Categories
Kolom Pengasuh

Ziarah ke Makam Snouck Hourgronye

Oleh: M. Noor Harisudin

Di sela-sela gemerlap intelektual Leiden University yang melegenda, saya berkesempatan berkunjung ke rumah Snouck Hourgronye. Siapa yang tidak kenal dengan Snouck Hourgronye? Seorang orientalis Belanda yang masyhur dan memiliki reputasi dunia. Pahlawan bagi Belanda, namun tokoh munafik yang dibenci oleh rakyat Indonesia. Oleh Belanda, Snouck Hourgronye diminta untuk menaklukkan perlawanan rakyat Indonesia. Studinya tentang Islam luar biasa. Dikagumi, namun juga dibenci. Itulah sosok Snouck Hourgronye.

Hari Rabu itu (20/3/2024), Hengki, Ketua Lembaga Talif wan Nasyr Pengurus Cabang Istimewa NU Belanda yang juga seorang alumni magister Universitas Islam Negeri Sahida Jakarta mengajak saya keliling ke Universitas Leiden. Setelah berkeliling kesana-sini, saya lalu diajak ke rumah Snouck Hourgronye. Ini rumah Snouck Hourgronye, Prof. Rumahnya ada di pinggir kanal yang lain. Rumah Snouk Hourgronye tampak kecil, namun asri. Di atas pintu tertulis namanya, meski tidak kelihatan jelas.

Nama lengkapnya Christian Snouck Hourgronye. Dilahirkan 8 Pebruari 1857dan meninggal 26 Juni 1936. Snouck Hourgronye menjadi mahasiswa teologi Kristen di Unversitas Leiden tahun 1874. Gelar doktornya diperoleh tahun 1880 dengan disertasinya Het Mekkaansche feest (Perayaan Mekah). Tahun 1881, Snouck Hourgronye diangkat menjadi professor di Sekolah Pegawai Sipil Leiden.

Snouck Hourgronye dikenal sebagai sarjana Belanda bidang budaya Oriental dan Bahasa. Snouck Hourgronye yang fasih Bahasa Arab ini masuk ke kota suci Mekkah tahun 1885, setelah berhasil menyelesaikan pemeriksaan untuk diizinkan ziarah ke kota Mekah. Untuk masuk ke kota Mekah, Snouck Hourgronye melalui Kerajaan Ottoman yang masih berkuasa di dunia Islam saat itu. Selain itu, Snouck Hourgronye harus menjadi mualaf. Nama mualafnya Haji Abdul Ghafar.

Tahun 1889, Snouck Hourgronye menjadi profesor Melayu di Universitas Leiden. Selain itu, ia juga menjadi penasehat resmi pemerintah Belanda urusan Kolonial. Ia mengambil peran aktif dalam bagian akhir Perang Aceh (1873-1913). Dengan pengetahuannya tentang Islam, Snouck Hourgronye merancang strategi untuk menghancurkan perlawanan rakyat Aceh dan mengakhiri perang 40 tahun dengan korban kurang lebih 100.000 dan satu juta terluka. Tahun 1906, Snouck Hourgronye kembali ke Belanda dan melanjutkan karir akademisnya.

Selain ke rumah Snouck, saya juga diajak ke patung para tokoh Universitas Leiden. Sejumlah guru besar dan tokoh penting. Salah satunya, orang Indonesia yang pertama kali kuliah disana, yaitu Prof Hussein Djayadiningrat yang asal Serang Banten. Tertulis pada prasasti di bawah arca Prof Hussein: The first scholar to receive a Ph.D converred on 3 may 1913 by Le Converred Leiden University. Orang yang pertama kali lulus kuliah di Leiden University.

Tak terasa, hari sudah sore, dan kami harus pulang ke housing Kiai Nur Ahmad. Tadi belum ke makam Snouck Hourgronye, Prof. Besok saya akan antar ke sana, kata Kiai Nur Ahmad ketika buka bersama saya dan Hengki di housingnya. Buka puasa hari itu spesial banget. Ada sop buntut yang disiapkan untuk kita semua dengan sambal terasi jeruknya. Maknyus. Belum dengan gorengan bakwan, tahu isi dan lain sebagainya serasa buka bersama di Indonesia.

Hari Kamis, (21/3/2024), sesuai janjinya, saya diajak Kiai Nur Ahmad ke makam Snouck Hourgronye. Kurang lebih setengah jam, kami sudah sampai di lokasi yang dituju. Sebelumnya, kami harus naik sepeda lima kilometer dari housing Kiai Nur Achmad. Sepanjang jalan, kami juga berhenti di spot-spot kota Leiden yang indah dan menawan. Tentu sambil foto-foto selfi bersama kiai muda asal UIN Walisongo Semarang tersebut.

Makamnya, lanjut Kiai Nur Ahmad, indah sekali. Tak heran jika menjadi tempat pelarian muda-mudi yang pacaran. Atau sekedar menjadi tempat baca-baca. Sama sekali tidak ada kesan seram seperti makam-makam di Indonesia. Sama dengan pemakaman yang lain di Belanda, gerbang pemakaman Snouck Hourgronye tampak indah dari depan. Ada parkir sepeda pancal yang disiapkan.

Kiai Nur Ahmad yang menunjukkan dimana makam Snouck Hourgronye. Ini makamnya Snouck Hourgronye. Dia bersama tiga orang keluarganya yang lain, kata Kiai Nur Achmad pada saya.

Saya langsung jujug ke makam Snouck Hourgronye. Ada kotak persegi empat yang cor-coran. Di sana tertulis nama-nama orang yang dikuburkan, meski tulisan juga terlihat samar-samar. Dalam makam ini, ada empat keluarga Snouck yang dikubur. Saya berdiri di sebelah makam saja, Kiai Nur Ahmad, pinta saya pada Kiai Nur Ahmad. Jepret-jepret, foto di sebelah kuburan Snouck Hourgronye.

Sekitar setengah jam kemudian, saya berdiri di pusara Snouck Hourgronye. Entah, apa yang saya pikirkan. Namun, saya reminder pada masa kejayaan saat Snouck Hourgronye diangkat oleh penjajah Belanda. Bagaimana orientalis jenius ini bisa menjadi penasehat Belanda dan sangat berpengaruh di bumi Indonesia. Memori saya pun kembali pada teori Knowledge and Power. Hubungan antara pengetahuan dan kekuasaannya, Michael Foucault. *** (Bersambung)

M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Talif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember

Categories
Kolom Pengasuh

Hikmah Ramadhan 2024, Islam yang Diamalkan

Ra aitul al-islaama ‘amalan laa iimaanan fil gharbi. Wa raitul al-Islaama iimaanan laa ‘amalan fis syarq.

Saya melihat Islam yang diamalkan bukan Islam yang diimani di Barat.

Sementara, saya melihat Islam yang diimani dan bukan Islam yang diamalkan di Timur.

Demikian perkataan Muhammad Abduh ketika berkunjung ke Paris pada tahun 1884 M.

Muhammad Abduh takjub dengan amaliyah Islam di Paris (Eropa) yang tampak dalam berbagai sendi kehidupan.

Itulah yang saya rasakan ketika mendapat tugas berdakwah di Belanda mulai tangagl 12 hingga 26 Maret 2024.

Saya diundang Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Belanda untuk berdakwah keliling di sejumlah kota di Belanda dan juga Jerman, mulai Amsterdam, Den Haag, Wageningen, Leiden, Bremen dan Hamburg.

Keempat kota pertama adalah kota-kota di Negeri Belanda dan dua yang terakhir adalah dua kota di Jerman.

Sembari berdakwah selama lima belas hari di negeri kincir angin, secara kasat mata, saya melihat Islam yang diamalkan, bukan Islam yang diimani di sana.

Penduduknya non-muslim, namun amaliyahnya justru Islam.

Bagaimana itu bisa terjadi?

Setidaknya, ada sejumlah amaliyah Islam yang kita lihat dan rasakan ke Negara Kincir Angin tersebut, sebagaimana berikut:

Pertama, kota-kota di Belanda bersih.Ruas-ruas jalan yang rapi dan bersih kita lihat di hampir semua sudut jalan.Kita sulit mendapati sampah di jalanan, kafe, housing, airport, stasiun, dan sebagainya. Hadits an-nadlaftu minal iman (kebersihan sebagian dari iman) benar-benar mewujud dalam semua bidang kehidupan.

Kedua, Negeri Belanda sangat mempedulikan lingkungan. Udara yang segar benar-benar dijaga. Jalanan rapi, tertib dan bersih. Sebisa mungkin, orang menggunakan transportasi publik. Bahkan sepeda pancal adalah transportasi utama orang Belanda.

Dengan demikian, selain antimacet, juga tidak membuat polusi udara yang menyesakkan dada. Belanda melarang menggunakan aqua gelasan, namun menggunakan air isi ulang. Ini sejalan dengan pesan Alquran untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sebaliknya melarang berbuat kerusakan di muka bumi. (QS. Al-Araf: 85).

Ketiga, jalanan di Belanda nyaris tanpa macet. Kecuali Amsterdam kota besar di Belanda, semua jalanan berlangsung tertib. Semua juga tertib berlalu lintas.

Demikian juga, parkir mobil dan kendaraan teratur. Ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW: la dlarara wa la dlirara. Artinya: Tidak boleh ada madlarat pada diri sendiri dan juga pada orang lain.

Keempat, penegakan hukum di Belanda sangat memanusiakan manusia. Tak heran jika sejumlah penjara di Belanda, ada yang tutup.

Dengan kata lain, kejahatan tidak ada atau bahkan zero. Juga tidak ada korupsi. Penegakan hukum tidak serta merta langsung babibu hantam kromo, namun dicari dulu akar masalahnya. Sejauh bisa tidak dihukum, maka jangan dihukum.

Apalagi jika dihukum malah justru berdampak negatif dan semakin meluas kejahatannya di masa itu dan masa yang akan datang.

Ini selaras dengan maqasidus syariah yang berorientasi pada kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat (mashaalihul ‘ibaad fil ma’asyi wal ma’aad).

Kelima, pendidikan yang mencerahkan. Sejak kecil, anak-anak dididik dengan model critical thinking yang mencerahkan.

Mereka tidak dicekoki sederet hafalan apalagi pekerjaan rumah (PR) yang membosankan, namun mereka dicerahkan dengan cara berpikir kritis sejak sekolah dasar (basic school).

Demikian ini selaras dengan pesan Alquran, afala ya’qiluun (apakah kalian tidak berakal), afalaa yafatakkaruun (apakah kalian tidak berpikir) dan afala yatadabbarun (apakah kalian tidak berpikir).

Keenam, Belanda adalah welfare state (negara kesejahteraan). Oleh karenanya, di Belanda tidak ada orang kaya dan juga orang miskin. Orang kaya takut dengan pajak yang tinggi hingga 52 persen dari penghasilannya.

Orang miskin akan mendapat jaminan sosial dari selisih pajak orang kaya, meski ia tetap berkewajiban membayar pajak minimal 33 persen.

Negeri Belanda memang menggantungkan penghasilan dari pajak warganya.

Apa yang dilakukan di negeri Belanda sejalan dengan QS. Al-Hasyr ayat 7: kay la yakunan dulatan bainal aghniya minkum. Artinya, agar harta itu tidak berputar di antara orang kaya kalian.

Ada banyak hal amaliyah Islam lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu di negara bekas penjajah tersebut.

Semuanya juga menjadikan Negara Belanda sebagai 10 negara dengan tingkat kebahagian tertinggi dunia.

Seperti kata Muhammad Abduh, saya menduga, demikian ini karena Belanda mengamalkan ajaran Islam.

Momentum Ramadan 1445 H ini seyogyanya menjadi refleksi kritis atas keberislaman kita.

Benarkah kita sebagai muslim sudah mengamalkan ajaran Islam?

Berapa ayat Alquran yang sudah kita praktikkan dalam hari-hari kita?

Berapa hadits Nabi yang sudah juga kita praktikkan dalam hari-hari kita?

Ataukah justru kita semakin jauh dari amalan Islam?

Dalam Hikam, Ibnu Athailah al-Iskandari mengatakan ‘khairul ‘ilmi ma kaanat al khasyah ma’ahu’.

Sebaik-baik ilmu, adalah ilmu yang dibarengi al-khasyah (rasa takut pada Tuhan).

Tidak hanya itu, sebaik-baik ilmu, adalah juga ilmu yang diamalkan dalam berbagai aspek kehidupan.

Islam bukanlah ajaran teoritis yang melangit, namun Islam adalah agama yang harus membumi dalam praksis kehidupan.

Kekuatan Islam bukan kata-kata indah, namun praksis kehidupan yang dirasakan manfaatnya dalam berbagai sektor kehidupan.

Itulah makanya, para ulama yang mengamalkan ilmunya mendapat tempat terhormat dalam Islam, seperti doa-doa yang kita lantunkan dan selalu ditujukan pada mereka al-ulamaa al-‘aamilin’. Alfatihah.

(*)Prof. Dr. HM. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jatim. Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara.

Categories
Kolom Pengasuh

Beasiswa LPDP dan Bargaining Position Indonesia

Oleh: M. Noor Harisudin***

Hari itu (19/3/2024), saya bertemu teman-teman penerima beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) di Wageningen University and Research, kota Wageningen, Belanda. Ada 300 lebih awardee LPDP di kampus ini. Jumlah yang lumayan banyak. “Satu angkatan magister saja 130 orang, Prof”, kata Syahril Imron pada saya dalam perbincangan ringan di kampus siang itu.

Beasiswa LPDP sendiri merupakan beasiswa untuk warga Indonesia baik untuk kuliah S2 (magister) maupun S3 (doktor) di dalam maupun luar negeri. Beasiswa ini dikelola Kementerian Keuangan RI. Pada kementerian lain, kita mengenal Beasiswa Indonesia Bangkit yang juga disingkat BIB. Beasiswa ini dikeluarkan oleh Kemenag RI. Sementara itu, Kemendikbud RI juga mengeluarkan beasiswa yang disebut dengan Beasiswa Unggulan. Penerima beasiswa LPDP –dan juga yang  lain–harus memenuhi syarat tertentu misalnya maksimal 35 tahun.  

Beberapa tahun terakhir, problem beasiswa LPDP juga muncul. Misalnya awardee LPDP yang tidak mau kembali ke Indonesia dengan cara memperlama tinggal di negara penerima beasiswa. Demikian juga, problem klasik minimnya dana beasiswa mahasiswa sehingga menyebabkan mereka harus mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun demikian, beasiswa LPDP masih jauh lebih tinggi daripada yang lain.

Di Belanda, penerima beasiswa LPDP Kementrian Keuangan, Kemenag RI, Kemendikbud dan sebagainya menyebar ke berbagai kota pilihan. Misalnya Amsterdam, Leiden, Wageningen, Utrecth, Den Haag, Harlem, dan sebagainya. Jumlahnya mencapai ribuan dan lebih banyak dari jumlah penduduk yang lain.

Sore ini, saya memang berencana mengisi ceramah di Pengajian Wageningen. Pengajian ini diketuai seorang anak muda, Rio yang juga penerima beasiswa LPDP. Saya bersama Syahril Imron merapat ke kampus terbaik dunia bidang pertanian tersebut. Malam sebelumnya, saya juga menjadi imam sholat tarawih di salah satu housing mahasiswa.

Pengajian sore itu berlangsung gayeng. Acara pengajian dimulai jam 17.30 waktu Belanda. Sembari menunggu buka puasa  jam 19.00, saya menyampaikan urgensi Fikih Aqalliyat untuk mahasiswa yang tinggal di Belanda dan juga Eropa. “Hukum-hukum yang berkaitan dengan muslim di negara non-muslim”, saya kutip pernyataan Bin Bayah terkait definisi Fikih Aqalliyat.

Umat Muslim di Belanda dan Eropa cukup menggunakan Fikih Aqalliyat untuk beribadah sehari-hari. “Dalam Fikih Aqalliyat, karena kondisi darurat dan hajat, maka umat Islam mendapat rukhsah (dispensasi) dalam beragama. Misalnya bolehnya mengusap dua kaos kaki ketika berwudlu tanpa harus membuka dan membasuhnya yang disebut dengan mashul khuffain. Demikian juga kondisi sulitnya mensucikan Najis Mughaladlah boleh mensucikannya dengan sabun, tidak menggunakan campuran debu dan air dari tujuh kali basuhan karena sulitnya keadaaan”, demikian saya sampaikan dalam forum yang dihadiri ratusan mahasiswa tersebut.

Peserta acara ini rata-rata adalah awardee beasiswa LPDP. “Di sini, banyak yang mendapat beasiswa, Prof. Rata-rata beasiswa LPDP. Dari Sabang sampai Merauke “, kata Syahril Imron pada saya setelah selesai acara. Saya dengan Syahril Imron adalah satu almamater di Pondok Salafiyah Kajen Pati Jawa Tengah.   

Sistem penerimaan beasiswa LPDP di kampus Wageningen University berbeda dengan kampus lain. Pembayaran LPDP ditransfer ke kampus dan baru didistribusikan pada awardee LPDP. “Belanda sangat senang dengan beasiswa LPDP. Termasuk Wageningen University ini sangat peduli dengan LPDP karena dianggap menguntungkan Belanda”, kata Syahril Imron dalam perjalanan pulang ke housingnya malam itu.

Keberadaan LPDP, bagi Syahril Imron, sangat berarti bagi Belanda. Dan ini sesungguhnya dapat menjadi bargaining position Indonesia di mata Belanda. Karena Belanda tidak pernah bersalah meski 300 tahun menjajah Indonesia. Pelajaran untuk anak-anak Belanda sejak kecil juga tidak dianggap bermasalah bagi Belanda. Sehingga, Belanda merasa tidak perlu memberi privilege pada Indonesia. Belanda memperlakukan sama Indonesia dengan negara lain. Padahal, sesungguhnya bisa dilakukan Belanda untuk memberi kemudahan pada orang Indonesia sebagai bentuk balas jasa pada Indonesia yang dijajahnya.

Dalam konteks inilah, maka beasiswa LPDP dapat menjadi salah satu kekuatan Indonesia untuk melakukan tekanan pada pemerintah Belanda. Apalagi mereka sangat membutuhkan LPDP yang jumlahnya ribuan di negara kincir angin tersebut. Kita bisa membayangkan bagaimana jika Belanda tanpa mahasiswa beasiswa LPDP dari Indonesia. *** (Bersambung)     

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.

Categories
Kolom Pengasuh

Berkunjung Ke Rijk Museum Amsterdam

Oleh: M. Noor Harisudin

Menjelang pulang ke Indonesia, tepatnya Senin, 25 Maret 2024, saya diajak seorang teman Belanda yang juga aktivis pencak silat Tapak Suci. Namanya Isha Sward. Dia mengajak bertemu saya di Sentral Amsterdam. “Bapak harus ketemu saya, “ katanya pada saya dalam handphone. Isha Sward teman Abah Sukarno, dosen UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Akhirnya saya ketemu Mr Isha setelah berkeliling ke sana kemari. Mr. Isha juga muter berkeliling di sekitar sentral karena mobilnya tidak dapat berhenti. Saya bersama Habib, Pengurus Cabang Istimewa NU Belanda. Memang, hari itu, saya minta ditemani Habib untuk beli oleh-oleh Belanda. Ahmad Eidward Said, anak kecil saya di Jember berkali-kali telpon minta dibawakan oleh-oleh dari Belanda. Saya pun merogeh kocek uang euro untuk membeli beberapa kaos dan souvenir Belanda. Harganya memang lumayan murah.

Jadi, ketika bertemu Mr.  Isha, saya menenteng tas oleh-oleh. “Ayo kita kemana”, kata Isha. Saya dan Habib minta tolong diantar Isha ke housing. Isha pun membawa mobil mewahnya mengantar kita ke housing. Dan Isha menawarkan saya dan Habib untuk berkunjung ke Rijk Museum Amsterdam esok hari Selasa. Malamnya, Mr. Isha mengirim saya tiket Museum. Harganya 22,5 euro. Untuk dua orang, jadi bayar 45 euro. Super banget, piker saya.  

“Besok pagi jam 9, saya antar ke Rijk Museum Amsterdam. Tapi setelah itu, saya tinggal. Karena saya ada acara”, kata Mr. Isha dalam Bahasa Indonesia. Mr. Isha pandai Bahasa Indonesia karena ia lama tinggal di Indonesia. Mr. Isha juga belajar Tapak Suci di Indonesia. Di Belanda, Mr. Isha sudah jadi Master Tapak Suci di Belanda.

“Jangan lupa, kalau sudah keliling Rijk Museum, agar keliling naik kapal di kanal”, kata Isha pada saya dan Habib. Naik kapal di kanal depan Rijk Museum memang indah dan mengasyikkan.

Selasa, 26 Maret 2024, tepatnya  Jam 9.30, saya dan Habib masuk Rijk Museum. Mr Isha yang mengantar kami ke Rijk Museum menggunakan mobil mewahnya jam 09.00 pagi on time. Begitulah orang Belanda, selalu on time. Tradisi yang harus kita tiru.

Sampai di museum, saya benar-benar kaget. Antrean museum begitu banyak. Padahal, Museum baru buka. Ketika saya pulang, jumlah yang masuk juga bertambah banyak. Ratusan orang antrian di luar. Petugas museum menjaga antrian Panjang agar para pengunjung masuk dengan tertib.

Saya dan Habib masuk ke museum jam 9.45 pagi. Terlihat bangunan museum yang tinggi, mewah dan megah. Tingginya mencapai 15 meteran. Tembok kanan kiri juga indah dilihat. Para penjaga di dalam museum juga terlihat full menjaga Rijk Museum. Ada lift di setiap lantai, selain disediakan juga tangga manual yang cukup melelahkan bagi kita yang tidak terbiasa berjalan kaki.   

Di dalam museum, para pengujung juga membludak. Orang dewasa dan anak muda. Bahkan anak kecil juga masuk ke dalam museum. Anak-anak basic school bersama guru dan juga guide nya. Jika kita memesan guide di Rijk Museum, maka kita harus membayar 7,5 euro.

Rijk Museum terdiri empat lantai yang dimulai dari angka nol. Masing-masing lantai menunjukkan tahun peradaban Belanda. Apa saja diperoleh informasinya di sini. Misalnya lantai 3 memuat peradaban Belanda 1900-1950 M dan 1950-2000 M. Di sini, segala bentuk peradaban abad ke – 20 dan 21 ada di sini.

Jika masuk ke lantai 2, kita juga akan bertemu dengan peradaban Belanda pada 1600-1650 M dan 1650-1700 M. Di sini, banyak lukisan yang menggambarkan peradaban pada saat itu. Di samping produk peradaban saat itu.

Masuk ke lantai 1, kita akan bertemu peradaban Belanda periode 1700 M-1800 Mdan 1800 M-1900 M. Pernik-pernik peradaban saat itu terlihat di sepajang ruang lantai 1. Semua pengunjung asyik membawa imaginasi-nya ke abad masa lampau. Museum di Belanda benar-benar tempat rekreasi yang mengasyikkan dan tidak membosankan.  

Menuju ke lantai 0 yang paling bawah, kita akan bertemu peradaban Belanda  periode 1100 M- 1600 M. Di lantai 0 ini, selain periode awal Belanda, kita juga akan menjumpai special collections.

Rijk Museum dilengkapi dengan WIFI, restoran dan café yang membuat pengunjung semakin nyaman. Ada juga perpustakaan yang hanya bisa diakses sedikit orang. Selain itu, ada juga tempat pembelian souvenir dan juga buku-buku terutama yang berkaitan dengan Rijk Museum. Ada juga buku-buku berisi lukisan para pelukis ternama di Belanda dan juga dunia. Seperti halnya negara eropa yang lain, dalam museum kita juga melihat lukisan vulgar gambar orang yang bertelanjang.

Jam 12.00 siang, saya dan Habib lalu keluar museum. Berkunjung ke Rijk Museum Amsterdam serasa berkunjung ke peradaban Belanda 900 an tahun lamanya (1100-2000 M). Museum ini seolah ingin menunjukkan, bahwa ‘kami orang-orang berperadaban tinggi dunia. Anda bisa melihat wajah bangsa kami melalui museum ini’. Kira-kira, ini yang tergambar dalam pikiran saya dua jam berkeliling museum yang keren ini.  

Di belakang Rijk Museum, ada kebun indah yang bisa dinikmati semua orang. Saya benar-benar menikmati akhir di Belanda dengan bersantai ria di kebun Rijk Museum sembari melihat bunga tulip dan Sakura yang mulai bermekaran indah. ***

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember

Categories
Kolom Pengasuh

Negeri Rawan Banjir Yang ‘Tak Pernah’ Banjir

Oleh: M. Noor Harisudin

“Belanda dikenal sebagai negara rawan banjir”, kata Syahril Imron, mahasiswa Wageningen University and Research, Belanda pada saya suatu ketika dalam perjalanan mengelilingi kampus terbaik dunia bidang pertanian tersebut.

Mengapa? Saya mengejar penjelasan Syaril Imron. Karena, lanjut Syahril Imron, Belanda adalah negeri yang sepertiga wilayahnya di bawah permukaan laut dan dua pertiganya rentan banjir. Jika satu kota banjir, maka bisa dipastikan kota-kota yang lain akan banjir. Tentu ini lebih riskan daripada Indonesia yang beberapa kota bisa saja banjir, namun tidak dengan kota-kota lainnya.

Ketika saya di Belanda dalam acara safari dakwah Ramadlan 1445 H pada 12-26 Maret 2024, beberapa kota di Indonesia sedang dilanda banjir seperti Demak, Kudus dan Pati. Rumah-rumah terendam karena banjir mencapai satu hingga satu setengah meter lebih. Saya ikut check keadaan keluarga saya di Demak Jawa Tengah yang juga terkena banjir. Masyaallah. Banjir meluber bukan hanya di kota, namun juga ke desa-desa. Tahun 1993 yang silam, Demak pernah banjir. Tapi tidak separah tahun 2024 ini.  

Ini tentu tidak terjadi di Belanda. Karena Belanda telah membangun proyek Delta Works, rantai besar struktur penahan banjir Sungai Rhine.  Proyek Delta Works terdiri dari 13 bendungan, termasuk penghalang, pintu air, pengunci, dan tanggul untuk melindungi daerah di dalam dan sekitar delta sungai Rhine, Meuse, serta Scheldt dari banjir Laut Utara. Proyek yang dikerjakan Dinas Perairan dan Pekerjaan Umum ini akhirnya selesai pada 1997 dengan biaya 5 miliar dollar AS.

Selain melindungi dari banjir, Delta Works juga berfungsi menyediakan air minum segar dan irigasi. Dan yang keren, risiko banjir negeri ini berkurang menjadi satu dalam 4.000 tahun.

Sebelum memiliki Delta Works, Belanda mengatasi banjir dengan aliran air kincir angin yang menjadi ikon negara tersebut. Kincir angin memompa air dari rawa dan menciptakan petak lahan kering (polder). Ada sekitar 3 ribu polder yang dikelilingi tanggul saat itu. Pada tahun 1953, datang banjir besar akibat terjangan Laut Utara yang menerobos dinding penahan banjir. Akibatnya, 8.361 korban jiwa dan menggenangi 9 persen lahan pertanian di Belanda. Belajar dari ini, Belanda lalu membangun Delta Works. Delta Works ini masuk dalam tujuh keajaiban dunia versi American Society of Civil Engineers.

Tentu penjelasan saya tentang Delta Works hanya garis besarnya saja. Sesungguhnya Delta Works lebih rumit dan lebih detail. Dan satu hal, pembangunannya tidak satu dua tiga kali, melainkan berkali-kali selama berpuluh tahun dengan biaya yang tidak murah. Artinya, Belanda mengeluarkan investasi besar untuk proyek Delta Works yang hasilnya bisa dirasakan seluruh warga Belanda.     

Delta Works pun kini memiliki banyak kegunaan. Misalnya Delta Works memberikan pengairan pada seluruh pertanian di negeri Belanda. Nyaris, tidak ada lahan pertanian yang kekurangan air. Pertanian menjadi simbol kemakmuran di Belanda. “Ini rumah pada petani bagus-bagus, Prof”, kata Parjo ketika dalam perjalanan Masjid al-Ikhlas Amsterdam menuju ke tempat tinggal kami di Amsterdam. Petani di Belanda merasakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Bukan hanya pertanian, kanal-kanal di Belanda juga mendapat suplai air yang memadai. Jika air surut, maka Delta Works menambahkan air. Sebaliknya, jika air terlalu banyak, maka Delwa Works mengambil air agar genangan air di kanal menjadi normal. Itulah makanya kanal-kanal di Belanda terlihat indah dan bersih. Kanal ini juga ‘menjadi hidup’ karena dilewati perahu, kapal dan speed boot yang lalu lalang menjadi destinasi wisata kanal yang menawan di negeri kincir angin tersebut.

Bahkan, sebagian kanal diisi rumah-rumah penduduk. “Di Amsterdam, prof bisa lihat kapal yang di pinggir kanal, itu rumah penduduk”, kata Kiai Nur Ahmad, Ketua PCI NU Belanda, dalam perjalanan keliling kota Leiden saat itu. Mereka, lanjut Kiai Nur Ahmad, ijin pada pemerintah untuk bisa menempati rumah tersebut. Rumah ini layaknya rumah di daratan yang dilengkapi berbagai alat-alat rumah tangga. Bedanya, rumah ini berada di pinggi kanal-kanal Belanda.    

Dus, air minum penduduk juga berasal dari Delta Works. Kita mendapatkan minum air segar di seluruh kota di Belanda tanpa harus membeli. Beli air botolan justru sulit di negeri ini. Sebaliknya, minuman segar gratis kita dapatkan dimana-mana. Di semua kota yang dikunjungi, saya minum dari kran hotel atau rumah-rumah warga Belanda. Airnya pun segar, bersih dan jernih. Mak nyus.

Lebih dari itu, kesadaran untuk bersama-sama membangun sistem air yang nyaman untuk warga Belanda benar-benar. Selain infrastruktur yang memadai, kesadaran ini menjadi penting dalam mewujudkan negeri Belanda yang tidak banjir. Misalnya dengan kesadaran tidak membuang sampah di kanal-kanal Belanda. Tanpa kesadaran ini, saya kira, jauh sekali kiranya mewujudkan negeri kincir angin tersebut menjadi ramah lingkungan dan tidak banjir. Wallahu’alam***     

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.                    

Categories
Kolom Pengasuh

Suara Schura Bremen Untuk Pemakaman Muslim

Oleh: M Noor Harisudin

Jum’at 22 Maret 2023 jam 10.00 pagi, saya berangkat dari Amsterdam ke Bremen Jerman. Saya mendapat dua tugas dari KH. Hasyim Subadi yang juga Rois Syuriyah PCI NU Belanda: pengajian di KMI Bremen dan juga Konsulat Jenderal RI Hamburg Jerman.

Dari Amsterdam, saya ditemani Habib, seorang pengurus PCI NU Belanda. Namun, entah mengapa jadwal bis hari itu molor satu jam. Jam 11.00 waktu Belanda, bis baru berangkat. Saya sampai ke Bremen jam 16.00 sore. Gery Vidjaja, yang juga Ketua Keluarga Muslim Indonesia Bremen –KMI Bremen–yang sedianya menjemput saya. Hanya saja, karena ada kegiatan, Fadlan, putra Gery yang menjemput saya.

Saya dijemput di terminal Bremen. Fadlan langsung mengajak saya ke mobil menuju tempat kegiatan sore itu. Sayapun tiba di Musholla ar-Raudhah. Musholla milik Gery dan digunakan sebagai pusat kegiatan muslim Bremen. Tak lama kemudian, Gery Vidjaja datang. Ia memperkenalkan dirinya pada saya. “Saya dulu yang membawa ke sini BJ Habibie. Saya dan 100 orang Indonesia ke sini membuat pesawat disini. Dulu eks IPTN Indonesia”, Gery Vidjaja mengenalkan diri.

Sedikit demi sedikit orang berdatangan di Musholla berkururan 8×8 meter tersebut. Tak lama kemudian, terkumpul kurang lebih 50 orang jamaah Keluarga Muslim Indonesia Bremen.

Setelah dimulai yasin dan tahlil jam 17.30, saya mulai berceramah tentang pentingnya meningkatkan kualitas muslim Eropa. Muslim Eropa mesti meningkatkan kualitasnya dengan tiga hal pokok, yaitu Knowing, Doing dan Being.

Pada level awal, seorang harus mengetahui Islam (knowing). Amal seorang muslim yang tanpa Islamic knowledge akan ditolak oleh Allah Swt. Tentang sholat, bersuci, puasa, haji, zakat, jual beli, munakahat, dan sebagainya harus dimulai dengan knowing.  

Level selanjutnya (kedua) adalah doing. Bahwa apa yang diterima tentang Islam harus ditindaklanjuti dengan perbuatan. Tak ada gunanya ilmu jika tidak diamalkan dalam kehidupan. Para ulama yang hebat-hebat, karena ilmu yang diamalkan. Mereka disebut al-ulama al-amilin. Ulama yang mengamalkan ilmu.

Ketiga, level menjadi (being). Ilmu yang diamalkan berulang-ulang akan menjadikan ilmu tersebut mandarah daging dalam diri seseorang. Dia disebut ahli shodaqah karena berulang-ulang memberikan shodaqah. Dia disebut ahli ibadah karena berulang-ulang melaksanakan ibadah. Dia disebut ahli puasa karena melakukan puasa. Demikian seterusnya.

Setelah ceramah, cara berbuka puasa bersama para jamaah yang berdatangan dari berbagai tempat. Saya menemukan orang Indonesia, Belanda, Turki, dan sebagainya datang ramai-ramai untuk berbuka puasa disini. Ada berbagai makanan Indonesia seperti bakwan, pisang goreng, dan sebagainya. Juga ada bakso khas Bremen yang dibawa ibu-ibu pengajian. Malam harinya, dilanjut dengan sholat tarawih bersama para jama’ah.

Esok paginya, saya diajak Gery Vidjaja untuk jalan-jalan ke alun-alun Bremen. “Di sini ada makam seorang muslim. Namanya Muhammad. Ayo kita lihat”, kata Gery pada saya. Tak lama, kami masuk di pemakaman Bremen. Ternyata, nisan Muhammad tidak ada di sana. Kami keliling ke semua sudut pemakaman, ternyata tidak ketemu. Makam Muhammad berdiri bersama makam warga Bremen yang non-muslim. Sama dengan Belanda, pemakaman di Jerman didesign indah dengan taman-taman dan pohon-pohon rindangnya.  

Gery lalu menceritakan tentang Schura Bremen, nama organisasi kumpulan komunitas muslim di Bremen. “Schura Bremen berisi beberapa organisasi muslim di Bremen: Indonesia, Maroko, Turki, dan sebagainya. Schura Bremen mengusulkan agar ada pemakaman khusus muslim. Demikian juga, Schura Bremen mengusulkan agar di beberapa tempat publik, ada mushollanya. Alhamdulillah, suara kami didengar dan Bandara Bremen memiliki musholla. Demikian juga, di Bremen ada pemakaman muslim”, ujar Gery yang asal Surabaya Jawa Timur.

Musholla ini sangat penting. Karena, berlakunya rukhsah untuk muslim di negara Eropa karena tiadanya tempat sholat di tempat-tempat publik. Rukhsah dalam bentuk sholat jama’ qashar dan wudlu menggunakan mashul khuffain (mengusap dua kaos kaki). Demikian juga, tentang adanya pemakaman muslim. Muslim Eropa yang meninggal hukumnya boleh dikubur bersama makam non-muslim karena tiadanya pemakaman muslim. Ini namanya ‘Fikih Aqalliyat’. Dengan adanya pemakaman muslim ini, maka hukum pemakaman bersama non muslim dalam Fikih Aqalliyat bisa berubah.

Setelah naik bis, saya dan Gery sampai di alun-alun Bremen. Ada gereja St. Petri-Dom yang telah berdiri pada tahun 789 Masehi. Ada restoran yang berdiri sejak 1405 M. Demikian juga, banyak bangunan kuno yang masih mewah berdiri mentereng di sekitar alun-alun ini.

“Di sini orang bebas demonstrasi. Yang penting tidak ada kekerasan.”, kata Gery pada saya. Apa yang dikatakan Gery benar. Hari itu, saya melihat lima orang berdemonstrasi mendukung Israel di depan gereja. Sementara, di samping gereja, ada belasan orang membawa bendera Palestina mendukung Palestina. ***(Bersambung)     

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.           

Categories
Kolom Pengasuh

Legenda Universitas Leiden

Oleh: M. Noor Harisudin

Setelah dari Waginengin, saya ditemani Syahril Imron bergeser ke Kota Leiden. Perjalanan dari Waginengin ke Leiden kurang lebih tiga jam naik kereta api dan bis. Di sini, Kiai Nur Ahmad, Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Belanda tinggal. Kiai Nur Ahmad adalah mahasiswa Ph.D Universitas Leiden. Ia bersama istri dan dua putranya. Satunya baru tujuh bulan, satunya baru kelas 1 basic school di Leiden. Ithaf nama putra pertama Kiai Nur Ahmad. Nama putra keduanya Mishka Sirri Ahmad.

Hari Rabu (20 Maret 2024), saya dan Hengki berkeliling kota Leiden. Hengki adalah Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr PCI NU Belanda. Betapa senang saya. Sudah sejak lama, saya hanya mendengar legenda Universitas Leiden. Kini, saya berkeliling ke kota Leiden dan bahkan berkeliling ke Universitas Leiden yang melegenda, meski hanya dua hari di sini.

Universitas Leiden didirikan tahun 1575 oleh Pangeran Willem van Oranje. Universitas ini adalah universitas tertua di Belanda. Banyak tokoh Indonesia yang mengenyam pendidikan di Universitas Leiden. “Kampus di sini terpencar dan berdempetan dengan rumah penduduk, Prof”, kata Hengki yang alumni S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Memang, kompleks Universitas Leiden berpencar.

Kampus Leiden antar fakultasnya terpisah satu dengan lainnya. Dan itu disekat dengan rumah penduduk dan sungai yang bersih nan indah.  Namun, demikian ini tidak membuat Universitas Leiden tidak mentereng. Beberapa bangunan yang bertuliskan Universitas Leiden, itulah yang punya kampus. Sementara bangunan yang tidak ada tulisan, maka ya milik orang kampung. Selain di kota Leiden, Universitas Leiden juga berada di kota Den Haag.

Universitas Leiden masyhur dengan perpustakaan yang nyaman dan modern. Dus, perpustakaan Leiden terkenal paling lengkap koleksi manuskrip dan arsipnya di dunia. Mahasiswa, akademisi, peneliti, sejarawan dan budayawan dari berbagai negara silih berganti ke perpustakaan ini. Tentu kondisinya berbeda dengan perpustakaan Indonesia.

Dengan menggunakan sepeda pancal, siang itu saya bersama Hengki menuju Perpustakaan Leiden. Disini, banyak manusrkrip karya para ulama Indonesia. Demikian juga arsip-arsip kenegaraan Indonesia, semua ada disini. Semua dapat diakses baik oleh mahasiswa atau non-mahasiswa. Untuk yang non-mahasiswa, mereka harus memiliki library card dulu dengan membayar 40 euro per tahun atau 680 ribu rupiah. Dengan memiliki library card, maka semua akses dibuka layaknya mahasiswa Leiden.

Artinya, dengan memiliki library card, kita bisa membawa buku-buku ke housing kita. Kita juga bisa masuk berjam-jam di perpustakaan yang melegenda tersebut. “Biasanya saya malam, Prof. Karena sepi dan bisa sampai jam setengah 12 malam”, kata mas Hengki pada saya. Perpustakaan Leiden buka jam 09.00 pagi hingga jam 11.30 malam. Perpustakaan ini selalu ramai. Perpustakaan ini cukup menggunakan digital. Kita tinggal memesan buku, manuskrip atau arsip yang kita. Nanti kita ambil di rak. Dan jika mengembalikan, kita menggunakan mesin pengembalian buku. 

Sebagian buku sudah tertera dalam kotalog computer. Cara mencari buku, kita tinggal memesan buku yang hendak dilihat, kemudian paling cepat satu ham buku tersebut sudah ada. Buka diambil sendiri dalam loker. Komputer memberi tahun berapa buku yang sedang kita pesan. Untuk membuka loker, kita harus menggunakan anggota. Bagi yang berlama-lama di perpustakaan, disediakan loker. 

Sayangnya, ketika saya dan Hengki ke sana, perpustakaan Leiden tutup untuk umum. Karena sedang ada exam mahasiswa. Perpustakaan hanya digunakan untuk para mahasiswa Leiden yang sedang fokus dengan ujian mereka. Saya hanya bisa melihat dan mengamati dari luar.

Di sekitar Universitas Leiden, kita akan menemukan rumah Snouk Hourgronye. Rumahnya ada di pinggir sungai. Terlihat, rumah yang masih terawat dengan baik. Snouk Hourgronye dikenal sebagai seorang orientalis yang pertama kali mencetuskan hukum adat. Snouk Hourgronye dianggap sebagai pemecah belas umat Islam dan menjadi mualaf di Mekah. Kuburan Snouk Hourgronye juga ada di kota Leiden. Konsep kuburan di Leiden tidak sama dengan Indonesia. Di sini, pemakanan dibuat indah dan asri dengan berbagai pohon yang rindang serta taman-taman yang indah. Beruntung sekali saya bersama Kiai Nur Ahmad yang menunjukkan pada saya makam Snouk Hourgronye.    

Di Universitas Leiden, kita juga akan menemukan patung mahasiswa pertama Indonesia di Belanda. Namanya Husein Jayanegara. Patungnya spesial karena berdiri dengan sejumlah guru besar dan akademisi kenamaan di Universitas Leiden.   *(Bersambung) 

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.

Categories
Kolom Pengasuh

Bersepeda Di Negeri Pemuja Sepeda

Oleh: M. Noor Harisudin

Setelah Amsterdam dan Den Haag, saya tiba di kota tempat safari dakwah selanjutnya, yaitu Waginengin (18/3/2024). Kota kecil yang indah dan penuh pesona di negeri Belanda. Kota ini dikenal dengan Wagenengin University and Research, kampus terbaik dunia bidang pertanian. Di sini, riset-riset bidang pertanian dunia dilakukan. Beberapa perusahaan dunia juga menempatkan kantor risetnya di kampus ini.  

Hari Selasa (19/3/2024), saya diajak Syahril Imron, mahasiswa Masgiter Universitas Waginengin,  berkeliling kota Wageningin. Dan yang seru, kami menggunakan sepeda. Syahril Imron meminjami sepedanya pada saya. Sementara, Syahril Imron sendiri menggunakan sepeda punya teman. Jangan membayangkan sepedanya seperti di Indonesia. Sepeda bermerk polygon, dan lain sebagainya. Sepeda disini asal sepeda.

Berdasarkan data Dutch Cycling Vision (2018), negara Belanda memiliki dua puluh dua juta jumlah sepeda. Ini berarti lebih banyak dari total populasi penduduknya yang berjumlah kurang lebih tujuh belas juta (2018). Negara Belanda sendiri memiliki luas wilayah 41.543 km2 atau sekitar tujuh kali luas pulau Bali. Menurut data dari laman Dutch Review, Belanda memiliki 32.000 km jalur sepeda. Tidak hanya itu, secara keseluruhan, Belanda memiliki parkir sepeda terluas dunia.   

Sepeda adalah transportasi utama warga Belanda. Selain menyehatkan, sepeda juga ekonomis dan tentu saja lebih ramah lingkungan. Di student housing Imron, ada banyak sepeda yang diparkir disini. Di Belanda, jika bersepeda, kita harus menggunakan lajur kanan, berbeda dengan Indonesia yang menggunakan lajur kiri. Karena itu, untuk bersepeda di Wagenengin, saya harus menyesuaikan jalanan di Belanda.  

Pagi jam 10.00, saya dan Imron mulai keliling. “Jalan warna merah ini untuk sepeda, Prof”, kata Imron pada saya. Sepanjang jalan, kita bisa melihat jalan-jalan Waginengin yang dipenuhi para pesepeda. Saya juga melihat lalu lalang orang pakai sepeda. Jumlah orang yang menggunakan mobil dan sepeda motor bisa dihitung jari terpaut jauh dengan jumlah yang menggunakan sepeda.

“Kalau mau belok kiri, pakai tanda tangan kiri Prof”, tukas Imron pada saya. Kami lalu melanjutkan ke berbagai sudut kota Waginengin.

Jalanan tampak rapi dan indah. Sepanjang jalan, kami juga lewat jalan yang berwarna merah khusus untuk sepeda. Meski tidak ramai seperti Amsterdam, kota ini termasuk jujugan banyak mahasiswa Indonesia khususnya mereka yang belajar ilmu pertanian. Ada sekitar tiga ratusan lebih mahasiswa yang kuliah di Universitas Waginengin, mulai bachelor, magister hingga doktor.

Kami mampir di beberapa spot kota Waginengin misalnya di gereja Waginengin, bar-bar, cafe dan tempat  eksotik lain yang menawan. Demikian juga, sungai panjang yang kami lalui, membuat saya berdecak kagum. Saya sampai di persawahan desa Waginengin yang indah dan sejuk.  Domba-domba dipinggir jalan sepanjang desa menunjukkan animal welfare (kesejahteraan hewan) sangat diperhatikan oleh pemerintah Belanda.

Bersepeda merupakan keseharian orang Belanda, Anehnya, orang Belanda yang sudan lanjut usia yang misalnya berumur enam puluh bahkan tujuh puluh pun masih juga bersepeda. Mereka seperti tak mau kalah dengan yang muda. Orang kaya dan orang miskin juga bersepeda. Orang Belanda tidak membeda-bedakan kelas ekonomi dalam semua hal, termasuk bersepeda. Semua enjoyable dengan sepeda masing-masing. Ketika saya tanya berapa harga sepeda, mas Syahri Imron menjawab “ Paling murah, 70 euro atau sekitar 1,2 juta rupiah”, katanya. Toko-toko yang menjual sepeda juga mudah didapati di Belanda.   

Di negeri Belanda, sepeda juga boleh dibawa ke kereta api. Hanya, kalau membawa sepeda harus menambah biaya. Meski membayar, mereka tetap menggunakan sepeda sebagai sarana transportasinya. Karena bersepeda dianggap lebih praktis dan ekonomi alias cepat sampai ke tujuan. “Kalau dari housing saya ke Masjid Al Ikhlas Amsterdam menggunakan sepeda 20 menit, menggunakan mobil atau transportasi publik bisa lebih lama”, kata Habibus Salam, warga Indonesia yang tinggal di Amsterdam.

Malam hari (19/3/2024), ketika mengisi ceramah di Universitas Waginengin, saya bersama Syahril Imron juga juga menggunakan sepeda. Dari Housing Imron ke kampus Wagenengin, jika kita berjalan kaki harus menempuh waktu 15 menit, sementara jika menggunakan sepeda, hanya membutuhkan waktu 3 menit.  

Tentang sepeda, Indonesia harus banyak belajar pada Belanda. Para pesepada yang dimanjakan dengan jalan yang available adalah tugas negara yang memfasilitasinya. Sebetulnya, demikian ini tidak sulit. Hanya, maukah negara kita? ***(Bersambung)

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.                    

Categories
Kolom Pengasuh

Tantangan Islam Di Belanda: Dari Legalisasi Ganja Hingga Pernikahan LGBT

Oleh: M. Noor Harisudin

Ketika perjalanan ke Belanda, saya sempat ditanya penumpang Kereta Api Pandalungan Jember-Jakarta. “Mas, untuk apa ke Belanda? Kulakan Ganja ?”. Katanya sedikit bergurau pada saya. Saya jawab sambil gurau juga: ya. Saya pikir, tidak perlu serius menjawabnya. Penumpang kereta sebelah saya kebetulan adalah seorang pengusaha ekspor ke luar negeri.

Begitu sampai Belanda karena undangan dakwah Ramadlan oleh Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Belanda 10-26 Maret 2024, saya memang menjumpai hal unik di negeri kincir angin ini. Ganja sini dibolehkan. Dengan kata lain, jual beli ganja halal dan legal. Catatannya, hanya ganja. Kalau narkotika, narkoba, dan yang sejenis —sama dengan di Indonesia, hukumnya illegal. Hanya saja, kalau ganja, boleh dan legal. Itulah mengapa di beberapa tempat tercium rasa ganja. Bahkan di beberapa tempat, misalnya Central Station Amsterdam, kita juga bisa menjumpai museum ganja.

Dus, minuman wiski dan minuman keras yang lain juga dilegalkan di negeri ini. Orang boleh minum wiski, arak dan yang sejenis baik di rumah atau bar-bar berisi minuman keras. Karena bagi mereka, minuman wiski adalah bagian dari privasi manusia. Bar-bar minuman wiski banyak kita jumpai di Belanda. Hanya saja, minuman wiski dilarang ketika orang sedang melakukan pekerjaan apakah di perusahaan, kantor dan atau lain sebagainya. Pertimbangannya, adalah efektivitas ketika bekerja.   

Selain ganja dan minuman keras, Belanda juga dikenal sebagai negara yang membolehkan prostitusi. Kalau kita jalan-jalan, utamanya malam hari, kita akan mendapati aquarium berisi perempuan nonik-nonik Belanda yang cantik dan menjadi pekerja seks komersil. Prostitusi di Belanda termasuk yang terbesar di dunia.  Di Amsterdam, nuansa prostitusi berkelas dunia bisa didapati di Red Light District. Kawasan prostitusi lain adalah De Wallen, kawasan di sebuah kota tua Amsterdam dengan lokasi prostitusi terbesar dan tertua di dunia, Di Belanda, prostitusi sudah legal sejak tahun 1811. 

Prostitusi memang dilegalkan di negeri ini. Hanya saja, prostitusi dikawal ketat keamanannya sehingga minim terjadi kriminalitas. Jika ada ‘pelanggan yang macam-macam’, mereka langsung ditangkap polisi. Demikian juga, mereka diberi perlindungan kesehatan yang memadai. Posisi pekerja seks ini legal di bawah  pemerintah Amsterdam. Mereka membayar pajak, sehingga privasi pekerja seks tetap terjaga dengan baik.

Pornografi adalah hal lain yang dilegalkan di negeri kincir angin. Kalau kita jalan-jalan ke Central Stasiun Amsterdam, kita akan menjumpai gambar-gambar vulgar laki dan perempuan telanjang. Tertulis disana museum sex dan pornografi. Beberapa museum berjejer dengan rapi di tempat ini. Ini karena Belanda melegalkan pornografi.  

Tidak hanya pornografi. Belanda juga melegalkan aborsi (pengguguran anak). Artinya, negeri ini membolehkan aborsi dilakukan secara resmi oleh warganya. Tidak perlu sembunyi-sembunyi seperti Indonesia, aktivitas aborsi legal dan diperbolehkan di negeri kincir angin tersebut. 

Dan satu hal yang paling kontroversi. Belanda juga melegalisasi pernikahan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). “Di sini, teman saya ada yang nikah sesama laki-lakinya, prof. Itu terjadi saat ospek di kampus”, kata seorang mahasiswa di Waginengin University, Belanda. Belanda dikenal sebagai negara pertama yang melegalkan pernikahan sejenis di dunia. Jika Anda menjumpai logo pelangi, maka itu adalah petanda mereka yang pro LGBT. Di koridor student housing, meski tidak semua, mereka bebas melakukan ‘hubungan’ suka sama suka diantara mereka.

Sebagai muslim, tentu ini tantangan baru. Muslim di negeri Belanda pasti akan menjumpai hal-hal demikian ini. Bagaimana sikap seorang muslim? Minimal, seorang muslim harus ingkar dengan qalbu mereka sebagai bentuk tindakan amar ma’ruf nahi mungkar. Sembari ajak-ajak melakukan kebaikan dengan dakwah Islam juga dapat terus dilakukan agar orang menjauhi hal-hal dilarang agama ini dalam kehidupan mereka.  *** (Bersambung)

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.                    

Categories
Kolom Pengasuh

Memotret Pendidikan Di Negeri Belanda

Oleh: M. Noor Harisudin

Sembari berdakwah lima belas hari di negeri kincir angin, saya juga takjub dengan model Pendidikan di Belanda. Pendidikan di Belanda termasuk maju. Menurut World Economic Forum, Belanda disebut sebagai negara terdidik ketiga di dunia.  Untuk mengurus Pendidikan, Belanda memiliki kementerian Ministerie van Onderwijs, Cultuur en Wetenschappen; OCW. Selain membidangi pendidikan, kementerian ini juga membidangi  kebudayaan, ilmu pengetahuan, penelitian, kesetaraan gender dan juga komunikasi.

Sistem pendidikan di Belanda sangat berbeda dengan sistem pendidikan yang dikenal di Asia, Amerika, bahkan di sebagian besar wilayah Eropa. Di Eropa sendiri, sistem pendidikan ala Belanda hanya dikenal oleh beberapa negara, antara lain Jerman dan Swedia. Salah satu perbedaan sistem pendidikan di Belanda adalah penjurusan yang sudah dimulai sejak pendidikandi tingkat dasar. Penjurusan ini tentu saja mempertimbangkan minat dan kemampuan akademis dari siswa.

Secara umum, sistem penjurusan di Belanda dapat dikategorikan sebagai berikut:

Pertama, pendidikan tingkat dasar dan lanjutan (primary en secondary education). Kedua, pendidikan tingkat menengah kejuruan (senior secondary vocational education and training) Ketiga, pendidikan tingkat tinggi (higher education).

Sebelum kuliah di perguruan tinggi, terdapat beberapa jenis kelas yang dapat diambil siswa Belanda. Misalnya siswa dapat mengambil HAVO (pendidikan menengah umum senior) atau VWO (pendidikan pra-universitas) sebelum mereka melanjutkan ke perguruan tinggi. Atau juga mereka juga dapat mengambil VMBO (pendidikan kejuruan menengah persiapan) jika dia tidakingin langsung masuk perguruan tinggi. Dengan sistem ini, siswa dapat bekerja dengan program yang akan mengakomodasi kebutuhan mereka.

Sementara itu, hari sekolah di sekolah dasar Belanda biasanya berlangsung muai jam 8.30 pagi hingga jam 15.00 sore pada hari kerja. Namun, siswa pulang untuk makan siang daripada makan di kafetaria sekolah. Bagi Warga Negara Indonesia yang ingin langsung anaknya diterima di Indonesia ketika kembali, mereka tidak mencukupkan  sekolah di Belanda, mereka masih mensekolahkan anaknya lagi di KBRI Den Haag secara online. Jadi ketika kembali ke tanah air, mereka langsung dapat menggunakan ijasahnya ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.  

Namanya Sekolah Indonesia Den Haag yang disingkat SIDH. Sekolah SIDH diselenggarakan baik offline maupun online mulai tingkat SD sampai SMA. Menurut dokter Ikhwan, seorang mahasiswa Ph.D kedokteran di Amsterdam, ia menyekolahkan buah hatinya di SIDH agar setelah kembaki ke Indonesia tidak perlu melakukan penyesuaian jenjang pendidikan. SIDH memiliki kurikulum yang sama dengan di Indonesia.  

Apa yang membedakan sekolah Belanda dengan Indonesia? Sekolah di Belanda memberikan pekerjaan rumah (PR) dengan jumlah sedikit bagi anak-anak. Bagi Belanda, bermain dan olahraga sangat penting untuk pertumbuhan dan kinerja anak-anak di sekolah. Oleh karena itu, pelajar Belanda di bawah usia 10 tahun menerima sangat sedikit pekerjaan rumah –untuk dibilang tidak ada. Orang tua siswa merasa senang karena pekerjaan rumah tidak dibawa ke rumah masing-masing. Tentu ini berbeda dengan Pendidikan di Indonesia yang senang memberi PR pada siswa.

Mereka juga diajari critical thinking sejak kecil. Dengan critical thinking, mereka terbiasa memiliki pendapat sendiri. Mereka juga biasa berpendapat berbeda dengan orang lain. Bukan orang Belanda, kalau dia tidak memiliki pendapat. Kalau Indonesia hanya menghafal Pelajaran saja sehingga siswa tidak kritis dan cenderung tidak punya pendapat. Hal yang mestinya diubah untuk Pendidikan Indonesia di masa-masa yang akan datang. Apalagi di era 4.0 seperti sekarang. Seorang mahasiswa S3 Kedokteran di Amsterdam, dokter Ikhwan, mengatakan bahwa critical thinking ini membuat anaknya punya pendapat yang berbeda.     

Perbedaan lainnya adalah bahwa biaya pendidikan di Belanda cukup terjangkau. Di Belanda, kita menemukan pendidikan gratis untuk sekolah dasar dan menengah bagi orang yang tinggal di Belanda. Orang tua baru disuruh  membayar uang sekolah tahunan ketika anak mereka mencapai usia 16 tahun. Sementara itu, keluarga dengan penghasilan rendah dapat mengajukan hibah dan pinjaman. Untuk mahasiswa, biaya kuliah rata-rata sekitar 2000 euro per tahun. Padahal, biaya pendidikan aslinya mencapai 19.000 euro per tahun.

Namun demikian, Habibus Salam, seorang warga Indonesia di Amsterdam khawatir dengan anak-anaknya jika nanti sekolah di Belanda. Ada kekhawatiran sebagian warga Indonesia bahwa nanti anak-anak akan berubah setelah masuk ke sekolah Belanda. Pendidikan di Belanda dipandang akan memberangus ‘tradisi Islam’ dari orang tua mereka. Kekhawatiran ini tentu berlebihan, namun begitulah faktanya.

Dalam konteks inilah, saya bisa memahami, mengapa PPME Al Ikhlas Amsterdam mendirikan ‘madrasah’ di saat weekend dengan para pengajar yang berkompeten. Di madrasah inilah, anak-anak Indonesia ditempa secara agama dengan baik. Mereka dikenalkan agama, meskipun tidak banyak karena hanya memanfaatkan momentum weekend. PPME Al- Ikhlas juga mengadakan Pendidikan agama, bukan hanya anak kecil namun juga untuk orang-orang lansia.

Hasilnya, luar biasa. Muncul generasi baru muslim yang pada satu sisi aware dengan Pendidikan Belanda, namun pada sisi lain tetap teguh dengan ajaran agama mereka. Ini yang saya dapati dari anak-anak milenial seperti Hamzah, Nabila, Mizar, dan lain sebagainya. Mereka adalah generasi Z muslim Belanda yang luas dalam pergaulan, namun tetap teguh dengan pendirian (Islam-nya).  *** (Bersambung) 

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.