Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025
Perkembangan Islam di Jepang cukup menggembirakan. Selain banyaknya jumlah penduduk muslim—sekitar 350.000 an orang, jumlah masjid juga terus bertambah pesat. Ratusan masjid baru berdiri di berbagai prefaktur Jepang. Pada ghalibnya, masjid berupa bangunan lama yang sudah ada, namun juga ada yang dibangun dari nol.
Minggu kedua Ramadlan 1446 H, saya sudah dijemput panitia Safari Ramadlan di Jepang. Saya bersama Ust. Bambang Hari Yunanto. Nama akrabnya Pak Bambang. Katib Syuriyah MWC NU Nagano ini menggunakan mobil. Rutenya Koga ke Nagano dengan perjalanan kami tempuh sekitar lima jam. Sepanjang jalan di Jepang, terlihat asri dan indah. Semuanya serba tol. Hingga sampailah kami di Nagano.
Tepatnya di Masjid Indonesia Ueda Nagano.
“Ini Masjid Indonesia Ueda Nagano. Tiga tingkat. Kami baru beli. Harganya kurang lebih 1,2 Milyar uang rupiah. Namun, harus kami perbaiki. Insyaallah akan diresmikan Dubes, Bapak Heri Akhmadi”, kata Pak Bambang bercerita pada kami.
Nama Heri Akhmadi begitu familiar dalam masyarakat Indonesia di Jepang. Karena jasa-jasanya meresmikan banyak masjid di bumi Sakura tersebut. Di Masjid Indonesia Ueda Nagano, terdapat lantai satu, dua dan tiga yang masih dalam proses perbaikan. Harapannya, pada 1 Idul Fitri 1446 dapat digunakan sebagai tempat sholat Idul Fitri.
Tak terasa, waktu hampir maghrib. Saya lalu diajak ke hotel. Untuk meletakkan koper dan sekedar mandi dam bersih-bersih. Lalu, satu jam kemudian, saya diajak meluncur ke masjid itu lagi.
Jangan dibayangkan, masjid di Jepang sama dengan Indonesia. Tentu sangat berbeda, baik dari jumlah jamaah maupun bentuk bangunannya. Kalau kita lihat bangunan masjid lantai tiga di Jepang, tentu sudah sangat luar biasa. Sebagian masjid masih kontrak—seperti Masjid Kabukico di Tokyo. Kami langsung berbuka puasa ketika jam menunjukkan pukul 6 Jepang.
Kami ramai-ramai buka puasa. Seru sekali. Dua ratus lebih orang datang menjadi jamaah masjid malam minggu tersebut. Antrian memanjang mengambil buka puasa. Namun untuk sholat maghrib, kami harus menunggu jamaah. “Insyaallah satu jam lagi mereka sampai. Mereka dalam perjalanan dua jam ke sini”, kata Mas Jimmy, Ketua MWCI NU Nagano Jepang.
Akhirnya datang juga. Belasan orang Perempuan datang ramai-ramai ke masjid. Barulah kami sholat berjamaah Maghrib dan dilanjutkan dengan sholat Isya dan tarawih. Beberapa kali mengimami sholat, saya diminta menunggu jamaah yang umumnya satu hingga dua jam satu kali jalan. Berdirinya masjid-masjid baru di Jepang menambah jumlah masjid-masjid yang selama ini telah memberikan warna tersendiri dalam keanekaragaman masyarakat Jepang. Bagi muslim Jepang, masjid bukan hanya tempat ibadah, namun juga oase spritual yang mengisi kegersangan batin muslim diaspora di Jepang.
Kalau Anda ke Jepang, sempatkan untuk ‘beritikaf’ atau sekedar sujud syukur di masjid-masjid Jepang seperti Masjid Ueno Okachimachi (Tokyo), Masjid Camii (Tokyo), Kobe Muslim Mosque (Masjid Kobe), Masjid Ibaraki Osaka (Osaka), Masjid Nagoya (Nagoya), Masjid Hira Gyotoku (Gyotoku), Masjid Fujikawaguchiko (Gunung Fuji) dan masjid lain.
Selain masjid, kita juga mudah menemukan musholla (praying room) yang di fasilitas publik seperti bandara, stasiun, dan lain sebagainya. Termasuk di restoran-restoran khususnya yang berbasis halal food juga disediakan musholla.
Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025
Masih jengkel dengan orang-orang yang juga menjajah Indonesia ya? Jepang, Belanda dan Portugis adalah para penjajah. Sejak kecil kita diajarkan untuk ‘membenci’ para penjajah ini. Saya bisa memahami bagaimana kita umumnya jengkel pada penjajah. Hanya, kita harus belajar bagaimana Jepang menjadi negara besar.
Mereka yang hidup dan bekerja di Jepang harus terbiasa hidup displin. Tak ada korupsi waktu di negeri sakura. Inilah satu alasan mengapa Jepang maju pesat dalam berbagai bidang. Mereka membangun negerinya dengan etos kerja yang baik.
“Mereka kerja on time. Bahkan, pulang lebih lama dari jam yang ditentukan”, kata Cak Anas pada saya menceritakan bagaimana orang Jepang tidak pernah korupsi waktu. Bahkan, yang ada malah menambah waktu.
Setidaknya, ada lima etos kerja yang digunakan orang Jepang. Lima prinsip ini adalah kaizen, bushido, meishi kokan, keishan, dan ganbatte.
Pertama, kaizen berarti pengembangan dan perbaikan yang terus menerus. Orang Jepang menggunakan Kaizen dalam pekerjaan maupun kepribadian. Kaizen digunakan melalui beberapa tahap antara lain: membuat standar (standardize), ukuran (measure), membandingkan dengan ukuran (compare), melakukan inovasi (innovate), menciptakan standar baru (standardize) dan mengulang-ulang (repeat).
Kedua, bushido. Bushido adalah prinsip dan etos kerja seorang ksatria. Meski identik dalam perang, prinisp dalam Bushido ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kegigihan (kennin), keyakinan diri sendiri (shinnen), kebijaksanaan (shinco), keadilan dan kebenaran (seigi), perbuatan baik (jizen) dan optimisme (kibo).
Ketiga, kaishan. Hampir mirip dengan keizen, Keishan adalah prinsip yang menekankan pentingnya perubahan dan peningkatan yang konsisten dalam bekerja. Namun, fokus dari keishan adalah pada kreativitas daya inovasi, dan juga produktivitas. Dari sini, makanya inovasi di negeri Sakura ini menjadi harga mati.
Keempat, ganbatte. Ganbatte berarti tetap semangat atau melakukan yang terbaik. Orang-orang di Jepang sudah terbiasa dengan berbagai kegiatan yang menantang dalam hidupnya. Sejak berada bangku sekolah, mereka terbiasa dengan tugas, tes dan juga kompetisi. Mereka akan ‘habis-habisan’ menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.
Dan kelima, meishi kokan. Ketika bertemu dengan orang lain, orang Jepang akan memulai dengan bertukar kartu nama. Dengan kartu nama ini, mereka akan mendapat banyak informasi. Selanjutnya, dengan informasi ini, mereka akan melanjutkan dengan bisnis. Artinya, dengan kartu nama tersebut, hubungan dengan manusia lain dibangun.
Kelima prinsip ini yang membuat orang Jepang pada umumnya menjadi pekerja keras yang tangguh. Mereka juga disiplin dalam hidupnya. Selain itu, prinsip-prinsip ini yang membuat mereka berintegritas. Inilah yang saya lihat langsung dari keseharian orang jepang yang beretos kerja tinggi, displin dan berintegritas.
Kalau anda melihat negara Jepang modern dengan teknologi yang super canggih, gedung tinggi pencakar langit, produser mobil terbesar dunia, dan sebagainya maka lihatlah lima spirit yang melatarinya. Tanpa ini, nonse Jepang bisa cepat maju seperti yang kita lihat sekarang.
Apalagi sejak Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Amerika dan para sekutunya pada tahun 1945 yang silam.
Namun, mereka bangkit dengan cepatnya. Prinsip hidup ini yang mereka pegangi. Prinsip ini juga yang mempercepat mereka mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa di dunia. Sehingga, kita bisa melihat sekarang tentang kemajuan negara Jepang di dunia.
Pimpinan Cabang (PC) Fatayat Nahdlatul Ulama Kabupaten Jember bekerja sama dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur menyelenggarakan Sarasehan Kesehatan bertajuk “Green Lifestyle for Healthy Living” pada Ahad (27/07/2025).
Acara yang berlangsung di Padepokan H. Arum Sabil, Tanggul, Jember ini dihadiri sekitar 207 peserta dari 26 Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat NU se-Kabupaten Jember.Ketua PC Fatayat NU Jember, Nurul Hidayah, S.Pd.I, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya penguatan komitmen Fatayat terhadap isu-isu lingkungan dan kesehatan.
“Acara ini merupakan bentuk komitmen PC Fatayat NU Jember dalam kegiatan lingkungan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya tanggung jawab individu terhadap sampah masing-masing sebagai bentuk kesadaran ekologis sehari-hari.
Kegiatan dimulai sejak pukul 07.30 WIB dengan pembacaan istigosah yang dipimpin oleh Ilma Nabila Islamiah, S.K.M., dilanjutkan pembacaan qiraat dan sholawat Nahdliyah oleh Sahabat Dina dari PAC Balung. Peserta bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya, Syubbanul Wathon, dan Mars Fatayat NU yang dipandu oleh Muhimatul Lailiya, S.Pd.
Selain sambutan dari Ketua PC Fatayat NU Jember, acara juga diisi sambutan dari Ketua HKTI Jawa Timur, H.M. Arum Sabil. Keduanya mengapresiasi peran Fatayat NU sebagai pelopor gerakan perempuan yang menyatukan nilai spiritual dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Sarasehan menghadirkan tiga narasumber yang memberikan pemaparan dari berbagai perspektif. Dr. Azizah, S.H., M.Kes menjelaskan pentingnya adaptasi terhadap perubahan iklim oleh individu dan komunitas.
Dilanjutkan oleh dr. Hj. Faida, MMR yang membahas pola makan sehat berbasis nabati sebagai penunjang keseimbangan tubuh dan lingkungan.
Sesi ditutup oleh Prof. Dr. M. Noor Harisuddin, M.Fil.I yang menegaskan bahwa menjaga lingkungan adalah wujud keimanan dan tanggung jawab spiritual.
Sarasehan dipandu oleh Faiqoh Nurul Hikmah, M.Si sebagai moderator dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung dinamis.
Setelah sesi diskusi, peserta menerima penjelasan mengenai pembuatan eco-enzyme dan konsep urban gardening sederhana dari H.M. Misbahus Salam, M.Pd.I dan Dr. Ir. Mahfudz Muchtar, M.P.
Peserta tampak antusias mencoba langsung cara-cara sederhana yang bisa dilakukan di rumah untuk mengolah limbah dapur dan memanfaatkan lahan sempit menjadi sumber pangan sehat.
Sebagai penutup diisi dengan penandatanganan Deklarasi Komitmen “Fatayat NU Go Green” sebagai simbol tekad untuk menjalankan gaya hidup ramah lingkungan dan meneruskan semangat perubahan di komunitas masing-masing.
Acara kemudian ditutup dengan sesi foto bersama dalam suasana hangat dan penuh semangat. (Fita/red)
*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025
“Saya ini orang nakal kiai. Bapak saya menghilang waktu saya kecil”, kata Cak Anas –demikian orang biasa memanggilnya–dalam perjalanan Kota Tokyo ke Koga, 1 Maret 2025. Di masa modern ini, masih ada cerita tentang orang menghilang. Cak Anas menggunakan bahasa Jawa halus, meski asli orang Madura. Saya bertiga bersama Gus Gazali dan Cak Anas—demikian orang-orang memanggilnya. Orang di jagad medsos pasti kenal dengan Cak Anas. Seorang petani sukses asal Indonesia di Jepang.
Nama lengkapnya Yuanas. Usianya 44 tahun. Asalnya Lumajang. Kini, ia menjadi orang Jepang dengan 35 hektar sawahnya. Sebelum menikah, Yuanas adalah sorang surfing instruktur di Denpasar Bali. Mujur, ia bertemu orang Jepang bernama Ichisawa Chikako. Yuanas lalu menikah dengan gadis Jepang pujaan hatinya tersebut. Hasil pernikahannya, Yuanas memiliki empat anak; Sakura Asmaul Husna (13 tahun), Dewa Amar Makruf Nahi Mungkar (11 tahun), Musashi Pranaja Fathul Muslim (9 tahun) dan Kharen Sekar Arum Janatul Balqis (5 tahun).
“Saya sebetulnya ngefans dengan orang Rusia yang cantik-cantik, tapi ndak apa-apa. Dapatnya orang Jepang”, katanya sambil tertawa.
Selama lima belas hari di Jepang, saya mondar-mandir diantar Cak Anas. Karena diantara pengurus PCI NU Jepang yang mobile, adalah beliau. “Pokoknya untuk para kiai NU, saya insyaallah berangkat”, katanya. Dua hari menjelang pulang ke Indonesia, saya diajak ke rumah Cak Anas. Kebetulan ada KH. Ulil Abshar Abdalla (Ketua PBNU) dan Ning Ienas, putria Gus Mus. Kami berangkat ke lokasi sawah Cak Anas berempat.
“Dulu saya hanya punya berapa hektar. Alhamdulillah, kini sudah memiliki 35 hektar”, kata Cak Anas pada kami. Dia menunjukkan lokasi persawahannya. Seperti maklum, di Jepang, sawah hanya digunakan satu kali dalam setahun. Namun, hasilnya jangan tanya: mengalahkan panen di Indonesia yang dua atau tiga kali dalam setahun. Keren, kan.
“Ini tempat pembibitannya”, kata Cak Anas pada kami bertiga. Tempat pembibitan ditutup rapat dalam pastik seperti layaknya pembibitan di Indonesia. Kami bertiga juga diajak ke gudang Cak Anas. Lokasinya tidak jauh dari persawahannya. Di sana, kami semua takjub. Semua teknologi modern pertanian ada disini.
“ Kalau musim panen, hasil panen kami dalam satu hari sudah menjadi beras. Semua diproses di sini”, kata pria yang tinggal di Shibuicou 236 Kota Mito prefekter Ibaraki Jepang. Bandingkan dengan Indonesia. Dari hasil panen hingga jadi beras, kita membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan satu bulan lebih.
Teknologi pertanian Jepang sangat canggih. Sedemikian canggihnya, anak kecil dapat menggunakan mesin pertanian dengan baik. “Anak saya yang berumur 9 tahun saja, dapat menggunakan mesin. Silahkan cek di you tube saya,” kata Cak Anas.
Saya tidak melewatkan momen bersama Cak Anas dengan baik. Saya dan Gus Ulil serta Ning Ienas bersama-sama mengambil video kisah sukses Cak Anas langsung di lokasi gudangnya. Dialog itu hampir setengah jam dan di-upload di akun you tube Gus Ulil.
Lalu bagaimana Cak Anas bisa sukses secepat itu ? Cak Anas juga bercerita pada kami bagaimana meraih sukses. “Kami pakai teknologi modern. Saya kira, orang Indonesia bisa belajar ke sini. Saya siap. Mereka bisa belajar enam bulan atau satu musim”, kata Cak Anas pada kami. Rumah Yuanas siap menjadi tempat domisili orang Indonesia yang belajar pertanian di Jepang.
Tapi tidak hanya teknologi pertanian modern Jepang, namun juga karena kegemaran sedekah Cak Anas. “Saya juga sering bersedekah. Satu hektar sawah hasilnya saya sedekahkan untuk panti jompo. Orang Jepang heran”, akunya. Orang Jepang terheran-heran. Karena ada orang Indonesia bersedekah sebanyak itu ke panti jompo. Cak Anas membuat gempar seantero Jepang. Tak butuh waktu lama Cak Anas menjadi terkenal. Ia terkenal bukan hanya ia petani sukses namun karena ia mensedekahkan hasil panennya begitu banyak untuk orang-orang Jompo.
Sesungguhnya, terdapat banyak variabel sebagai petani sukses. Misalnya yang tak terlihat adalah hubungan Cak Anas yang harmonis dengan alam. “Ketika menanam, saya bilang ke burung yang terbang dan tikus yang hidup di sawah. Wahai burung dan tikus; Jika ini rezeki saya, jangan kau makan. Tapi jika ingin makan, maka makanlah secukupnya”, tuturnya.
Justru inilah menariknya. Di tengah pertanian modern ala Jepang, Cak Anas masih menggunakan kearifan lokal yang diajarkan Islam. Kearifan untuk menselaraskan manusia (mikro kosmos) dengan alam (makro kosmos). Sehingga ia menjadi sukses menaklukkan negeri Jepang.
*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025
Koga di prefektur Ibaraki Jepang bukan hanya menarik karena masjid NU-nya, namun juga menarik karena Pesantren NU at-Taqwa. Ya. Namanya Pesantren NU at-Taqwa. Saya lebih senang menyebutnya dengan ‘Pesantren Internasional NU at-Taqwa’. Mengapa? Karena ini pesantren secara di bawah PCI NU Jepang. Ownernya adalah PCI NU Jepang. Satu hal lagi, pesantren ini berada di luar negeri Jepang sehingga kita layak menyebutnya pesantren internasional.
Seminggu setelah sampai di Koga, saya diajak ke Pesantren NU at-Taqwa. Saya dua kali diajak beberapa pengurus NU ke pesantren ini. Lokasinya berada di tengah sawah. Lumayan agak jauh dari pemukiman penduduk. Bangunan pesantren NU at-Taqwa disesuaikan dengan gaya arsitektur Jepang pada umumnya.
Pesantren ini berjarak hampir 7 km atau 10 menit dari Masjid NU at-Taqwa Koga. Pesantren ini dibangun di atas tanah seluas 911 meter persegi. Bangunan dan lahan pesantren menghabiskan dana 7,822,060 yen. Pada tanggal 4 Mei 2024, Dubes RI di Jepang, Heri Akhmadi meresmikan pesantren pertama di Jepang ini. KH. Masyhuri Malik, KH. Miftah Faqih, dan Dr. KH. Moh. Faisal serta lima orang rombongan lainnya dari PBNU ikut menyaksikan peresmian ini di Koga Jepang.
Selain memiliki halaman luas, bangunan pesantren megah berdiri kokoh. Ada ruang pertemuan ber AC, 1 kamar tidur, 1 dapur, 2 toilet dan 1 kamar mandi serta beberapa kran wudlu. Selain itu, ada panggung pementasan, gudang, halaman yang luas. Juga parkirnya luas sekali. Dalam kamar mandi terdapat air panas. Jika Anda ke Jepang khususnya saat musim dingin, pastikan menggunakan air panas.
Dulu banyak orang Jepang masih tidak suka dengan pesantren. Ketika awal membangun pesantren misalnya, orang Jepang banyak juga yang usil. “Kaca pesantren pecah. Beberapa orang merusak perkakas seperti kipas angin, meja, kursi, atap, dan dapur. Lalu kami lapor pada kepolisian. Akhirnya, berhenti dan aman hingga sekarang”, kata Gus Gazali, pengasuh Pesantren NU at-Taqwa yang juga Ketua PCI NU Jepang.
Lalu apa saja kegiatan pesantren NU at-Taqwa? “Kita sering sholawatan di sini, “ kata Gus Gazali pada saya, Dalam setahun, sudah tiga kali diadakan kegiatan besar di sini. “Festival hadrah dan sholawatan di sini”, lanjutnya. Dalam festival hadrah, MWCI NU se Jepang ikut berpartisipasi. Sehingga orang tumpek brek di sini. Keren ya. Di negeri Sakura ada festival hadrah. Tentu bukan hal yang mudah.
Untuk meramaikan acara festival, maka dibuka bazar dengan stand-stand, Stand ini membayar konstribusi pada panitia. “Ada 10 stand yang berbayar dan hasilnya dapat digunakan untuk mensupport penyelenggaraan acara” , kata Kang Dayat, Ketua MWCI NU Ibaraki Jepang. Walhasil, semua berjalan semarak. Apalagi acara berlangsung hari minggu dimana orang NU Jepang libur. Ramai dan seru.
Bagaimana di negeri ‘tidak beragama’ dibolehkan acara keagamaan di pesantren ini? Tentu, ijin pada pihak yang berwenang adalah sebuah kewajiban. “di Jepang kita tidak boleh gaduh. Maka acara seperti kita ini harus ijin pada pihak kepolisian”, kata Gus Gazali pada kami.
Kini, pesantren NU at-Taqwa telah rutin mengadakan TPQ untuk anak-anak. Ada 17 anak yang resmi menjadi santri TPQ NU at-Taqwa. Setiap akhir pekan, mereka mengaji al-Qur’an di Pesantren NU at-Taqwa. Para pengajar berasal dari PCI NU Jepang. Misalnya Alnus Meinata, Ibu ade dan lain sebagainya.
“Mereka bukan hanya mengaji al-Qur’an, namun juga diajari aswaja sejak kecil”, lanjut Gus Gazali pada kami. Di tengah Pendidikan Jepang yang mengabaikan agama, pesantren NU at-Taqwa hadir menjadi oase pendidikan keagamaan berbasis nilai-nilai keaswajaan. Kelak, anak-anak ini yang akan meneruskan perjuangan menancapkan bendera aswaja di bumi Sakura.
Pengurus PCI NU Jepang berharap pesantren ke depan lebih maju. Misalnya ada pendidikan formal kerja sama dengan KBRI Tokyo. Sehingga terasa benar manfaat pesantren ini pada masyarakat NU di Jepang. Meski hal demikian tidak mudah, karena umumnya anak-anak orang NU di Jepang sudah berada di sekolah formal Jepang.
Salah satu tema yang dibahas dalam acara Konfercabis III PCI NU Jepang pada 13-15 September 2025 ini adalah keberlanjutan pesantren. Bagaimana legacy yang luar biasa ini dapat diteruskan oleh para pengurus selanjutnya. Bahkan menjadi legacy yang lebih maju di masa-masa yang akan datang. Semoga.
Jember – Suasana haru dan khidmat menyelimuti halaman Pondok Pesantren Darul Hikam Putra Ajung pada Kamis sore (24/7), saat Lembaga Zakat dan Wakaf (Lazawa) Darul Hikam menggelar kegiatan Santunan Anak Yatim sekaligus Launching Majelis Taklim Padang Ati. Acara yang dimulai selepas Ashar itu dihadiri oleh 20 anak yatim beserta para pendamping nya, pengurus Lazawa Darul Hikam, Kepala Dusun Klanceng, para mahasantri, serta perwakilan donatur.
Ketua panitia kegiatan, M. Irwan Zamroni Ali, S.H., M.H., CWC. dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kasih sayang dan kepedulian nyata terhadap anak-anak yatim.
“Ini adalah ajaran langsung dari Rasulullah SAW, yang selalu memuliakan anak yatim. Kita percaya bahwa berbagi bukan hanya mempererat tali persaudaraan, tapi juga menjadi wasilah untuk membuka pintu-pintu rezeki dan keberkahan,” ujarnya penuh semangat.
Irwan juga menambahkan bahwa Lazawa Darul Hikam senantiasa hadir di tengah-tengah anak yatim, tidak hanya di momentum seperti ini. “Seperti bulan Ramadan lalu, kami mengajak anak-anak yatim belanja baju lebaran di Roxy Square Jember. Kami ingin mereka merasakan kebahagiaan yang sama seperti anak-anak lainnya,” tuturnya.
Direktur Lazawa Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC., dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung program ini. “Terima kasih kepada para donatur yang telah mengulurkan tangan. Semoga Allah memudahkan rezeki Anda, melancarkan urusan, memberi kesehatan dan keberkahan hidup,” ungkapnya dengan tulus.
Prof. KH. Haris juga memberikan motivasi langsung kepada anak-anak yatim yang hadir. “Adik-adik semua, jangan pernah merasa kecil atau minder. Masa depan kalian ada di tangan kalian sendiri. Teruslah belajar, semangat, dan jangan bergantung pada siapa pun selain Allah SWT. Kunci kesuksesan itu ada pada kerja keras dan doa,” Ujar Prof. KH. Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember.
Dalam kesempatan tersebut, beliau juga secara resmi meluncurkan Majelis Taklim Padang Ati, sebuah forum dakwah yang akan menjadi media syiar Islam baik di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.
“Majelis ini insyaallah akan menjadi cahaya dakwah. Seperti yang sudah kami lakukan di Jepang, Belanda, Jerman, Australia, Selandia Baru, Hongkong, Malaysia, Taiwan dan beberapa negara lain, kini kami hadir kembali untuk memperkuat basis dakwah khususnya di tanah air,” terang Prof. KH. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.
Rangkaian acara ditutup dengan pembacaan Yasin dan Tahlil secara bersama-sama, yang berlangsung dalam suasana penuh khidmat dan kekeluargaan. Para peserta tampak larut dalam kekhusyukan doa, menyatukan harapan agar anak-anak yatim mendapat tempat terbaik dalam kehidupan, serta agar Majelis Taklim Padang Ati menjadi wasilah tersebarnya nilai-nilai Islam yang damai dan rahmatan lil ‘alamin.
Kegiatan ini menjadi salah satu bukti nyata peran strategis Lazawa Darul Hikam dalam membina generasi muda, memperkuat solidaritas sosial, dan menyemai nilai-nilai keislaman dalam kehidupan masyarakat.
JAKARTA | duta.co —Seleksi wawancara Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) Kemenag Tahun 2025, telah memasuki hari terakhir. Wawancara telah dimulai sejak 14 Juli hingga 23 Juli 2025 dan diikuti oleh 3.900-an calon awardee.
Seleksi wawancara terakhir dikhususnya untuk Program S1 Dalam Negeri. Sebelumnya telah dilakukan wawancara Program S1, untuk program Beasiswa Santri Prestasi (PBSB), dan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (PUSPENMA) Sekretariat Jenderal Kemenag RI, Ruchman Basori di tengah memantau pelaksanaan seleksi wawancara di Pusdiklat Keagamaan Ciputat, (23/07).
Doktor Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini menerangkan bahwa program layanan beasiswa S1 Dalam Negeri, merupakan program yang distingtif, yang tidak ada pada layanan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kemenkeu.
Ruchman menegaskan layanan beasiswa S1 penting dilakukan karena keluarga besar Kementerian Agama memiliki calon mahasiswa didikan Madrasah Aliyah, Pendidikan Diniyah Formal Ulya, Mu’adalah Tingkat Ulya dan sederajat yang cerdas dan pintar, namun mengalami keterbatasan ekonomi.
“BIB diberikan kepada orang yang pintar dan cerdas, bukan semata-mata anak-anak yang kurang mampun secara ekonomi, sehingga dapat studi pada perguruan tinggi terbaik di negeri ini”, terang Ruchman.
Di hari terakhir ini Ruchman mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pewawancara dari akademisi dan profesor dari Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) se-Indonesia. Juga Tim Liasion Officer (LO) yang bertugas mulai dari pagi hingga malam.
Ruchman Basori berharap, seleksi BIB tahun 2025 nantinya mampu menjaring calon awardee yang berkualitas, cerdas intelektual dan luhur karakternya. “Belasan ribu orang telah mengambil kesempatan beasiswa ini dan 3.900-an telah melakukan wawancara, saatnya berdoa untuk yang terbaik”, katanya.
Giat wawancara didampingi langsung oleh para Ketua Tim Puspenma, Siti Maria Ulfa, Amiruddin Kuba, Sendy Tria Santoso, Hendro Dwi Antoro dan Kasubbag TU, Sri Agustin Maswidaniyah. (Hps)
Sumber : https://duta.co/hari-terakhir-seleksi-wawancara-bib-kemenag-sasar-calon-awardee-s1-dalam-negeri
Penulis: Prof. Dr. Komarudin, M.Si* *Rektor Universitas Negeri Jakarta dan Ketua Umum HISPISI
Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA PMII) yang dinakhodai Fathan Subchi, Anggota 6 BPK RI, baru-baru ini dikukuhkan, tepatnya pada tanggal 13 juli 2025 di Hotel Bidakara Jakarta. Momentum ini tentu saja bukan sekadar seremonial belaka. Lebih dari itu, ia menjadi penanda penting: sebuah momentum konsolidasi kekuatan strategis kaum intelektual muda Nahdliyyin dalam mengarahkan ulang arah perjalanan bangsa. Momentum ini juga menjadi penting dalam situasi bangsa yang menghadapi kompleksitas multidimensi — dari tantangan demokrasi elektoral termasuk sistem kepartaian di dalamnya, krisis etika kepemimpinan, hingga transformasi ekonomi global. Ringkasnya, pengukuhan PB IKA PMII bukan hanya sebagai simpul silaturahmi alumni, melainkan sebagai episentrum perubahan sosial-politik berbasis nilai untuk kemajuan bangsa.
Jika dilihat secara historis, PMII lahir 17 April 1960 di tengah dinamika perjuangan mahasiswa dan kekuatan Islam progresif yang berusaha menyeimbangkan antara nilai keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Sebagai organisasi kader, PMII mengedepankan trilogi nilai: Independen, Intelektual, dan Moderat, yang sejak awal menjadi pembeda dibanding organisasi mahasiswa lainnya. Selanjutnya, IKA PMII kemudian dibentuk untuk merajut kembali jaringan alumni lintas generasi, memperkuat sinergi antar angkatan, serta memfasilitasi kontribusi nyata alumni PMII di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
Harus diakui, IKA PMII hari ini bertransformasi laksana jaringan raksasa. Pengurus dan anggotanya tersebar di berbagai posisi strategis: dari pemerintahan pusat hingga daerah, parlemen, kampus, ormas, media, hingga dunia usaha. Di tengah krisis integritas dan defisit kepemimpinan transformatif, keberadaan figur-figur alumni PMII dengan integritas, wawasan kebangsaan, serta militansi sosial-politik menjadi sangat relevan. Tidak sedikit tokoh nasional yang berasal dari rahim PMII: menteri, kepala daerah, birokrat, akademisi, hingga tokoh lintas agama dan profesi. Hal ini menunjukkan bahwa IKA PMII bukan sekadar organisasi alumni, tetapi simpul intelektual-kultural yang memiliki kapasitas besar untuk memengaruhi arah pembangunan nasional.
Peran Strategis
Dalam konteks Indonesia saat ini yang sedang memasuki fase krusial menuju Indonesia Emas 2045, peran PB IKA PMII menjadi penting. Visi Indonesia Emas 2045 ini mengandung empat pilar utama, yaitu pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan ketahanan nasional serta tata kelola pemerintahan yang baik (Bappenas, 2019). Dalam konteks ini, organisasi seperti PB IKA PMII tidak bisa hanya menjadi penonton. Peran historis dan ideologis yang dimilikinya memberi dasar kuat bagi IKA PMII sebagai kelanjutan dari PMII untuk berkontribusi strategis dalam mengawal serta mewujudkan visi tersebut.
Beberapa peran strategis IKA PMII dan tentunya PMII guna mengawal pencapaian visi Indonesia Emas 2045 di antaranya: Pertama, menjadi kawah candradimuka kepemimpinan progresif-transformatif. PMII berperan penting dalam mencetak kader-kader bangsa yang memiliki tiga karakter utama: intelektual, religius, dan nasionalis. Sebagai kawah candradimuka, PMII mengembangkan nalar kritis dan kepekaan sosial kadernya melalui tradisi diskursus, advokasi, dan kaderisasi berjenjang. Hal ini sangat relevan untuk menyiapkan pemimpin transformatif yang dibutuhkan Indonesia masa depan (Azra, 2021). Banyak alumni PMII kini menduduki posisi penting di pemerintahan, akademisi, hingga dunia usaha. Jaringan ini — yang terintegrasi dalam IKA PMII — merupakan modal sosial dan politik yang besar jika dikelola dengan semangat kolaboratif dan integritas kebangsaan.
Kedua, menjadi penjaga nilai moderasi, etika publik dan keberagaman. Dalam konteks kebangsaan yang kerap terancam polarisasi dan radikalisme, IKA PMII berperan sebagai penjaga nilai Islam moderat dan pluralis. IKA PMII konsisten dengan garis pemikiran ahlussunnah wal jama’ah yang mendukung sistem negara Pancasila dan demokrasi konstitusional (Hefner, 2000). Hal ini sangat penting mengingat keberhasilan Indonesia Emas tak hanya ditentukan oleh kekuatan ekonomi, tetapi juga oleh kohesi sosial dan stabilitas politik. IKA PMII dapat berperan sebagai pengawal etika publik dan pendorong akuntabilitas kekuasaan. Di tengah krisis kepercayaan terhadap institusi negara, suara mahasiswa dan alumni PMII yang kritis namun konstruktif menjadi kebutuhan demokrasi.
Ketiga, agen transformasi sosial dan literasi kritis. PMII memiliki basis kuat di kampus, tempat lahirnya gagasan-gagasan perubahan. Dengan memanfaatkan potensi digital, PMII dapat menjadi agen literasi politik, ekonomi, dan teknologi untuk generasi muda. Sebagaimana ditegaskan oleh Castells (2009), kekuatan sosial baru lahir dari aktor-aktor yang mampu mengartikulasikan pengetahuan dan jaringan — dan PMII berada dalam posisi strategis untuk hal itu. Melalui gerakan advokasi dan pemberdayaan, PMII juga bisa mengawal pembangunan dari bawah, menyuarakan kepentingan kelompok marginal, dan mendorong kebijakan yang inklusif. Tentu peran-peran tersebut terus berlanjut dilakukan oleh IKA PMII baik yang berbasis di kampus maupun luar kampus.
Keempat, sinergi strategis dengan IKA PMII. Sebagai simpul alumni, IKA PMII memiliki potensi besar untuk menjembatani dunia aktivisme dan pengambilan kebijakan publik. Dengan mengintegrasikan energi kader muda dan pengalaman alumni di berbagai sektor, IKA PMII dapat mengembangkan ekosistem kolaboratif untuk mendorong good governance, reformasi birokrasi, penguatan ekonomi rakyat, hingga pengembangan pendidikan berbasis karakter. IKA PMII dapat bertransformasi menjadi mitra strategis pemerintah, baik di pusat maupun daerah, guna memastikan bahwa pembangunan nasional sejalan dengan cita-cita keadilan sosial dan kemandirian bangsa.
Energi Kolektif
Visi Indonesia Emas 2045 bukan hanya cita-cita teknokratis, tapi merupakan amanat peradaban. Ia membutuhkan energi kolektif dari semua elemen bangsa — terutama kelompok intelektual muda yang progresif, religius, dan nasionalis. Dalam konteks ini, PMII dan IKA PMII memiliki posisi yang tidak tergantikan. Dengan seluruh daya dan potensi tersebut, PMII dan IKA PMII tidak boleh hanya menjadi pelengkap dalam narasi besar bangsa. Mereka harus tampil sebagai aktor sejarah — penentu arah dan pengawal moral perjalanan bangsa menuju masa depan. Bukan semata mewarisi sejarah panjang gerakan mahasiswa, tetapi juga mewujudkan legacy baru untuk Indonesia yang lebih beradab, berkeadilan, dan berkemajuan. Dengan memperkuat kaderisasi, menghidupkan tradisi intelektual, membangun etika kepemimpinan, dan memperluas jaringan kolaborasi lintas sektor, peran strategis PMII dan IKA PMII dapat direalisasikan. Inilah waktunya. Semoga.
*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025
Jika anda aktivis NU, jangan lewatkan mengunjungi Kota Koga. Koga adalah kota yang berada di bawah prefektur (propinsi) Ibaraki. Jarak Tokyo ke Koga sekitar 80 km atau kurang lebih satu jam setengah perjalanan. Ketika datang ke Jepang, dari Tokyo, saya langsung disambut Gus Gazali dan Cak Yuanas menuju Koga. Malam pertama di Jepang, saya menginap di Koga.
Koga adalah “Jombang-nya Jepang”, kata Kiai Zahrul yang juga mustasyar PCI NU Jepang. Kiai Zahrul –yang nama lengkapnya Muhammad Zahrul Muttaqien — bekerja sebagai Atase Kehutanan di KBRI Tokyo mulai 2022 hingga 2025. Di Koga-lah, pusat kegiatan NU di Jepang bertumpu. Oleh karenanya, Kiai Zahrul menganalogikan Koga dengan Kota Jombang.
Seperti kita tahu, Jombang menjadi ‘kota legendaris NU’ karena Rois Akbar PBNU, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari tinggal di kota tersebut. Di Jombang, banyak lahir tokoh-tokoh nasional berlatar belakang NU seperti KH. Wahid Hasyim, Gus Dur, Cak Nun, dan sebagainya. NU di Jombang, jangan ditanya.
Masjid NU at-Taqwa berdiri megah di Koga. Masjid luas nan menawan tidak kelihatan kalau dilihat dari luar. Masjid ini dapat menampung kurang lebih 1000 jamaah. Di samping depan masjid tertulis “Masjid NU at-Taqwa Koga Ibaraki”. Halaman masjid ini juga lumayan luas.
Masjid ini dibeli secara gotong royong oleh warga NU. Penyematan masjid dengan kata “NU” membutuhkan keberanian dan effort sendiri yang tidak mudah. Pak Bubun, –orang masjid biasa memanggilnya– sesepuh yang juga pendiri masjid ini bercerita panjang tentang history masjid. “Meski banyak tantangan, akhirnya pada tahun 2021 masjid ini resmi dibuka oleh Dubes RI di Tokyo, Heri Akhmadi”, kata Pak Bubun yang nama aslinya adalah Rohibun dalam bincang santai menjelang buka puasa di Masjid NU at-Taqwa. Selain pendiri, Pak Bubun juga menjabat sebagai Ketua DKM Masjid NU at-Taqwa (2021-2023). Ketua DKM selanjutnya adalah mas Eko untuk masa bakti 2023-2025.
Saya menginjakkan kaki pertama di masjid keren ini jam 12.00 malam waktu Jepang. Ya, saya sampai di Jepang 1 Maret 2025, satu hari menjelang Ramadlan 1446 H. Di sinilah berbagai aktivitas NU digerakkan. Dari sini pula, aktivitas NU di seantoro Jepang dikoordinasikan.
Dalam masjid, selain ada tempat jamaah laki dan perempuan, juga tersedia ruang dapur yang memadai. Makanan buka dan sahur selama Ramadlan berada di tempat ini. Ruangan masjid yang semuanya ber-AC. Di ujung ruangan terdapat kamar mandi dan toilet yang semuanya pakai digital. Toilet serba digital berbahasa Kanji Jepang. Di luar masjid, terdapat kran wudlu dua macam; air panas dan air dingin. Masjid ini memiliki lantai dua yang berisi kamar-kamar. Di depan kamar-kamar, terdapat ruang tamu dan ruang meeting PCI NU Jepang. Semua ruangan dan halaman masjid bersih dan tertata rapi.
Berbagai pelatihan –misalnya PDPKP NU—yang diselenggarakan PCI NU Jepang ditempatkan di Masjid NU at-Taqwa. Pengurus PBNU yang juga nara sumber seperti KH. Masyhuri Malik, KH. Dr Faishal, dan sebagainya hadir di tengah-tengah para pengurus NU yang tersebar di seluruh Jepang. “Mereka semua menginap di sini, Prof”, lanjut Gus Gazali sembari menunjukkan lantai dua pada saya.
Saya mengacungi jempol segenap pengurus PCI NU Jepang yang dikomaandani Gus Gazali. Tidak tanggung-tanggung. Di masanya, PCI NU Jepang memiliki 16 MWCI NU Jepang. Ini berarti sepertiga prefektur Negara Jepang.
“Semua MWCI NU-nya hidup. Para pengurus juga aktif berkegiatan, Prof. ”, kata Gus Gazali dalam diskusi ringan dengan saya.
Jika kita menengok data statistik, orang Indonesia di Jepang berjumlah 200.000 ribu lebih. Dari sini jumlah total muslimnya diperkirakan 151.095. Sementara, asumsi warga NU di Jepang berdasarkan survei LSI berjumlah 74.792 orang. Jumlah total orang Jepang sendiri pada tahun 2023 mencapai kurang lebih 125 juta orang.
Ketika keliling ke beberapa kota dan prefektur di Jepang, saya benar-benar melihat langsung kegiatan NU yang semarak dan tak pernah henti. Misalnya Hiroshima, Nagano, Nigata, Tokyo, Ibaraki, Bendo, Mihara, dan lain sebagainya. Jika NU di Indonesia bergerak itu biasa, tapi kalau NU di Jepang bergerak masif tentu luar biasa. Karena di negara Jepang, orang NU dituntut bekerja keras dan disiplin layaknya orang Jepang. Bayangkan, di sela-sela itu, mereka masih sempat mengurus NU. Kata mereka, ngalap berkah NU. Masya’allah.
Saat ini, PCI NU Jepang sedang merencanakan Konfercabis III pada 13-15 September 2025 tahun ini. Semoga berkah dan tambah jaya NU di Negeri Sakura. “Doanya Prof. Haris agar Konfercabis III PCI NU Jepang berjalan lancar”, kata Gus Gazali dalam sms-nya ke saya. Amin ya rabbal alamin.
*Direktur Womester, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025
Masih ingat Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang yang mundur dua bulan yang silam? Ya. Menteri Pertanian Kehutanan dan Perikanan Jepang Taku Eto. Ia mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 2025 tahun ini.
Menteri Taku Eto telah mendapatkan reaksi keras atas pengakuan kontroversialnya di depan publik . Ia hanya mengatakan bahwa dia tidak membeli makan beras di pasar. Lalu, sebelum diberhentikan Perdana Menteri Ishiba, Taku Eto memilih mundur.
Berapa banyak pejabat di Jepang yang mundur karena mereka punya budaya ‘malu’. “Malu adalah salah satu budaya yang mendarah daging pada masyarakat Jepang”, kata mas Jimmy yang tinggal di Nagano Jepang. Mas Jimmy –nama akrabnya Jimmy Ibrahim Ramadan–adalah Ketua MWCI NU Nagano Jepang. Dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang Jepang merasa malu kalau mereka melanggar norma di sana.
Mereka malu jika buang sampah sembarang. Orang Jepang malu kalau tidak disiplin. Orang Jepang malu kalau tidak mau antrian. Orang Jepang malu kalau berbohong. Orang Jepang malu kalau melakukan hal yang merugikan orang lain.
Pada level elitnya, para pimpinan Jepang juga memiliki budaya malu. Mereka malu jika tidak amanah dalam jabatannya. Mereka malu kalau tidak becus menjadi menteri. Mereka malu dan akan mundur kalau jadi menteri yang korup. Walhasil, mereka malu kalau melakukanjn moral hazard dalam sehari-hari mereka.
Dalam tradisi Jepang, budaya ini disebut dengan 文化atau haji no bunka. Budaya malu ini menjadikan orang Jepang selalu menjaga perilaku mereka dalam sehari-hari mereka. Mereka juga sebisa mungkin menghindari kesalahan. Budaya malu menggurita dalam hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Jepang.
Sejatinya, budaya malu di Jepang berakar dari ajaran Bushido (kode etik samurai). Nilai-nilai kesamuraian seperti kesetiaan, kehormatan dan keberanian terkait erat konsep malu. Kegagalan dan tindakan yang tidak sesuai etik, dalam tradisi Bushido, dapat menyebabkan rasa malu yang mendalam.
Selain ajaran Bushido, budaya malu juga berasal filsafat Konfusianisme. Dalam ajaran ini, budaya malu menekankan pentingnya hubungan harmonis dalam masyarakat dan juga hirarki. Ajaran ini berkontribusi dalam pembentukan budaya malu di Jepang.
Orang Jepang memiliki dua konsep malu, yaitu kouchi (malu umum) dan sichi (malu khusus). Kouchi muncul pada situasi dimana seseorang merasa merasa malu saat mendapatkan perhatian khusus baik berupa sindiran, teguran atau ejekan orang lain. Kouchi ini terjadi pada lingkungan masyarakat luas. Sementara sichi merasa malu yang hadir dalam diri sendiri akibat membandingkan dirinya dengan orang lain.
Orang Jepang akan berusaha keras menjaga reputasinya. Caranya, secara aktif mereka hidup penuh disiplin, pantang menyerah, mandiri dan berhati-hati dalam bicara. Sementara, cara menjaga reputasi (yang pasif) adalah dengan menjadikan budaya malu sebagai pegangan dan pedoman hidup bagi masyarakat Jepang.
Bagaimana dengan kita di Indonesia? Apa kata orang Indonesia pada menteri Jepang yang mundur tersebut?.
Bagi sebagian besar orang Indonesia, apa yang dilakukan Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang masih tak seberapa. Ia hanya ngomong asbun soal beras. Lihat para menteri dan pejabat di negeri kita. Jelas-jelas koruptor pun, masih terus bersikukuh dengan jabatannya. Aneh bin ajaib memang negeri ini. Mereka pejabat jalan-jalan keluar negeri habiskan uang negara juga tanpa malu.
Hakimnya juga tidak malu menerima suap atau gratifikasi. Para birokrat PNS tidak punya malu. Datang terlambat, bolos dan kegiatan lain yang mestinya bagi orang Jepang, membuat mereka merasa malu. Rakyat biasa tidak malu membuang sampah sembarangan di jalan. Tidak ada malu lagi nyerobot antrian di Bandara Udara Juanda. Tak malu berbuat onar di tengah jalan.
Islam mengajarkan kita untuk memiliki rasa malu. Rasulullah bersabda: al-hayau minal iman. (HR. Bukhari dan Muslim). Rasa malu adalah sebagian dari iman. Hadits Nabi Saw. ini benar-benar menjadi penjaga moral agar muslim tidak berbuat yang semau gue. Lalu, kalau masih banyak menteri tak becus di negeri ini yang tak mau mundur, lalu dimana letak salahnya? Ajaran Islamnya atau orangnya?.