Categories
Keislaman

Sound Horeg Diharamkan, Ini Penjelasannya

Di berbagai daerah, sound horeg seolah sudah menjadi tradisi wajib dalam setiap perayaan. Apalagi saat karnaval bulan kemerdekaan Indonesia. Hampir setiap hari karnaval disertai sound horeg sebagai musik pengiringnya.

Bahkan tak hanya sebagai pengiring saat karnaval, tapi juga digunakan sebagai pengiring acara-acara keagamaan seperti halnya peringatan Maulid Nabi SAW. Meskipun sebagian orang ada yang pro dengan adanya sound horeg, tapi banyak juga pihak yang menolak. Lantas bagaimana pandangan Islam melihat fenomena ini?

Perlu diketahui, istilah sound horeg merujuk pada sebuah rangkaian sound system beragam jenis yang ditempatkan di atas truck, yang disetel dengan suara kencang dan menyebabkan kondisi sekitar bergetar atau disebut horeg. Bahkan ada yang sampai menggetarkan bangunan seperti runtuhnya genteng atau kaca bangunan.

Tidak hanya itu, karnaval yang melibatkan sound horeg biasanya diikuti oleh orang yang berjoget-joget baik laki-laki maupun perempuan, dan terjadinya percampuaran (ikhtilat) antara lawan jenis yang tidak dapat diindahkan.

Melihat hal ini, Syekh Syamsuddin menjelaskan keharaman memainkan dan mendengarkan alat-alat musik yang bisa mendorong pada kemaksiatan:

Artinya: “Dan haram menggunakan alat musik yang menjadi ciri khas para peminum khamr, seperti tunbur (dengan dhammah pada huruf pertama), ‘ud, rabab, santir, jank, dan kamanjah, serta sanj (dengan fathah pada huruf pertama), yaitu sebuah alat dari kuningan (logam) yang dipasang senar di atasnya lalu dipukul, atau berupa dua lempengan kuningan yang satu dipukulkan ke yang lainnya. Keduanya hukumnya haram. Juga mizmar ‘Iraqi (seruling khas Irak), serta seluruh jenis alat musik berdawai dan seruling. Demikian pula haram mendengarkannya, karena kenikmatan yang diperoleh dari alat-alat itu mendorong kepada kerusakan, seperti halnya minum khamr, terutama bagi orang yang masih baru bertobat atau dekat masanya dengan kemaksiatan.” (Syekh Syamsuddin al-Ramli, Nihayatul Muhtaj ‘ala Syarh al-Minhaj, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, tt], juz 8 halaman 296).

Sedangkan terkait acara, yang dapat mengganggu ketenangan orang lain, dalam hal ini karnaval dengan iringan sound horeg, maka hukumnya haram untuk dilakukan, serta harus dicegah pelaksanaannya, sebagaimana keterangan di bawah ini:

 قَالَ مُوسَى بْنُ الزَّيْنِ: وَحَيْثُ ضَيَّقَ اللَّاعِبُونَ بِالْكُرَةِ وَغَيْرِهَا الطَّرِيقَ عَلَى الْمَارَّةِ، أَوْ حَصَلَ عَلَى النَّاسِ أَذًى بِفِعْلِهِمْ أَوْ صِيَاحِهِمْ يَمْنَعُهُمْ سُكُونَهُمْ بِنَوْمٍ وَنَحْوِهِ، أَوْ جُلُوسِ النَّاسِ بِأَفْنِيَتِهِمْ: لَزِمَ أَوْلِيَاءَهُمْ وَسَادَتَهُمْ – بَلْ كُلُّ مَنْ قَدَرَ – زَجْرُهُمْ وَمَنْعُهُمْ، وَمَنْ امْتَنَعَ عُزِّرَ، قَالَ: وَحَيْثُ رُفِعَ مُنْكَرٌ لِوَالٍ فَقَدَرَ عَلَى إِزَالَتِهِ فَلَمْ يُزِلْهُ: أَثِمَ

Artinya: Musa bin az-Zayn berkata, “Apabila para pemain bola atau permainan lainnya menyempitkan jalan bagi para pejalan kaki, atau perbuatan mereka atau teriakan mereka menimbulkan gangguan terhadap orang-orang, seperti menghalangi ketenangan mereka dalam tidur dan semacamnya, atau mengganggu orang yang duduk di halaman rumah mereka, maka wajib bagi para wali (orang tua/pengurus mereka) dan pemimpin mereka (atau bahkan setiap orang yang mampu) untuk mencegah dan melarang mereka. Barangsiapa yang tidak melarang, maka boleh dikenai hukuman ta‘zīr (hukuman edukatif dari penguasa).”

Lebih lanjut, Musa bin az-Zayn juga berkata: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, sedangkan ia mampu menghilangkannya dengan melaporkan kepada wali/penguasa tetapi tidak melakukannya, maka ia berdosa.” (Syekh Abdullah bin Muhammad, Qolaidul Khoroid, [Beirut: Muasasah Ulumil Qur’an, 1990 M/1410 H], juz 2 halaman 356).

Sementara itu, Syekh Abu Bakar Syatha menjelaskan terkait keharaman sebuah acara yang terdapat percampuran antara laki-laki dan perempuan, meskipun itu acara yang baik seperti halnya khataman Al-Qur’an:

ٱلْوُقُوفُ لَيْلَةَ عَرَفَةَ أَوِ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ، وَٱلِٱجْتِمَاعُ لَيَالِيَ ٱلْخُتُومِ آخِرَ رَمَضَانَ، وَنَصْبُ ٱلْمَنَابِرِ وَٱلْخُطَبُ عَلَيْهَا، فَيُكْرَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ ٱخْتِلَاطُ ٱلرِّجَالِ بِٱلنِّسَاءِ بِأَنْ تَتَضَامَّ أَجْسَامُهُمْ، فَإِنَّهُ حَرَامٌ وَفِسْقٌ

Artinya: “Berkumpul pada malam Arafah atau di Muzdalifah, berkumpul pada malam-malam khataman Al-Qur’an di akhir bulan Ramadhan, serta mendirikan mimbar dan berkhutbah di atasnya. Semua itu hukumnya makruh selama tidak terjadi percampuran laki-laki dan perempuan hingga tubuh-tubuh mereka saling bersentuhan. Namun apabila terjadi hal demikian, maka hukumnya adalah haram dan termasuk kefasikan.” (Syekh Abu Bakar Syatha, Hasyiyah l’anah ath-Thalibin, [Maktabah Syamilah, tt] juz 1 halaman 313).

Masih konteks yang sama, Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari dalam kitabnya menjelaskan, bahwa pelaksanaan Maulid Nabi yang menyebabkan terjadinya maksiat itu harus dihindari dan hukumnya haram, berikut penjelasannya:

 فَاعْلَمْ أَنَّ عَمَلَ الْمَوْلِدِ إِذَا أَدَّى إِلَى مَعْصِيَةٍ رَاجِحَةٍ مِثْلِ الْمُنْكَرَاتِ، وَجَبَ تَرْكُهُ، وَحَرُمَ فِعْلُهُ

Artinya: “Maka ketahuilah bahwa apabila pelaksanaan Maulid Nabi menyebabkan terjadinya maksiat yang dominan seperti kemungkaran, maka wajib untuk ditinggalkan dan haram untuk dilakukan.”

Selanjutnya, Kiai Hasyim merinci acara Maulid yang haram untuk dilakukan sekaligus dihadiri, karena memuat beberapa hal:

يَخْتَلِطُ فِيهِ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ، وَيَلْبَسُ فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ الشُّبَّانُ مَلَابِسَ النِّسْوَانِ فَيَحْصُلُ افْتِتَانُ بَعْضِ الْمُتَفَرِّجِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ، وَتَقَعُ الْفِتْنَةُ فِي الْفَرِيقَيْنِ، وَيَثُورُ مِنَ الْمَفَاسِدِ مَا لَا يُحْصَى، حَتَّى أَدَّتْ إِلَى حُصُولِ الْفُرْقَةِ بَيْنَ الزَّوْجِ وَالزَّوْجَةِ، وَهَذِهِ مَفَاسِدُ مُرَكَّبَةٌ مِنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ مَعَ فِعْلِ الْمُنْكَرَاتِ

Artinya: “Dalam perayaan itu, laki-laki dan perempuan bercampur baur. Pada sebagian waktu, para pemuda mengenakan pakaian perempuan, sehingga sebagian penonton—baik laki-laki maupun perempuan—menjadi tergoda. Akhirnya timbul fitnah dari kedua pihak, dan berbagai kerusakan pun meledak tak terhitung jumlahnya, hingga sampai menyebabkan perceraian antara suami dan istri. Ini semua adalah kerusakan-kerusakan yang muncul akibat perayaan maulid yang disertai dengan perbuatan-perbuatan mungkar.” (Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari, At-Tanbihat Al-Wajibat Li Man Yashna’ul Maulid Bil Munkarot, [Jombang, Maktabah At-Turots Al-Islami, tt], halaman 19-20).

Walhasil, hukum penggunaan sound horeg sebagai iringan acara-acara, seperti halnya karnaval adalah haram, baik mengganggu pihak lain atau tidak. Semua ini dengan pertimbangan bahwa penggunaan sound horeg identik dengan syi’ar fussaq (kerusakan/kefasikan), dapat menarik orang lain untuk berjoget yang diharamkan, bercampurnya laki-laki dan perempuan, dan bisa menjadi potensi maksiat yang lain.

Editor: Risma Savhira 

Kontributor: M Rufait Balya B

Sumber: https://jatim.nu.or.id/keislaman/sound-horeg-diharamkan-ini-penjelasannya-1euEM

Categories
Opini

Kesadaran Meiwaku di Jepang

Oleh : M. Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu nikmat terbesar dalam Safari Ramadlan Tahun 2025 adalah naik kereta api cepat di Jepang. Jepang memiliki Sinkansen. Negara Sakura dengan 47 prefaktur (propinsi) dihubungkan dengan trasnportasi publik yang keren abis. Karena itu, kalau anda jalan-jalan ke Jepang, jangan lewatkan naik Sinkansen.

Alhamdulillah, saya berkali-kali naik Sinkansen. Dari Koga ke Hiroshima, Hiroshima ke Tokyo, Nigata ke Tokyo dan juga rute Koga ke Nagano dan terakhir Nagano ke Tokyo. Umumnya, suasana dalam kereta hening. Tenang. Tidak ada orang yang bicara. Tidak ada keramaian sedikitpun. Semua khusuk menikmati Sinkansen.

Dalam sebuah perjalanan dari Hiroshima ke Tokyo, saya tak lama kemudian menghubungi keluarga di Indonesia. Maklum, saya meninggalkan rumah 15 hari cukup kangen juga. I miss you, my wife. Akhirnya dalam suasana hening kereta api, saya bincang-bincang istri hanya lima menit, Sementara di sebelah kanan depan dan di samping saya ada penumpang lain.

Tak lama kemudian, saya didatangi polisi. Dengan bahasa Jepang halus, ia menegur saya. Ya, karena saya berbicara dalam kereta. Padahal, menurut orang Jepang, itu mengganggu sekali. Meski tidak utuh memahami bahasa polisi di kereta api, saya mengerti bahwa polisi ini menyuruh saya untuk berhenti.

Apa yang menjadi catatan disini adalah prinsip jangan merugikan orang lain. Bahasa Jepangnya, hito ni meiwaku o kakenai. 人に迷惑をかけない. Artinya jangan merugikan orang lain.

Sejak kecil, anak-anak di Jepang diajari untuk tidak boleh merugikan. Apalagi mendzalimi orang lain. Ini adalah bagian dari pendidikan etika dan sopan santun. Pada level luas, prinsip ini digunakan dalam interaksi sosial sehari-hari, hubungan bisnis dan juga professional.

Saya juga punya pengalaman dengan Cak Yuanas, petani sukses asal Indonesia di Jepang. Ketika diajak menggunakan mobilnya, saya berencana mengambil foto di depan rumah orang Jepang. Namun, saya dilarang. Saking hati-hatinya, cak Yuanas melarang mengambil foto depan rumah orang atau Gedung.

Bandingkan dengan kita di Indonesia yang sedikit-sedikit selfie. Semua tempat adalah wahana selfie, meski kadang tidak peduli dengan perasaan orang lain.

Tidak hanya bicara dan selfie. Di Indonesia lebih ruwet. Orang sengaja menaruh sepeda motor seenaknya di tengah jalan tempat orang lewat. Mobil juga diparkir di pertigaan, padahal demikian itu sangat mengganggu orang lain. Demikian juga, orang mengendarai sepeda motor dari arah depan mobil kita dengan seenaknya. Bahkan, masih sempat marah-marah. Sudah salah, kok malah marah.

Jika kita jalan-jalan ke desa di Indonesia, kita juga sering mendengar suara musik yang berlebihan. Astagfirullah. Dug dug dug dengan suara yang bising dan bahkan bisa merusak kesehatan manusia. Aneh, hal-hal seperti ini dianggap biasa dan orang yang melakukannya juga merasa tidak bersalah.

Padahal, Islam mengajarkan pada kita untuk tidak merugikan orang lain. La dlarara wala dlirara, jangan sampai merugikan diri sendiri dan orang lain. Demikian juga, jangan berbuat dzalim pada orang lain. La tadzlimun wa la tudzlamun.

Apa yang dalam Islam, sejatinya sejalan dengan ajaran hukum alam. Hukum alam yang dianggap sebagai peraturan hidup berdasarkan kaidah old maxim juris praecepta suntan haec, honesta vivere, alterum non laedere suum cuique tribuere. Artinya, peraturan hukum adalah hidup dengan hormat, jangan merugikan orang lain, laksanakanlah kewajiban masing-masing.

Nah, semua hal yang merugikan orang lain di Jepang tidak ada. Tak heran, Ketua PCI NU Jepang yang juga alumni PhD. UGSAS Gifu University, Gus Gazali mengatakan kalau di Jepang sulit ada kejahatan. Karena semua peraturan termasuk budaya dibuat agar orang berbuat Kebajikan dan menjauhi kejahatan. Keren kan ?

Wallahu’alam***

Categories
Opini

Sang Penjaga Nurani Umat, Telah Pulang: Kesaksianku atas Mas Imam Azis

Oleh: Imam Baehaqi

Jum’at malam hingga Sabtu dini hari 11/12 Juli 2025 lalu menjadi malam yang menegangkan. Sejak pukul 21.45, kabar terkirim di WAG Jamaah LKiS bahwa Mas Imam Azis atau Mas Imam (begitu saya biasa memanggil KH. M. Imam bin KH. Abdul Azis) masuk RS Sardjito dalam kondisi kritis karena sesak nafas. Kontan menimbulkan rasa panik dan saya benar-benar cemas. Berbagai doa kita lafalkan agar Mas Imam bisa melewati masa kritis itu, tapi taqdir berkata lain, pada jam 01.02 tersiar kabar bahwa Mas Imam Azis telah meninggal, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Tak kuasa menahan tangis kesedihan oleh duka yang amat dalam.  Duka karena telah ditinggalkan oleh orang yang saya merasa begitu dekat, yang selalu memberi motivasi dan arahan dalam langkah pergerakan dan pergaulan.

Duka ini adalah duka yang menyelimuti kaum aktivis di negeri ini. KH. Muhammad Imam Azis, Sang Pengasuh, Sang Pejuang, Sang Bapak bagi Kaum Tertindas, telah berpulang ke Rahmatullah pada usia 63 tahun. Kepergiannya, setelah berjuang melawan sakitnya, bukan sekadar kehilangan seorang tokoh, tapi padamnya mercusuar kemanusiaan yang cahayanya telah menerangi sudut-sudut gelap ketidakadilan selama puluhan tahun di bumi pertiwi.

Saya yang berada jauh dari Yogjakarta, karena satu hal tidak bisa ke Yogjakarta, dengan hati sedih yang mendalam, hanya bisa berdoa dan menyampaikan duka bela sungkawa dari jauh. Saya serasa kehilangan yang amat sangat, karena Mas Imam Azis bagiku adalah sahabat, guru, saudara dan apa saja sebutan yang bisa mewakili betapa saya sangat mengagumi almarhum dan menjadikannya panutan dalam menyikapi keadaan social kemasyarakatan dan juga dalam hal ke-NU-an.

Dari Pesantren ke Panggung Keadilan: Sebuah Laku Spiritualisme Praksis

Kedekatan saya dengan Mas Imam, sejak saya masuk kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogjakarta 1990an lalu. Setelah beberapa kali mengikuti forum diskusinya Mas Imam, saya mulai merasakan kekaguman. Gaya bicara yang tenang namun menusuk di hati, sehingga mampu menggerakkan hati saya untuk terus mengikuti kegiatannya. Sejak di PMII, di masjid IAIN Sunan Kalijaga, di LKiS, hingga akhiy hayatnya. Dalam satu bulan terakhir, pertemuan saya ketika beliau berkunjung sekelarga ke rumah di Sarang Rembang, lalu kemudian saya juga ke Yogjakarta untuk menyelenggarakan Reuni Jamaah LKiS, yang diinisiasi olehnya dan memerintahkan saya untuk mengurus pelaksanaannya. Alhamdulillah Reuni yang berkesan, tampak Mas Imam bahagia dan begitu lepas menyampaikan apa yang ada pikirannya. Malam itu beliau menikmati setiap obrolan candaan dan sebagainya. Seperti hendak pamit.

Mas Imam Azis, bukanlah tokoh yang hanya berbicara dari mimbar. Darah pesantren yang mengalir deras dalam dirinya (almarhum adalah amuni Matholek Kajen) tidak menjadikannya terkungkung dalam menara gading. Justru, tradisi pesantren yang kaya akan nilai keadilan (_al-‘adl_), kasih sayang (_ar-rahmah_), dan pembelaan terhadap kaum lemah (_mustadh’afin_) menjadi fondasi kokoh bagi seluruh langkah hidupnya. Ia meyakini bahwa Islam rahmatan lil ‘alamin harus dibumikan dalam aksi nyata’.

Keprihatinannya yang mendalam terhadap penderitaan manusia, terutama mereka yang terpinggirkan, teraniaya, dan terlupakan oleh sistem, mendorongnya untuk melakukan advokasi dan membantu menjadikannya  manusia seutuhnya. Beliau mendirikan LKIS pada tahun 1993, yang menjadi “rumah” bagi pemikiran kritis dan sekaligus tangan yang terjulur untuk menyentuh luka-luka kemanusiaan.  Di sinilah karakter Imam Azis sebagai “intelektual organik” sejati terpancar. Ia tak hanya menerbitkan buku-buku tajam tentang Islam, negara, kekerasan, perempuan, anak jalanan dan kaum rentan lain, tetapi juga turun langsung ke kubangan lumpur ketidakadilan itu.

LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial) bukanlah sekedar lembaga kajian, tetapi menjadi laboratorium gerakan pemikiran Islam yang selalu disertai rumusan tentang implementasinya di masyrakat.  Tentang bagaimana menggerakkan tradisi dan pemikiran pesantren yang mampu menjawab tantangan social, tentang pemikiran gender yang diimplementasikan ke dalam pengorganisasian gerakan perempuan dan advokasi terhadap perempuan-perempuan yang terpinggirkan, baik di jalanan, di ruang public seperti parlemen dan lain-lain, maupun di ruang-ruang domestic. LKiS juga konsern pada advokasi kebudayaan local, tradisi local dan agama local, yang sering mengalami eliminasi dari arus utama kebudayaan. Inilah visi LKiS yang sangat kuat, sehingga dalam sejumlah penelitian, LKiS disebut sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menjelma menjadi madzhab pemikiran Islam tersendiri dan gerakan social.

Menyentuh Luka yang Terlupakan: Suara bagi yang Dibungkam

Mungkin, tak banyak tokoh yang memiliki keberanian dan kelembutan hati seperti Mas Imam Azis untuk menyelami luka sejarah paling kelam bangsa: tragedi 1965 dan penderitaan panjang keluarga korban serta eks-tapol. Di saat kebanyakan orang memilih diam atau takut, Imam Azis justru mendekati mereka yang terstigmatisasi, terdiskriminasi, dan hidup dalam bayang-bayang ketakutan puluhan tahun.

Selain LKiS, Mas Imam juga mendirikan Syarikat, sebuah lembaga yang konsern pada advokasi keluarga eks tapol 1965 (PKI), terutama sebagai respon atas pencabutan TAP MPR No. II tahun 2001. Lembaga ini memiliki visi besar yakni melakukan rekonsiliasi kemanusiaan secara nasional terhadap semua elemen bangsa, terutama eks tapol 1965/PKI yang berpuluh-puluh tahun mengalami diskriminasi yang parah karena stigma PKI tersebut. Syarikat juga berusaha melakukan rehabilitasi terhadap stigmatisasi tersebut, sehingga mereka bisa hidup berbaur secara wajar di masyarakat dan mendapatkan hak-haknya secara konstitusional sebagai warga Negara. Ia tak hanya melakukan riset mendalam yang membongkar mekanisme diskriminasi, atau menulis jurnal dan buku yang menjadi saksi bisu penderitaan mereka. “Syarikat” adalah paguyuban, ruang aman tempat para korban dan keluarganya yang tercerai-berai oleh rasa malu dan takut, bisa berkumpul, bercerita, saling menguatkan, dan menemukan kembali martabat mereka yang terampas. Ia membuktikan, membela kaum yang paling terstigma sekalipun adalah bagian tak terpisahkan dari laku keislaman dan ke-NU-an.

Menggerakkan NU dengan Semangat Kemanusiaan dan Keberpihakan

Pada tahun 2010, Mas Imam mulai memperluas kiprahnya dengan menjadi salah satu Ketua PBNU pada periode Th 2010-2015. Pada keterlibatan periode pertama Mas Imam di PBNU ini tidaklah mulus. Beliau mengalami “tudingan” oleh sebagian tokoh pimpinan PBNU lain sebagai tokoh “Kiri” yang dianggap pro-PKI. Tetapi dengan kesabarannya, Mas Imam mampu membuktikan dirinya tetap “NU” yang justru sedang menerjemahkan karakter egaliter dan membela mustadh’afin dari ajaran Ahlussunnah Waljamaah dengan menjadi tokoh rekonsiliasi (_ishlah_) antara keluarga NU-PKI. Kiprahnya membawa NU menjadi kekuatan rahmatan lil ‘alamin yang nyata dan berpihak pada keadilan. Di tangan Mas Imam, NU semakin menunjukkan kepedulian pada isu-isu HAM, isu lingkungan, keadilan sosial, pluralisme, dan pembelaan kelompok marginal. Ia mengukuhkan NU sebagai rumah bagi semua, termasuk mereka yang sering dipinggirkan. Sebagai ketua PBNU, Mas Imam melakukan advokasi terhadap masyarakat yang menolak Pabrik Semen di Rembang yang dianggap melanggar aturan dan merusak lingkungan. Lalu juga kasus Wadas di Purworejo, dimana Mas Imam aktif menjadi tokoh utama yang melakukan advokasi korban proyek PSN tersebut, dan lain-lain.

Lalu kepiawaiannya sebagai organisatoris dan pemersatu diuji dalam tugas besarnya sebagai Ketua Panitia Muktamar NU ke-33 di Jombang (2015) dan Muktamar ke-34 di Lampung (2022). Pada Muktamar Lampung inilah Mas Imam mengalami tekanan politik dalam dinamika kontestasi kepemimpinan NU untuk periode 2021-2026. Walapun begitu, dengan tenang, cermat, dan penuh dedikasi, ia memimpin penyelenggaraan muktamar akbar di tengah tantangan kompleksitas dan dinamika internal yang tinggi, memastikan hajatan penting bagi warga NU itu berjalan sukses dan lancar.

Bumi Cendikia: Laboratorium Kader Bangsa Berkualitas

Terakhir kiprahnya, dia tumpahkan pada pondok pesantren yang dia dirikan bersama sejumlah aktivis NU Yogjakarta lain, bernama Pondok Pesantren Bumi Cendikia. Pondok Pesantren Bumi Cendikia (BC), yang didirikannya pada 2005 inilah “anak rohaninya” yang  berharga. Bumi Cendikia bukan sekadar tempat mengaji dan mewariskan sanad keilmuan pesantren. Ia adalah laboratorium tempat Mas Imam Azis mencetak kader-kader santri yang berkualitas sekaligus berkarakter. Di sini, integrasi ilmu agama dan ilmu sosial-humaniora diajarkan secara kritis, sekaligus mampun beradaptasi dengan kamajuan teknologi informasi mutakhir. Santri juga dididik untuk tidak hanya pandai membaca kitab kuning, tetapi juga membaca realitas sosial, mengenali ketidakadilan, dan memiliki keberanian moral untuk membela kebenaran. Nilai-nilai HAM, kesetaraan gender, pluralisme, perdamaian, dan keberpihakan pada kaum mustadh’afin menjadi napas pendidikan di Bumi Cendikia. Ia mewariskan bukan hanya pengetahuan, tapi semangat juang yang tak kenal lelah untuk menegakkan keadilan.

Ruang Sunyi Mas Imam Azis

Akhirnya, di masa-masa akhir hayatnya aku bersyukur sedang dekat-dekatnya dengan almarhum. Aku melihat jalan hidup mas Imam yang sebenarnya banyak melahirkan perubahan yang berarti dimanapun kiprahnya, tetapi ia adalah tokoh yang tidak pernah silau dengan sanjungan, juga cenderung menghindari publikasi atas apa yang dia perankan. Ia memilih sembunyi di ruang sunyi dari gempitanya hiruk pikuk kehidupan social politik yang melingkupinya. Sepertinya, itulah laku sufi almarhum, sebagaimana kata Ibnu Athoillah dalam Kitab Hikam;

Kata Ibnu Athoillah:

ادفن وجودك في أرض الخمول، فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه

“Pendam eksistensi mu dari kemasyhuran, karena sesuatu yang tidak tumbuh dari sesuatu yang dipendam tidak akan sempurna hasilnya”

Dan dalam syarahnya Hikam diberi penjelasan:

لا شيء أضر علي المريد من الشهرة وانتشار الصيت

“Tidak ada sesuatu yang berbahaya bagi seorang murid (berharap ridlo Allah), daripada suatu kemasyhuran dan popularitas”

Demikian kesaksian saya atas Mas Imam Azis, beliau adalah orang baik dan Surga adalah tempat yang sangat layak baginya. Al Fatihah.

Sarang, 18 Juli 2025

Categories
Berita

Womester dan Sejumlah Kampus di Indonesia Akan Ikut Konferensi Internasional di Belanda

Depok, 17 Juli 2025 — World Moslem Studies Center (Womester) bersama rombongan dari beberapa kampus di Indonesia akan mengikuti konferensi internasional dengan tema “Harmony in Turbulence: The Intersection of Faith, Climate Justice, and Global Peace” di Groningen, Belanda, pada 30 September–3 Oktober 2025. Acara ini diselenggarakan oleh PCINU Belanda dan akan diikuti oleh peserta dari berbagai negara.

Delegasi dari Indonesia yang akan berangkat bersama Womester terdiri dari perwakilan UIN Syeikh Wasil Kediri, IAIN Madura, Universitas Islam Lamongan, dan Universitas Yudharta Pasuruan. Keikutsertaan mereka merupakan bagian dari program internasionalisasi pendidikan yang sudah lama digagas oleh Womester.

Direktur Womester, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC., mengatakan bahwa program ini bertujuan mengajak kampus-kampus di Indonesia untuk aktif dalam kegiatan akademik di tingkat global.

“Womester punya program internasionalisasi pendidikan. Kami mengajak teman-teman perguruan tinggi untuk ikut dalam forum-forum resmi yang diselenggarakan oleh kampus-kampus dunia. Ini sudah menjadi fokus utama kami sejak awal,” kata Prof. Haris yang juga Wakil Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara.

Menurutnya, konferensi ini menjadi kesempatan penting untuk memperkenalkan gagasan dan pemikiran Islam moderat dari Indonesia kepada dunia. Selain itu, acara ini juga menjadi ruang bertemu dan berdiskusi dengan para akademisi dari berbagai negara.

“Kami ingin menularkan semangat internasionalisasi kepada kampus-kampus Islam. Penting bagi kita untuk tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri,” jelas Prof. Haris yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Prof. Haris berharap kegiatan ini bisa menjadi ajang tukar pemikiran dan menjalin kerja sama jangka panjang yang bermanfaat bagi pendidikan tinggi di Indonesia.

Sementara itu, Ketua Panitia Konferensi Internasional, Azam Ph.D sangat berterima kasih pada Womester.

“Dari PCI NU Belanda, kami mengucapkan terima kasih pada Womester yang telah membantu dan berkolaborasi dengan kami. Acara ini dimulai tanggal 30 September hingga 3 Oktober 2025,” tutur Azam yang juga mahasiswa Ph.D Universitas Groningen dalam rapat koordinasi dengan Womester Kamis, 17 Juli 2025.

Womester sendiri sudah memiliki jaringan kerja sama di lima benua, yaitu Asia, Afrika, Eropa, Amerika, dan Australia. Melalui jaringan ini, Womester terus mendorong kampus-kampus untuk membuka diri dan menjalin kerjasama dengan institusi luar negeri.

Reporter : Wildan Rofikil Anwar
Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Opini

Tokyo, ‘Kota Terbersih’ di Dunia

Oleh: M.  Noor Harisudin

Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu destinasi wisata menarik di Jepang adalah Tokyo. “Tokyo keren dan bersih banget, Prof”, kata Gus Ghozali, panggilan akrab Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI ) NU Jepang pada saya dalam perjalanan safari Ramadlan di Jepang tahun 2025 ini.  Ketika awal Maret mendarat di Bandara Internasional Narita Jepang, saya dijemput langsung Gus Ghozali, Ketua PCI NU Jepang dan Cak Yuanas, petani sukses di Jepang.  

Benar juga. Saya beberapa kali mondar-mandir ke Tokyo. Ibu kota Jepang dengan jumlah empat belas juta lebih itu memang sangat menawan. Stasiun Tokyo yang sangat megah dan besar. Kuil yang indah sepertu Kuil Sensoji, Kuil Meiji, Kuil Zojoji, Kuil Hie dan Kuil Kanda Myojin.

Namun, yang tak kalah menarik adalah Tokyo sangat bersih, bahkan termasuk tujuh kota paling bersih dunia selain Zurich (Jerman), Dubai (Uni Emirat Arab), Singapura, Calgary (Canada), Minsk (Belarus) dan Vienna (Austria).

Kalau anda keliling Tokyo, anda tidak akan menemukan sampah sedikitpun. Bunga Sakura yang mekar menambah asri dan indah kota terbesar di Asia tersebut.  Selain bertugas dakwah ke Tokyo, saya juga dakwah di kota-kota lain di Jepang seperti Hiroshima, Nigata, Nagano, Koga, Ibaraki, dan semuanya serba bersih.

Kita bisa membandingkan dengan negara-negara muslim. Bangladesh adalah kebalikan Jepang. Bangladesh adalah negara ‘paling kotor’ di dunia. Selain polusi udara, pencemaran lingkungan dan sampah yang menumpuk menjadi alasan utama mengapa disebut sebagai negara paling kotor dunia.

Tentu ironis sekali karena Islam mengajarkan ummatnya tentang kebersihan: an-nadlafatu minal iman. (HR Bukhori Muslim). Kita hanya lihat hadits ini dipampang sepanjang jalan kota-kota Indonesia, tapi anehnya sampah juga berserakan dimana-mana.   

Tentu ini berkebalikan dengan negara Jepang yang lifestyle penduduknya adalah bersih, bersih dan bersih. Meminjam bahasa Nicole Fridman, legal culture (budaya hukum). Jepang tidak membutuhan regulasi khusus tentang kebersihan, namun menekankan pada apa yang disebut dengan budaya hukum.

“Hidup bersih itu budaya kami. Gaya hidup kami, orang-orang Jepang”, kata Mr. Ishi, Wakil Konjen Jepang di Surabaya. Mr Ishi, istri dan anaknya saat mengundang saya untuk makan siang di Hotel Tunjungan Plasa.

Mr. Ishi menceritakan bahwa lima puluh tahun yang silam, ketika dia masih kecil, ada tradisi menarik di rumahnya.”Kalau kami bersih-bersih, bukan hanya halaman rumah kami yang dibersihkan. Namun juga halaman tetangga kanan kiri dan depan juga dibersihan”, kata Mr. Ishi pada saya.

Di masa sekarang, Jepang malah lebih ekstrem. Programnya keren abis: ‘zero waste’. Bahkan, bersih tanpa ada tempat sampah. “Akhirnya, kami harus sediakan tas. Sampah kami harus kami bawa ke rumah”, kata istri Mr. Ishi yang asli Indonesia.

Tidak berhenti disini. Sampah di rumah juga ada aturannya. Misalnya saat membuang sampah dibatasi hingga jam delapan pagi dan di-pilah mana yang organic dan non organik. Demikian juga, mana yang bisa dibakar, mana yang tidak bisa dibakar dan mana yang berbahaya.

“Capai juga sebetulnya. Kalau terlambat dua menit, kita sudah ditinggal. Tapi ya. Itu untuk kebaikan bersama”, kata istri Wakil Konjen Surabaya.

Sesungguhnya, Jepang tidak hanya membangun gaya hidup bersih, namun mereka juga mengupayakan  daur ulang kemasan makanan dan minuman. Demikian ini dikenal dengan 3R, yaitu reduce (menguangi), reuse (menggunakan Kembali) dan recycle (mendaur ulang). Tiga inilah kunci kesuksesan pengelolaan sampah di Jepang. Meski masing-masing pemerintah prefaktur di Jepang memiliki otonomi sendiri untuk pengelolaan sampah dan daur ulang tersebut.

Tentu, saya sangat iri dengan orang-orang Jepang yang sudah jauh mempraktikkan Islam soal ihwal kebersihan. Sementara kita ?

Wallahu’alam.  ***

Categories
Berita

Guru Besar UIN KHAS Jember Ikuti TOT Calon Pengajar Diklat BPIP 2024

Jakarta, 10 Juli 2025 — Salah satu Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC., turut berpartisipasi dalam Training of Trainers (TOT) Calon Pengajar Diklat Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) Kualifikasi Utama Tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 8–10 Juli 2025 di Hotel Vertu Harmoni, Jakarta, ini menjadi forum strategis nasional untuk menyiapkan pengajar-pengajar profesional dalam bidang ideologi kebangsaan. Sebanyak 126 peserta terpilih mengikuti TOT ini, terdiri dari 88 calon pengajar untuk Diklat PIP Kualifikasi Maheswara dan 38 calon pengajar untuk Kualifikasi Penceramah.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala BPIP Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D. yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran pengajar dalam menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila secara holistik.

“Diklat PIP merupakan proses pembelajaran dalam meningkatkan kecerdasan karakter bangsa yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Maheswara ujung tombak sekaligus teladan dalam membangun sistem nasional Diklat PIP,” ucap Yudian dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Dalam laporan kegiatan, Plt. Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan, Dr. Surahno, menyampaikan harapan besar agar Kepala BPIP dapat hadir langsung untuk membuka kegiatan tersebut secara resmi.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mewujudkan pemahaman yang sama bagi para pengajar Diklat PIP, baik dari aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, agar mampu menginternalisasi nilai-nilai Pancasila secara utuh kepada peserta diklat,” ujar Surahno.

Sementara itu, Prof. M Noor Harisudin yang menjadi peserta Diklat BPIP mengatakan urgensi kegiatan ini.

“TOT ini menjadi momentum penting untuk memperluas pengaruh akademik dalam membumikan Pancasila secara metodologis dan substantif, khususnya di lingkungan kampus dan masyarakat luas,” ujar Prof. Haris yang juga Wakil Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara.

Prof. Haris menilai bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari ikhtiar kolektif untuk menghadirkan Pancasila tidak hanya sebagai dokumen historis, tetapi sebagai etos kehidupan berbangsa yang hidup di tengah-tengah masyarakat multikultural.

“Penguatan Pancasila harus dilakukan secara dialogis dan partisipatif. Peran para guru besar dan penceramah sangat vital untuk menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kerangka berpikir dan bertindak masyarakat,” tegas Prof Haris yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Jember.

Sebelumnya pada periode tahun 2024, Angkatan I telah menghasilkan Pengajar Diklat PIP, total khusus Maheswara sebanyak 124 orang dan Penceramah sebanyak 4 orang dan telah tersertifikasi tahun 2023. Sedangkan Angkatan II tahun 2024 yang saat ini menjalani proses ToT diikuti oleh 89 Maheswara Utama dan 39 Penceramah Utama.

Hadir sebagai narasumber dalam pelatihan ini Prof. Dr. M. Amin Abdullah selaku Anggota Dewan Pengarah BPIP, Wakil Kepala BPIP Dr. Rima Agristina, Prof. Dr. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., MS., dan Plt. Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan, Dr. Surahno, S.H., M.Hum.

Dengan pelatihan ini, BPIP berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengajar agar mampu menjadi garda terdepan dalam membumikan nilai-nilai Pancasila di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Reporter: Wildan Rofikil Anwar
Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita

Ma’had Aly Situbondo dan Womester Jalin Kerja Sama Internasionalisasi Pendidikan Tinggi Pesantren

Situbondo, 5 Juli 2025 – Ma’had Aly Situbondo hari ini secara resmi menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan World Moslem Studies Center (Womester).

Penandatanganan ini merupakan langkah penting dalam upaya internasionalisasi pendidikan tinggi pesantren, membuka jalan bagi Ma’had Aly untuk lebih dikenal di kancah global.

Acara penandatanganan berlangsung di Ruang Pimpinan Ma’had Aly pada Sabtu, 5 Juli 2025. Dari pihak Womester, hadir Direktur Prof. Dr. HM. Noor Harisudin S.Ag, S.H, M.Fil.I, CLA., CWC. Sementara itu, dari Ma’had Aly diwakili oleh Sekretaris Ma’had Aly Marhalah Ula, Achmad Alif Saiful Arif, SH., M.Ag.

Kerja sama ini menandai komitmen Ma’had Aly Situbondo untuk terus mengembangkan sayapnya di bidang pendidikan, khususnya dalam konteks studi keislaman. Melalui kolaborasi dengan Womester, diharapkan Ma’had Aly dapat memperluas jaringan, meningkatkan kualitas riset, pengabdian serta membuka kesempatan bagi mahasiswa dan dosen untuk terlibat dalam program-program berskala internasional.

“Kerja sama dengan Womester ini sangat strategis bagi kami,” ujar Achmad Alif Saiful Arif.

“Ini adalah langkah konkret Ma’had Aly dalam mewujudkan visi internasionalisasi pendidikan tinggi pesantren, yang nantinya akan membawa dampak positif bagi perkembangan keilmuan Islam dan kontribusi pesantren di tingkat global, ” lanjutnya.

Senada dengan itu, Prof. Dr. HM. Noor Harisudin menyampaikan antusiasmenya terhadap kolaborasi ini.

“Kami percaya Ma’had Aly Situbondo memiliki potensi besar untuk menjadi pusat studi Islam yang unggul. Womester siap mendukung Ma’had Aly Situbondo dalam mencapai cita-cita internasionalisasi ini,” pungkas Prof. Harisudin yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

“Apalagi saya dengar Ma’had Aly Situbondo sudah mau buka Marhalah Tsalitsah (program doktoral). Jadi internasionalisasi pendidikan menjadi sebuah keniscayaan”, ujar Prof. Harisudin yang juga Dewan Pakar PB IKA PMII masa bakti 2025-2030.

Selama ini, Womester telah melakukan berbagai program di luar negeri seperti Australia, Malaysia, Hongkong, Jepang, Belanda, Jerman, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Amerika Serikat. Wujud kegiatan berupa pendidikan, penelitian dan juga pengabdian masyarakat.

Kerja sama ini diharapkan menjadi tonggak awal bagi Ma’had Aly Situbondo untuk terus berkiprah dan memberikan sumbangsih nyata dalam dunia pendidikan tinggi pesantren, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Reporter: Saifir Rohman
Editor: Maulana Nur Rahman

Categories
Berita

Womester dan Fakultas Syariah UIN Syeikh Wasil Kediri MoU Program Internasionalisasi Pendidikan

Kediri – Upaya internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia kembali mendapat energi baru. World Muslim Studies Center (WOMESTER) secara resmi menjalin kerja sama strategis dengan Fakultas Syariah UIN Syeikh Wasil Kediri. Kolaborasi ini ditandai dengan penandatanganan MoU yang berlangsung khidmat di Fakultas Syariah dihadiri oleh jajaran pimpinan kedua lembaga pada Rabu, 18 Juni 2025 .

Direktur Womester, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC., hadir langsung dalam agenda tersebut bersama timnya. Sementara dari pihak tuan rumah, turut hadir Dekan Fakultas Syariah, Dr. Khamim, M.Ag., Wakil Dekan Dr. Ulin Na’mah, M.HI, serta para pejabat fakultas lainnya.

Dalam sambutannya, Prof. Haris menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari misi Womester untuk membangun jaringan kolaboratif lintas kampus dan lintas negara. Ia menekankan pentingnya internasionalisasi sebagai strategi utama untuk meningkatkan kualitas Tri Dharma Perguruan Tinggi, meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

“Ini bukan kerja sama pertama kami. Womester telah menjalin kolaborasi dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia, seperti Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, dan kini UIN Syeikh Wasil Kediri. Kami juga menggandeng mitra dari kementerian strategis seperti Kementerian Agama RI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran, dan kedutaan di berbagai negara” ungkap Prof. Haris yang juga Wakil Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.

Sebagaimana maklum, Womester aktif menginisiasi kegiatan global, mulai dari webinar internasional, penelitian lintas negara, hingga pengabdian masyarakat di luar negeri seperti Belanda, Hong Kong, Jerman, Jepang, dan Malaysia. Tahun ini, Womester bahkan akan melaksanakan program konferensi internasional di Belanda pada 1–3 Oktober 2025.

“Kami mengajak UIN Syeikh Wasil Kediri untuk ambil bagian dalam berbagai agenda tersebut. Ini bukan hanya soal mobilitas akademik, tapi juga transformasi mutu kelembagaan secara menyeluruh,” tegas Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

Sementara itu, dalam sambutannya, Dekan Fakultas Syariah UIN Syeikh Wasil Kediri, Dr. Khamim, MHI menyambut hangat peluang kolaborasi ini. Ia menyampaikan apresiasi kepada Womester yang telah menginisiasi kerja sama tersebut. Dr Khamim berharap sinergi ini dapat membawa manfaat konkret bagi pengembangan akademik di lingkungan Fakultas Syariah.

“Kami sangat berterima kasih atas kepercayaan Womester. Ini menjadi langkah awal yang baik, tidak hanya untuk memperluas jaringan kerja sama, tetapi juga untuk memperkuat akreditasi seluruh program studi kami dan menyiapkan SDM unggul yang siap bersaing di kancah global,” ujar Dr. Khamim.

Kerja sama antara Womester dan Fakultas Syariah UIN Syeikh Wasil Kediri ini diharapkan menjadi fondasi kuat bagi penguatan internasionalisasi pendidikan tinggi Islam di Indonesia pada umumnya, dan di UIN Syeikh Wasil Kediri khususnya.

“Ke depan, berbagai program kolaboratif dirancang untuk melibatkan dosen, mahasiswa, dan mitra luar negeri dalam menciptakan atmosfer akademik yang terbuka, progresif, dan mendunia,” pungkasnya.

Reporter : Wildan Rofikil Anwar
Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Categories
Berita

Ma’had Aly Didorong Jadi Pilar Keilmuan Islam Berbasis Pesantren

Tangerang – Penyusunan standar mutu Ma’had Aly jenjang Marhalah Tsaniyah (M2) dan Marhalah Tsalitsah (M3) terus dimatangkan Majelis Masyayikh melalui tim task force nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Kegiatan ini berlangsung pada 23–25 Juni 2025 di Kota Tangerang Selatan, diikuti oleh tim penyusun, para pakar, dan unsur pemerintah melalui Kementerian Agama RI.

Kegiatan yang dikemas secara intensif dan kolaboratif dalam format Konsinyering Percepatan Draf Dokumen Standar Mutu Pendidikan Pesantren Pada Ma’had Aly ini merupakan bagian dari upaya strategis Majelis Masyayikh dalam membangun ekosistem pendidikan tinggi pesantren di Indonesia sebagaimana amanat UU Pesanren.

Ketua tim task force, K.H. Muhyiddin Khotib yang juga Sekretaris Majelis Masyayikh, menegaskan pentingnya menjadikan Ma’had Aly sebagai entitas keilmuan yang tidak hanya mengandalkan pendekatan akademik, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai adab dan sanad dalam tradisi pesantren.

“Ma’had Aly bukan sekadar institusi. Ia adalah entitas ilmu; simbol warisan otoritas keilmuan yang bersambung melalui sanad. Di sini, ilmu bukan sekadar dipelajari, tapi diwarisi dengan adab dan makna,” tegasnya.

Menurutnya, setiap jenjang pendidikan di Ma’had Aly harus memiliki karakter keilmuan yang khas. Marhalah Ula menjadi fase tadrīb (latihan metodologis dasar), Marhalah Tsaniyah sebagai fase taqwiyah (penguatan dan sintesis), dan Marhalah Tsalitsah sebagai fase tamkīn (kematangan berpikir dan kontribusi berbasis ilmu).

K.H. Muhyiddin juga mengingatkan pentingnya harmonisasi dalam penyusunan standar mutu. Ia menekankan tiga dimensi koherensi: horizontal antar-standar dalam jenjang yang sama, vertikal antar-jenjang, dan diagonal antara nilai-nilai filosofis dan indikator teknis.

“Standar mutu harus berpijak pada epistemologi turats: teks, sanad, manhaj, dan adab. Kita tidak ingin standar yang kering dan kehilangan ruh karena terlalu administratif,” tambahnya.

Sementara itu, anggota divisi Ma’had Aly Majelis Masyayikh Tgk. Faisal Ali, menekankan bahwa Ma’had Aly memiliki peran strategis dalam memperkuat sumber daya manusia Indonesia yang berakar pada nilai Islam dan budaya bangsa.

“Kita tidak sedang meniru model universitas umum. Kita justru sedang meneguhkan jati diri pesantren sebagai penyelenggara pendidikan tinggi yang khas, berbasis kitab kuning dan nilai-nilai adab,” ujar Abu Faisal.

Ia menambahkan bahwa standar yang disusun harus memberi ruang bagi keragaman takhassus dan tradisi pesantren yang hidup. Selain itu, Ma’had Aly harus mampu menjadi rumah keilmuan Islam yang diwariskan melalui sanad, serta menjadi kompas dalam membimbing umat di tengah dinamika zaman.

Majelis Masyayikh menegaskan bahwa penyusunan standar mutu ini bukan hanya penguatan kualitas kelembagaan, melainkan bagian dari cita-cita besar menjaga keberlanjutan ulama sebagai pewaris tradisi keilmuan berbasis pesantren. Dengan standar yang kokoh dan berakar, Ma’had Aly diharapkan tampil sebagai pilar keilmuan yang mampu merespons zaman tanpa meninggalkan akar warisan pesantren.

sumber : https://www.majelismasyayikh.id/artikel/berita/ma-had-aly-didorong-jadi-pilar-keilmuan-islam-berbasis-pesantren

Categories
Berita

Deteksi dan Antisipasi Aliran Sesat di Era AI, KP3 MUI Siapkan Buku Saku untuk Masyarakat

Media Center, 13 Juni 2025

Kehadiran artificial intelligence (AI) di masa sekarang, diakui, bagaikan pedang bermata dua. Pada satu sisi, AI membawa banyak kemalahatan untuk agama. Misalnya konten-konten agama dapat disebarluaskan melalui AI. Demikian juga, AI dapat digunakan untuk membantu melakukan penelitian teks-teks agama dan membuka wawasan baru agama yang inklusif dan wasatiyah. Tentu masih banyak kegunaan AI yang positif bagi agama.

Namun, pada sisi lain, AI juga digunakan dengan tujuan-tujuan yang tidak benar dan bahkan membawa kemadlaratan bagi manusia. Salah satunya adalah kemunculan video-video hasil AI yang diduga merupakan aliran sesat agama.

Oleh karena itulah, Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan (KP3) MUI Jawa Timur menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) diskusi dengan Tema  “ Deteksi dan Antisipasi Terhadap Aliran Sesat di Era Artificial Intelligence”. Acara diskui ini dihadiri Prof. Dr. KH.  Thohir Luth, MA (Wakil Ketua MUI dan Pembina KP3 MUI Jawa Timur), Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag, SH, .Fil.I, CLA, CWC (Ketua), Dr. Listiyonso Santoso, MSi (Sekretaris), Dr. KH. Ahmad Subakir, Dr. KH. Abu Dzarin, M.Ag, Dr. KH. Sofiyullah, MA,  Dr. H. Munawar, M.Si, Dr. KH. Abdul Wached, M.Ag dan beberapa pengurus komisi pengkajian ini di Kantor MUI Jawa Timur pada Hari Rabu, 12 Juni 2025. Acara dimulai jam 13.00 hingga 16.00 sore.

Prof. Dr. HM. Thohir Luth, dalam pengantarnya mengatakan tantangan agama yang semakin kompleks di masa yang akan datang. Terutama dengan hadirnya artificial intelligence yang semakin masif di masa kini.

“Tantangan kita berat. Kita lihat di media social bagaimana AI dapat menghadirkan video-video yang mudah diindikaskan masuk dalam kategori 10 aliran sesat Majlis Ulama Indonesia”, terang Prof. Dr. KH Thohir Luth yang juga Guru Besar Universitas Brawijaya.

Sementara itu, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur menyampaikan keberadaan aliran sesat yang terus akan bermunculan ke depan.

“Dalam film Bid’ah, tokoh Walid merupakan sosok tokoh yang menggambarkan bagaiman aliran sesat itu diproduksi. Dalam film ini, agama digunakan sebagai ‘bungkus’ untuk melakukan berbagai kejahatan. Kita harus hati-hati; secara praktik agama, hampir sama. Wiridnya, sholatnya, dan praktik agamanya sama. Namun, di sela-sela itu ada hal yang bertentangan dengan agama Islam”, tukas Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Shidiq Jember tersebut.

Dalam rangka itu, Prof. M Noor Harisudin mengusulkan buku yang dijadikan guidance untuk penangangan aliran sesat di Indonesia.

“Fenomena aliran sesat tentu akan berulang kali. Oleh karena itu, mendesak kita memiliki buku pedoman penanganan untuk internal MUI dan para stake holder. Selain itu juga untuk kalagan luas masyarakat”, ujar Prof. M. Noor Harisudin yang juga Wakil Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara masa bakti 2025-2030 tersebut.

Dr. Listiyono, Sekretaris KP3 MUI Jawa Timur,  mengatakan bahwa buku ini sangat penting.

“Saya kira buka ini sangat penting. Pengalaman kita selama ini di KP3 dapat dijadikan referensi untuk pembuatan buku tersebut, Usulan saya buku ini adalah buku saku dengan gaya bahasa yang popular dan dipahami oleh semua orang”, ujar Dr. Listiyono yang juga Wadek 1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga.  

Pengurus yang lain, Dr. KH. Abdul Wachid menguatkan apa yang sudah disampaikan tentang pentingnya buku kini ini untuk digunakan di masa yang akan datang.

”Menurut saya, ada buku untuk pengurus MUI dan adab buku untuk masyarakat luas. Saya kira, dua-duanya penting. Ini sebagai bentuk legacy kita di akhir kepengurusan. Nanti penyusunan buku, marin kita bagi bersama”, kata Dr. KH. Abdul Wachid yang juga dosen IAIN Madura. 

FGD ini ini merekomendasikan bahwa MUI harus terus melakukan kajian tentang AI dan agama dan mengarahkan AI untuk hal yang positif dimasa yang akan datang. Selain itu, FGD ini juga merekomendasikan KP3 MUI untuk membuat buku saku tentang Deteksi Dini Aliran Sesat sebagai legacy MUI dalam kepengurusan sekarang.  ***

Reporter: M. Irwan Zamroni Ali
Editor: Wildan Rofikil Anwar