Categories
Opini

Seminar Nasional di Surabaya, Prof. Haris Ajak Generasi Milenial Pahami Islam Kaffah Sebagai Benteng Akidah

Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan (KP3) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. menjelaskan pentingnya memahami makna Islam yang kaffah, yaitu beragama Islam dengan mengkombinasikan tiga unsur utama, yaitu tauhid, syariat dan tasawuf (akhlak). 

“Tauhid adalah ajaran tentang keyakinan pada Allah, Tuhan Yang Esa. Syariat adalah hukum Islam yang kongkrit. Akhlak adalah perilaku batiniyah muslim dan dilakukan secara reflektif berulang kali sehingga mandarah daging,” jelas Prof Haris dalam seminar nasional bertajuk ‘Kenali Keislamanmu, Temukan Jati Dirimu’ oleh KP3 MUI Jatim di Kantor MUI Jawa Timur, Rabu (13/11/2024).

Hadir pada kesempatan itu Prof Dr H Thohir Luth, MA (Pembina KP3 MUI), Prof. Dr. KH.M. Noor Harisudin, S.Ag, SH, M.Fil.I (Nara Sumber)., CLA, CWC, Dr. KH. Abu Dzarrin, M.Ag (Nara Sumber), Dr. KH. Sofiyullah, M.Ag (Moderator), Prof KH Nur Ahid, M.Ag, Dr. H. Subakir, MA dan Dr. H. Toyib, M.Ag. Sementara, para peserta adalah anak-anak SMA dan M Aliyah se-Surabaya, Malang, Sidoarjo dan Bangkalan yang hamper 100 -an jumlahnya.  

Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah NU Jawa Timur tersebut juga menjelaskan tentang Islam yang bersanad, yakni Islam yang disebar melalui orang-orang yang berkompeten dan memiliki keahlian agama.

“Islam ini model inilah yang merupakan best practice Islam  yang dapat dipertanggungjawabkan pada Allah Swt. Persebaran ini dilakukan secara tawatur dan dari satu generasi ke generasi hingga sampai pada Rasulullah Saw,” jelas Prof Haris.

Karenanya, Prof Haris juga menyoroti bahaya ajaran Islam sesat yang saat ini terus berkembang pesat, sehingga mengancam generasi penerus bangsa.

Menurut Prof Haris, sesat adalah sebuah pandangan atau doktrin teologis atau keagamaan yang berlawanan atau bertentangan dengan keyakinan atau sistem keagamaan manapun, Aliran sesat tidak saja ada dalam agama Islam tetapi dalam agama-agama lain.

“Di Indonesia, hampir setiap tahun aliran sesat selalu bermunculan dengan nama yang berbeda-beda,”

Meski demikian, lanjut Prof Haris, MUI tidak mudah memfatwakan aliran sesat. Ada tiga proses yang harus dilalui, yaitu kajian teks, konteks dan klarifikasi.

“Meski tiga alur, ini memakan waktu yang tidak sebentar. Bisa berbulan-bulan, bahkan tahunan hingga valid proses tersebut,” jelas Prof Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember.

Di kesempatan yang sama, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Dr. KH. Abu Dzarrin al-Hamidy, M.Ag menjelaskan, pentingnya penguatan Islam Wasathiyah sebagai langkah menghadapi ancaman dari ajaran yang menyimpang, baik itu datang dari dalam maupun dari luar.

“Islam Wasathiyyah menawarkan jalan tengah yang menyeimbangkan antara ekstremisme dan liberalisme. Sebagai generasi penerus, pemuda memiliki peran penting dalam menyebarkan pemahaman Islam Wasathiyah dan menangkal gerakan terorisme serta radikalisme,” ujar Dr. H. Abu Dzarrin al-Hamidy, M.Ag yang juga Wakil Sekretaris KP3 MUI Jatim.

Pemahaman dan implementasi Islam Wasathiyah di kalangan generasi muda Indonesia, lanjut Dr. KH. Abu Dzarrin, merupakan ikhtiar penting untuk menangkal gerakan terorisme dan radikalisme.

“Dengan kolaborasi berbagai pihak, pemuda dapat menjadi “influencer” dan agen perubahan yang membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih damai, toleran, dan sejahtera,” tutupnya.

Sebelumnya, dalam sambutan pembuka, Pembina KP3 MUI Jawa Timur, Prof. Dr. H. Thohir Luth, MA menjelaskan kembali tugas MUI sebagai  Khadimul Ummah (pelayan ummat) dan Shodiqul Hukumah (mitra pemerintah)  untuk peningkatan kualitas layanan keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Hari ini kami mengajak para generasi muda milenial, yang terdiri dari SMA/MA/SMK se-Surabaya dan sekitarnya untuk mengikuti acara ini sebagai langkah konkret. MUI Jawa Timur akan selalu melibatkan pemuda dalam kegiatan komunitas yang mempromosikan nilai-nilai moderasi dan toleransi, serta memanfaatkan media sosial sebagai sarana dakwah Islam Wasathiyyah,” pungkas Guru Besar Universitas Brawijaya Malang tersebut.

Reporter          : M. Irwan Zamroni Ali

Editor               : Risma Savhira