Categories
Opini

Menengok Kegiatan Ramadhan Masjid NU at Taqwa Jepang

Oleh: M. Noor Harisudin

Direktur World Moslem Studies Center dan Dai Internasional Jepang Tahun 2025

Ya Hannan ya mannan ya qadimal ihsan Bahru judik malyaan jud lana bil ghufron. Demikian bacaan yang kita dengar dari bilal sholat tarawih di Masjid NU at Taqwa Koga Prefektur Ibaraki Jepang.

Bacaan lainnya sama dengan di Indonesia. Sahut-sahutan keramaian tarawih juga menambah suasana gayeng Indonesia banget. Sholat tarawih dilaksanakan jam 19.30 atau setengah jam setelah waktu Isya tiba dengan jumlah 20 rokaat dan 3 witir. Ada sekitar puluhan orang yang ikut berjamaah sholat tarawih. Jumlahnya bisa dua atau tiga kali lipat pada hari Sabtu dan Minggu.

Sejak berdirinya tahun 2021 yang lalu, masjid NU at Taqwa sudah menjadi pusat gerakan NU di Jepang. Sebelumnya, pusat gerakan NU Jepang berada di Tokyo dengan fasilitas terbatas. Dari Tokyo ke masjid ini membutuhkan waktu 1 jam (kereta api) atau 2 jam (mobil). Dengan adanya masjid ini, gerakan NU semakin masif dan kokoh.

“PCI NU Jepang memiliki 15 Majlis Wakil Cabang Istimewa NU yang tersebar di 15 prefektur Jepang. PCI NU Jepang juga meliputi banom seperti Muslimat, Fatayat, Pagar Nusa dan ISNU. Selain lembaga seperti Lakpesdam, Lembaga Perekonomian, Lesbumi, dan lain sebagainya”, kata Kiai Achmad Ghozali, Ketua PCI NU Jepang yang juga lulusan Ph.D di Jepang.

Kegiatan setelah tarawih di Masjid NU at-Taqwa adalah tadarus bersama. Sebagian jamaah banyak juga yang fasih membaca al-Qur’an karena dulu pernah mengaji di pesantren atau surau rumah. Tadarus al-Qur’an dilakukan mulai jam 20.30 hingga 21.30 waktu Jepang. Jamaah tidak takut bersuara keras karena masjid memiliki peredam suara.

Setelah sahur jam 4 pagi, sholat subuh dilaksanakan di Masjid NU at-Taqwa ini. Bakda sholat subuh, ustadz memberikan ceramah agama 15 menit membahas fikih, tauhid, tasawuf dan sebagainya. Membaca Surat Waqiah adalah kegiatan akhir setelah ceramah subuh di Masjid NU at Taqwa.

Sebagai suasana masjid yang lain di Jepang, waktu dluhur dan Ashar di masjid nyaris mati. Masjid NU at Taqwa masih lumayan jamaahnya. Umumnya para jamaah adalah orang yang bekerja di sekitar masjid.

Masjid NU at-Taqwa akan kembali ramai menjelang buka puasa. Beberapa ibu menyiapkan makanan Nusantara yang nikmat dan lezat. Mulai soto ayam, opor, rames, bakso dan sebagainya. Pokoknya maknyus. Tapi tunggu dulu. Para jamaah harus melewati rangkaian takjil, sholat maghrib dan baru makan besar. Tempat makan di ruang makan sebelah dapur yang muat 20 hingga 30 orang.

Masjid yang beralamat di Highasiyama 933 Koga Ibaraki ini sering dikunjungi tokoh-tokoh Indonesia.

“Dubes RI untuk Jepang, Heri Akhmadi juga sering datang ke sini. Bahkan beliau yang meresmikan masjid ini pada 20 Juli 2021 yang silam”, kata Pak Rohibun, Ketua Dewan Kemakmuran Masjid NU at-Taqwa.

Masjid seluas 389 meter persegi ini termasuk masjid yang luas dan komplit. Acara Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak NU tahun 2024 yang lalu, kata Pak Rohibun, juga diselenggarakan di masjid ini.

Di lantai 2 masjid NU at Taqwa, terdapat Kantor dan aula PCI NU Jepang, meski koordinasi melalui zoom juga dilakukan karena pengurus yang tersebar di seluruh prefektur Jepang yang sangat luas. Bahkan beberapa harus naik pesawat karena jarak yang jauh dengan masjid NU At-taqwa Koga Ibaraki***

Categories
Berita

Zakat Anti Oligarki Menjadi Bahan Pengajian Dialogis di Masjid Nusantara Akihabara Tokyo

Tokyo, 10 Maret 2025
Selain untuk mensucikan harta, zakat mal juga berfungsi sebagai media anti oligarki. Demikian disampaikan Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S. Ag, SH, M. Fil.I, CLA, CWC, Direktur Womester dalam pengajian di Masjid Nusantara Akihabara Tokyo Jepang (10/3/2025).

Menurut Prof Haris, tujuan berzakat adalah kai la yakuuna duulatan bainal aghniya minkum (QS. Al Hasyr: 7). Artinya agar harta itu tidak hanya berputar diantara orang kaya kalian saja. Dalam bahasa lain, zakat itu sangat anti oligarki.

“Kita tidak dilarang menjadi kaya. Tapi setelah kaya harus ditasarufkan untuk perjuangan dan dakwah Islam. Yang dilarang adalah kekayaan yang tidak punya manfaat pada manusia dan hanya menjadi oligarki”, ujar Prof Haris yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Lebih lanjut, Prof Haris menyebut dua macam sodaqah. Pertama shodaqoh wajib yang disebut juga zakat. Kedua, shodaqoh sunah berupa wakaf yang pahalanya terus mengalir dan sodaqah biasa yang pahalanya tidak mengalir.

“Saya yakin. Dua instrumen ini: zakat dan wakaf ini akan menjadikan umat Islam maju dan sejahtera. Makanya, mari kita kelola keduanya dengan amanah, transparan dan profesional”, kata Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.

Selanjutnya, dalam ceramahnya, Prof Haris membedakan zakat mal dan zakat fitrah.

“Dalam zakat mal, tidak semua harta kita ada zakatnya. Namun hanya harta tertentu yang sudah ditentukan. Misalnya zakat pertanian, binatang ternak, emas perak, perdagangan termasuk zakat profesi. “, ujar Pengasuh PP Darul Hikam Mangli tersebut.

Selain itu zakat mal harus memenuhi syarat haul (satu tahun), juga harus memenuhi satu nishab.

” Nishabnya zakat perdagangan itu 85 gram emas. Zakatnya sebesar 2,5 persen. Kalau kita punya uang 1 milyar, maka zakatnya 25 juta rupiah. “, ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jatim tersebut.

Kalau zakat fitrah, menurut Prof Haris, syaratnya ada tiga. Pertama, Islam. Kedua, bertemu dengan akhir Ramadhan dan awal Syawal.

” Ketiga, ada kecukupan makanan dia dan keluarganya pada malam Idul Fitri. Disini, kalau orang fakir menerima zakat fitrah, dia tetap harus mengeluarkan zakat fitrahnya dia dan keluarganya jika malam id ada kelebihan makanan “, tukas Prof Haris yang juga Direktur Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam Jember.

Hadir pada pengajian tersebut Muhammad Anwar (Direktur Masjid Nusantara Akihabara), KH. Dadan Jaelani (Mustasyar PCI NU Jepang), Kiai Mahmud Sulaiman (Rois Syuriah PCI NU Jepang) dan Kristianto (Wakil Ketua Tanfidziyah), Nur Hidayat (Ketua MWCI NU Tokyo) dan Ust. Mustapid (Rois Syuriah MWCI NU Tokyo) serta sejumlah jama’ah masjid.

Reporter: Siti Junita
Editor: M Irwan Zamroni