Categories
Kolom Pengasuh

Integrasi Diaspora Muslim Indonesia di Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin*

*Direktur Womester, Guru Besar UIN Jember dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu hal yang menarik Diaspora Indonesia di Jepang adalah cepatnya Muslim beradaptasi dengan kebudayaan dan sistem sosial di Jepang. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk berdaptasi dengan lingkungan di Jepang. Makanan, pakaian, cara kerja, nilai yang dianut, dan lain sebagai. Inilah yang saya jadikan fokus pembahasan ketika saya berceramah agama di DKM Masjid Al Ikhlas Kanditsu Ibaraki Jepang.

Dalam fikih, kita mengenal urf. Urf adalah tradisi yang berlaku di masyarakat baik berupa perkataan, perbuatan maupun meninggalkan perbuatan. Dalam madzhab empat, Imam Malik yang masyhur getol dengan madzhab urf. Tepatnya Urf Madinah. Meski madzhab lain juga menggunakan urf, tapi tidak masif seperti Imam Malik.

Pengakuan keberadaan urf dalam agama Islam menunjukkan wajah rahmatan lil alaminnya agama Nabi Muhammad tersebut. Islam tidak serta merta menghapus tradisi yang ada di sebuah daerah. Islam malah justru merawat dan menjaganya agar urf ini tetap eksis berdiri kokoh di tengah umat.

Dalam fikih, kita mengenal urf. Misalnya Wahab Khalaf menyebut kaidah urf “Ats Tsabitu bil urfi kas tsabiti bin nashi ma lam yukahlif syar’an”. Bahwa sesuatu yang ditetapkan berdasarkan urf sama dengan yang ditetapkan berdasar al Quran dan al Hadits. Demikian juga al ‘adatu muhakkamah bahwa adat itu dapat dijadikan sandaran hukum.

Namun kebolehan di sana ada catatan khusus, yaitu “ma lam yukhalif syar’an”. Selama tidak bertentangan dengan syariah. Kalau bertentangan syariah, maka tunggu dulu. Hukumnya dilarang (makruh dan bahkan haram).

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa tulisan saya sebelumnya, budaya Jepang (legal culture) luar biasa dalam hal disiplin, kejujuran, loyalitas, dan menjaga kehormatan. Menurut saya, demikian ini adalah urf Jepang yang shahih dalam kacamata Islam.

Sebaliknya, dalam Islam kita juga mengenal urf fasid. Urf fasid adalah kebiasaan yang bertentangan dengan syariat. Misalnya tradisi minum sake yang juga dikenal sebagai minuman keras. Juga film porno yang terkenal di Jepang. Ini semua jelas hukumnya. Allah Swt. mengharamkannya.

Adalah keharusan bagi Muslim Jepang berintegasi dengan masyarakat Jepang pada umumnya. Budaya Jepang harus mendarah daging, meski budaya yang tidak baik tidak menjadi bagian kepribadian Muslim. Setiap Muslim harus menolak budaya yang bertentangan syariah.

Lalu, apa untungnya dengan integrasi Diaspora Muslim ini?

Dengan integrasi ini, maka sesungguhnya demikian ini menguntungkan bukan hanya masyarakat Muslim di Jepang, namun pemerintah Jepang sendiri juga mudah menjalankan berbagai program pembangunannya. Diaspora Muslim tidak menjadi ganjalan bagi negara Jepang, bahkan mereka malah mensupportnya dengan berbagai kegiatan pembangunan di bumi Sakura.

Walhasil, dengan integrasi ini, masyarakat Muslim Jepang akan terus menjadi yang utama dan pertama, bahkan di garda terdepan dalam pembangunan Nasional di Jepang.

Wallahu’alam.***

Categories
Kolom Pengasuh

Makam Muslim, Pencemaran Lingkungan dan Revisi Fikih Aqalliyat

Oleh: M. Noor Harisudin*

Direktur World Moslem Studies Center, Guru Besar UIN KHAS Jember, dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Salah satu hal krusial di Jepang adalah soal area pemakaman Muslim. Bagi diaspora Muslim, mereka yang meninggal di Jepang, akan dimakamkan di mana? Dipulangkan ke Indonesia atau dikebumikan di Jepang?

Memang, soal menguburkan mayat bukan hal yang mudah bagi Muslim di Jepang.

“Apalagi bagi orang Jepang yang memiliki pandangan bahwa menguburkan mayat di tanah hanya akan mencemari lingkungan, tanah dan air,” kata H Tarmizi, Direktur Masjid Mihara Prefektur Hiroshima Jepang pada saya dalam diskusi ringan. Saya berkesempatan ke Masjid Mihara pada minggu kedua Ramadlan 1446 H memberikan Tabligh Akbar tentang Fikih Aqaliyyat.

Orang Jepang sendiri memiliki pandangan bahwa orang mati harus dibakar. Proses pembakaran mayat di negeri Sakura ini kini sudah canggih. Tinggal menunggu beberapa jam sudah menjadi abu. Abunya yang kemudian diambil dan dibawa ke rumah, satu makam untuk satu keluarga.

“Nisan mereka ambil dan lalu ditaruh abu di bawahnya,” kata Pak Dani, salah seorang pendiri Masjid NU at Taqwa Koga Prefektur Ibaraki.

Sama dengan negara minoritas lain, pemakaman Muslim di Jepang mengalami kesulitan. Namun demikian, banyak juga masjid berdiri di sini. Aneh, tapi nyata.

Setidaknya ada enam makam Muslim di negara Jepang. Yaitu makam Mihara Shi – Hiroshima Ken, Ibaraki Ken, Wakayama Ken, Shizuoka Ken, Yamanashi Ken, Kyoto Fu dan sebagainya. Sebagian makam adalah milik Indonesia-Pakistan.

Keberadaan makam Muslim akan menghilangkan satu poin Fikih Minoritas. Kalau sudah ada makam Muslim, berarti seorang Muslim harus dikubur di makam ini. Dengan kata lain, jika telah ada pemakaman Muslim, maka tidak ada lagi rukhsah (dispensasi) untuk makam muslim yang bercampur dengan mayat non-Muslim. Ke depan, ini menjadi bagian penting Fikih Aqaliyat Edisi Revisi.

Berapa biaya pemakaman muslim di Jepang?

Meski dimakamkan di kuburan Muslim, mereka harus mengeluarkan biaya makam yang besar.

“Karena dikubur 2 meter, harus pakai terpal, maka harus pakai beko. Biayanya bisa 150.000 yen atau 15 juta rupiah,” kata H. Tarmizi. Sementara itu, pemakaman Muslim Indonesia di Ibarakiken –Propinsi lain di Jepang—mencapai 17 juta rupiah. Galian kuburnya sama, dua meter dalamnya.

“Ini hanya biaya ganti tanah. Kalau proses perawatan jenazah gratis, ” kata Pak Dani yang sudah puluhan tahun berada di Jepang. Bagi yang dikembalikan ke Indonesia, juga memakan biaya tidak sedikit. Sekitar satu juta yen hingga 1,2 juta yen atau setara dengan 100 – 120 juta rupiah. Tentu biaya yang tidak murah.

Lalu berapa lama pengirimannya mayat ke Indonesia?

“Pengiriman paling cepat satu minggu dengan biaya segitu. Bagi yang tidak punya, biasanya menunggu iuran,” kata H. Tarmizi yang juga bekerja di perusahaan kapal di Mihara Jepang.

Tak heran jika urusan mati di negeri Sakura harus dipersiapkan jauh hari. Masjid Mihara misalnya membuat STM, Sarekat Tolong Menolong dan menarik iuran 1.000 yen/ keluarga tiap bulan untuk keperluan membantu yang meninggal. Kini terkumpul uang 2 juta yen. Bagi anggota yang meninggal akan mendapat santunan 150.000 yen untuk membantu kematian tersebut sehingga tidak memberatkan jamaah jika ada yang meninggal dunia.

Wallahu’alam***