyat Palestina juga membutuhkan ketentangan dan kedamaian hidup ,sebagaimana rakyat lainnya di dunia.

Dalam hemat saya, undangan haji Raja Saudi adalah solusi bagi rakyat Palestina. Betapapun ada yang sinis, undangan haji ini at least memberi dua pesan penting. Pertama, adalah bantuan yang bersifat ma  la yudraku kulluhu. Dalam sebuah kaidah fikih dikatakan: ma la yudraku kulluhu, la yutraku kulluhu. Kalau tidak dapat membantu seluruhnya, maka jangan tinggalkan semuanya. Begitu kira-kira. Kalau tidak bisa mencegah perang genoside Israel pada warga Palestina, maka Arab Saudi telah memberikan bantuan kemanusiaan yang lain yang sangat berarti: undangan haji.

Kedua, pesan agar Israel tidak menghalangi haji rakyat Palestina. Ini soal hak beragama warga Palestina yang harus dijunjung tinggi Israel. Bukan hanya 1000 keluarga syuhada haji, namun juga haji reguler lain –kurang lebih 4500 jamaah haji –yang tahun ini melakukan ibadah haji dari Palestina. Dan Rafah yang menjadi pintu Palestina ke negara lain, jangan coba-coba Israel menguasainya dan apalagi digunakan untuk menghambat haji rakyat Gaza dan Palestina. Semoga. ***

* M. Noor Harisudin adalah Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Sidiq Jember, Direktur World Moslem Studies Center dan Dai Internasional Ramadlan 1445 H di Belanda dan Jerman.

*Artikel ini telah dimuat di Jawa Pos, 4 Juni 2024.