Categories
Kolom Pengasuh

Nine Stars dan Misi Kemandirian NU Jepang

Oleh M Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu penopang kegiatan PCI NU dunia adalah usaha bisnis. Beruntung PCI NU yang sudah berjihad mandiri secara ekonomi melalui usaha bisnis. Misalnya PCI NU Malaysia yang memliki restoran makan di Kuala Lumpur. Dan PCI NU Jepang yang memiliki Nine Stars, sebuah badan usaha milik NU yang bertujuan untuk membangun kemandirian warga NU.

Nine Stars cukup keren. Meski baru didirikan awal tahun 2024, badan usaha ini meningkat pesat. Diantaranya adalah produksi bakso yang disebar di seluruh prefektur Jepang.

Adalah Ismail, CEO Nine Stars. Laki-laki asal Makasar pagi itu mengajak saya ke tempat produksi bakso Nine Stars. Hanya berjarak lima puluh meter dari masjid NU at Taqwa Koga. Saya langsung masuk ke ruang produksi bakso tersebut.

“Ini baksonya Prof. Kami distribusikan ke seluruh Jepang melalui jaringan NU kita”, kata Ismail pada saya.

Ketika saya tanya, apa bedanya dengan bakso Indonesia. ” Di sini nyaman dan lezat baksonya. Sama dengan Indonesia. Hanya bedanya ingredient disebut jelas dalam bungkus’, kata Ismail yang rajin ke masjid NU Koga.

Ada dua karyawan bakso Nine Stars yang tiap hari bekerja memproduksi. ” Sementara kami pekerjakan dua karyawan ini. Insyaallah akan tambah lagi ke depan “, kata Ismail.

Selain produksi bakso, Nine Stars juga menambah bisnis lain. Misalnya rental mobil karena banyak orang Indonesia yang berkunjung ke Jepang.

“Eman kalau tidak dimanfaatkan. Doanya semoga lancar “, kata Ismail pada saya.

Ada lagi bagian dari Nine Stars. Urusan bisnis vanding machine yang berisi makanan dan minuman instan yang diletakkan di depan masjid NU Koga.

“Ini pemberian Bank Indonesia. Lalu kita taruh disini sambil menjadi bisnis Nine Stars yang seluruh keuntungannya untuk mensupport kegiatan Masjid NU At Taqwa”, kata Ismail pada saya.

Ketua PCI NU Jepang, Gus Gazali berharap kemandirian NU menjadi fokus dari Nine Stars.

“Diharapkan selain mensejahterakan warga NU, juga menopang kegiatan NU di seluruh MWCI NU yang kini menyebar di 16 prefektur”, ujar Gus Gazali pada saya.

Saya lihat potensi Nine Stars akan menjadi besar di masa mendatang. Asal dikelola dengan manajemen yang transparan, amanah dan profesional. Semoga.

Wallahu’alam. ***

Categories
Berita

Wakaf Kursi Sholat Tembus Masjidil Haram, Aksi Keren Lazawa Darul Hikam Bikin Haru!

Mekkah – Lembaga Zakat dan Wakaf (Lazawa) Darul Hikam kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung masjid ramah lansia dan difabel. Pada Senin, 4 Agustus 2025, Lazawa Darul Hikam menyalurkan wakaf berupa lima unit kursi sholat ke Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.

Penyaluran kursi sholat tersebut diterima langsung oleh petugas perempuan Masjidil Haram dan diserahkan oleh Direktur Lazawa Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. Selain Prof Haris, hadir juga mendampingi Nazhir Wakaf Darul Hikam, M. Irwan Zamroni Ali, S.H., M.H., CWC.

Prof. Haris menyampaikan, program ini merupakan bagian dari upaya Lazawa Darul Hikam dalam mewujudkan masjid ramah lansia dan difabel, tidak hanya di tingkat nasional (Indonesia), tetapi juga di tingkat internasional.

“Program Wakaf kursi sholat adalah program Lazawa Darul Hikam yang sudah berjalan baik di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Kami ingin kembangkan di luar negeri” ujar Prof. Haris Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Masjidil Haram harus bisa diakses semua kalangan (accesable), termasuk lansia dan difabel. Karena itu, Lazawa Darul Hikam mendukung program keren di Masjidil Haram yang sudah berjalan bertahun-tahun.

Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan internasionalisasi program wakaf dan zakat yang tengah digalakkan oleh Lazawa Darul Hikam. Menurut Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur ini, kiprah lembaga ini tidak hanya dirasakan di dalam negeri, tapi juga sudah menembus panggung global.

“Tahun 2024, Lazawa Darul Hikam sebelumnya telah mengirim dai untuk berdakwah di Jerman dan Belanda. Tahun 2025, kami menyalurkan hewan kurban di Rusia. Sekarang, kami hadir di Mekkah, membagikan kursi sholat untuk Masjidil Haram,” jelas Prof Haris Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Jember.

Sementara itu, Nazhir Wakaf Darul Hikam, M. Irwan Zamroni Ali menyampaikan terima kasih pada donatur wakaf kursi sholat.

“Insyaallah, wakaf ini akan memberikan manfaat luar biasa bagi para jamaah yang membutuhkan, terutama mereka yang lanjut usia atau memiliki keterbatasan fisik, yang sedang beribadah di Masjidil Haram,” tutur Irwan yang juga Dosen UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Penyaluran lima kursi ini diharapkan menjadi langkah awal program praying chair untuk lebih banyak kontribusi di tingkat global. Lazawa Darul Hikam juga membuka peluang kolaborasi dengan berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun luar negeri, untuk memperluas dampak sosial dan spiritual program-program wakaf dan zakat di masa yang akan datang.

Kontributor : Iklil Naufal Umar

Editor : Wildan Rofikil Anwar

Categories
Kolom Pengasuh

Integrasi Diaspora Muslim Indonesia di Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu hal yang menarik Diaspora Indonesia di Jepang adalah cepatnya Muslim beradaptasi dengan kebudayaan dan sistem sosial di Jepang. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk berdaptasi dengan lingkungan di Jepang. Makanan, pakaian, cara kerja, nilai yang dianut, dan lain sebagai. Inilah yang saya jadikan fokus pembahasan ketika saya berceramah agama di DKM Masjid Al Ikhlas Kanditsu Ibaraki Jepang.

Dalam fikih, kita mengenal urf. Urf adalah tradisi yang berlaku di masyarakat baik berupa perkataan, perbuatan maupun meninggalkan perbuatan. Dalam madzhab empat, Imam Malik yang masyhur getol dengan madzhab urf. Tepatnya Urf Madinah. Meski madzhab lain juga menggunakan urf, tapi tidak masif seperti Imam Malik.

Pengakuan keberadaan urf dalam agama Islam menunjukkan wajah rahmatan lil alaminnya agama Nabi Muhammad tersebut. Islam tidak serta merta menghapus tradisi yang ada di sebuah daerah. Islam malah justru merawat dan menjaganya agar urf ini tetap eksis berdiri kokoh di tengah umat.

Dalam fikih, kita mengenal urf. Misalnya Wahab Khalaf menyebut kaidah urf “Ats Tsabitu bil urfi kas tsabiti bin nashi ma lam yukahlif syar’an”. Bahwa sesuatu yang ditetapkan berdasarkan urf sama dengan yang ditetapkan berdasar al Quran dan al Hadits. Demikian juga al ‘adatu muhakkamah bahwa adat itu dapat dijadikan sandaran hukum.

Namun kebolehan di sana ada catatan khusus, yaitu “ma lam yukhalif syar’an”. Selama tidak bertentangan dengan syariah. Kalau bertentangan syariah, maka tunggu dulu. Hukumnya dilarang (makruh dan bahkan haram).

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa tulisan saya sebelumnya, budaya Jepang (legal culture) luar biasa dalam hal disiplin, kejujuran, loyalitas, dan menjaga kehormatan. Menurut saya, demikian ini adalah urf Jepang yang shahih dalam kacamata Islam.

Sebaliknya, dalam Islam kita juga mengenal urf fasid. Urf fasid adalah kebiasaan yang bertentangan dengan syariat. Misalnya tradisi minum sake yang juga dikenal sebagai minuman keras. Juga film porno yang terkenal di Jepang. Ini semua jelas hukumnya. Allah Swt. mengharamkannya.

Adalah keharusan bagi Muslim Jepang berintegasi dengan masyarakat Jepang pada umumnya. Budaya Jepang harus mendarah daging, meski budaya yang tidak baik tidak menjadi bagian kepribadian Muslim. Setiap Muslim harus menolak budaya yang bertentangan syariah.

Lalu, apa untungnya dengan integrasi Diaspora Muslim ini?

Dengan integrasi ini, maka sesungguhnya demikian ini menguntungkan bukan hanya masyarakat Muslim di Jepang, namun pemerintah Jepang sendiri juga mudah menjalankan berbagai program pembangunannya. Diaspora Muslim tidak menjadi ganjalan bagi negara Jepang, bahkan mereka malah mensupportnya dengan berbagai kegiatan pembangunan di bumi Sakura.

Walhasil, dengan integrasi ini, masyarakat Muslim Jepang akan terus menjadi yang utama dan pertama, bahkan di garda terdepan dalam pembangunan Nasional di Jepang.

Wallahu’alam.***

Categories
Kolom Pengasuh

Makam Muslim, Pencemaran Lingkungan dan Revisi Fikih Aqalliyat

Oleh: M. Noor Harisudin*

Direktur World Moslem Studies Center, Guru Besar UIN KHAS Jember, dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu hal krusial di Jepang adalah soal area pemakaman Muslim. Bagi diaspora Muslim, mereka yang meninggal di Jepang, akan dimakamkan di mana? Dipulangkan ke Indonesia atau dikebumikan di Jepang?

Memang, soal menguburkan mayat bukan hal yang mudah bagi Muslim di Jepang.

“Apalagi bagi orang Jepang yang memiliki pandangan bahwa menguburkan mayat di tanah hanya akan mencemari lingkungan, tanah dan air,” kata H Tarmizi, Direktur Masjid Mihara Prefektur Hiroshima Jepang pada saya dalam diskusi ringan. Saya berkesempatan ke Masjid Mihara pada minggu kedua Ramadlan 1446 H memberikan Tabligh Akbar tentang Fikih Aqaliyyat.

Orang Jepang sendiri memiliki pandangan bahwa orang mati harus dibakar. Proses pembakaran mayat di negeri Sakura ini kini sudah canggih. Tinggal menunggu beberapa jam sudah menjadi abu. Abunya yang kemudian diambil dan dibawa ke rumah, satu makam untuk satu keluarga.

“Nisan mereka ambil dan lalu ditaruh abu di bawahnya,” kata Pak Dani, salah seorang pendiri Masjid NU at Taqwa Koga Prefektur Ibaraki.

Sama dengan negara minoritas lain, pemakaman Muslim di Jepang mengalami kesulitan. Namun demikian, banyak juga masjid berdiri di sini. Aneh, tapi nyata.

Setidaknya ada enam makam Muslim di negara Jepang. Yaitu makam Mihara Shi – Hiroshima Ken, Ibaraki Ken, Wakayama Ken, Shizuoka Ken, Yamanashi Ken, Kyoto Fu dan sebagainya. Sebagian makam adalah milik Indonesia-Pakistan.

Keberadaan makam Muslim akan menghilangkan satu poin Fikih Minoritas. Kalau sudah ada makam Muslim, berarti seorang Muslim harus dikubur di makam ini. Dengan kata lain, jika telah ada pemakaman Muslim, maka tidak ada lagi rukhsah (dispensasi) untuk makam muslim yang bercampur dengan mayat non-Muslim. Ke depan, ini menjadi bagian penting Fikih Aqaliyat Edisi Revisi.

Berapa biaya pemakaman muslim di Jepang?

Meski dimakamkan di kuburan Muslim, mereka harus mengeluarkan biaya makam yang besar.

“Karena dikubur 2 meter, harus pakai terpal, maka harus pakai beko. Biayanya bisa 150.000 yen atau 15 juta rupiah,” kata H. Tarmizi. Sementara itu, pemakaman Muslim Indonesia di Ibarakiken –Propinsi lain di Jepang—mencapai 17 juta rupiah. Galian kuburnya sama, dua meter dalamnya.

“Ini hanya biaya ganti tanah. Kalau proses perawatan jenazah gratis, ” kata Pak Dani yang sudah puluhan tahun berada di Jepang. Bagi yang dikembalikan ke Indonesia, juga memakan biaya tidak sedikit. Sekitar satu juta yen hingga 1,2 juta yen atau setara dengan 100 – 120 juta rupiah. Tentu biaya yang tidak murah.

Lalu berapa lama pengirimannya mayat ke Indonesia?

“Pengiriman paling cepat satu minggu dengan biaya segitu. Bagi yang tidak punya, biasanya menunggu iuran,” kata H. Tarmizi yang juga bekerja di perusahaan kapal di Mihara Jepang.

Tak heran jika urusan mati di negeri Sakura harus dipersiapkan jauh hari. Masjid Mihara misalnya membuat STM, Sarekat Tolong Menolong dan menarik iuran 1.000 yen/ keluarga tiap bulan untuk keperluan membantu yang meninggal. Kini terkumpul uang 2 juta yen. Bagi anggota yang meninggal akan mendapat santunan 150.000 yen untuk membantu kematian tersebut sehingga tidak memberatkan jamaah jika ada yang meninggal dunia.

Wallahu’alam***

Categories
Kolom Pengasuh

Tantangan Makanan Halal di Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN kHAS Jember dan Dai Internasional Jepang 2025.

Cari makanan halal di Jepang gampang-gampang sulit. Tentu tidak sama dengan cari makanan halal di Indonesia. Dimana-mana, kita temukan makanan halal di Indonesia.

Bedanya lagi, kalau se- ramai-ramai restoran halal di Jepang tidak seramai makanan halal di Indonesia. Selain kita harus cari kendaraan untuk menuju ke sana. Tidak cukup jalan kaki seperti di Indonesia.

Namun ada satu hal unik yang membedakan? Restoran halal di Jepang, menjual makanan bersamaan dengan makanan atau minuman yang haram. Tapi eit jangan cepat divonis haram karena ini termasuk aqalliyat restoran halal di Jepang. Bercampurnya makanan halal dan haram –dinegara minoritas muslim–di-tolerir dan atau di-ma’fu.

“Prof Haris jangan kaget. Yang jual makanan halal di Jepang di sebelahnya ada minuman kerasnya”, kata Gus Gazali pada saya. Lucu ya. Tapi, itu biasa kalau di Jepang. Itulah pentingnya aqalliyat halal food di negeri minoritas Muslim.

Termasuk fiqh aqalliyat adalah makanan yang samar keharamannya. Artinya selama tidak jelas haramnya, maka makanan tersebut halal. Ini terjadi ketika saya ke Jepang. Begitu sampai di Tokyo, saya diajak makan sushi yang paling enak. Saya anggap halal saja sushi ini.

“Ini sushinya. Dan ini jangan lupa washabinya”, kata Kristian, seorang pengurus PCI NU Jepang yang tinggal di Tokyo. Lokasi restorannya juga di pinggir jalan Tokyo.

Kami pun dengan lahap makan sushi asli Jepang. Padahal, saya sendiri tidak pernah makan sushi di Indonesia. Malah diajak makan asli shusi ala Jepang. Washabinya begitu terasa di hidung. Sesak dan pedas. Dan hemm. Lezat banget.

Selain makanan khas sushi, ada juga makanan halal lain di Jepang. Misalnya mie soba, tempura, shojin ryori, nasu dengaku (terong bakar), dango (jajanan manis), konnyaku ksusu vegetarian, onigiri (nasi dan isian), ramen, dan wagyu yakiniku (daging sapi yang dipanggang).

Ketika bicara makanan halal di publik, maka yang kita dapati adalah kesulitan 100 persen menerapkan seperti di Indonesia. Makanan yang umum dijual di publik pasti mengkhawatirkan, meski kita sudah mendapatkan rukhsah (keringanan) aqalliyat halal food. Karena bagaimanapun berbagai bahan di Jepang juga banyak yang mengandung daging babi dan minuman keras seperti sake.

Namun demikian, kita bisa mencari halal food di restoran Muslim. Jelas-jelas halal makanannya. Dewasa ini, restoran halal food ramai sekali seiring dengan banyaknya wisatawan Muslim yang datang dari berbagai negara di negeri Sakura.

Justru, sebagaimana informasi yang saya terima, bahwa kalau yang membuat restoran halal adalah orang Jepang, maka serius sekali. Yang dijual di sana hanyalah makanan halal saja.

“Kalau Prof Haris datang ke Gunung Fuji, ini yang jual makanan adalah orang Jepang. Dan anehnya malah dijamin halal semua”, kata Gus Gazali dalam kesempatan diskusi dengan saya.

Tentu akan berbeda kalau makanan halal adalah konsumsi domestik rumah tangga muslim. Makanan rumahan ini bahannya diperoleh dari mini market atau tokoh-toko yang menjual makanan halal.

“Ya kami belanja ke super market atau toko-toko di Jepang. Enaknya disitu ingredient disebut sangat lengkap dan transparan. Kami tidak pernah ragu”, kata Pak Bubun pada kami saat belanja di Kota Koga Prefaktur Ibaraki Jepang.

Bahan-bahan itu lalu diolah sendiri di dapur rumah atau masjid. Tentu, cita rasa Indonesia akan lebih ‘nendang’ dibanding cita rasa Jepang. Keren kan?

Wallahu’alam. ***