Categories
Kolom Pengasuh

Suara Schura Bremen Untuk Pemakaman Muslim

Oleh: M Noor Harisudin

Jum’at 22 Maret 2023 jam 10.00 pagi, saya berangkat dari Amsterdam ke Bremen Jerman. Saya mendapat dua tugas dari KH. Hasyim Subadi yang juga Rois Syuriyah PCI NU Belanda: pengajian di KMI Bremen dan juga Konsulat Jenderal RI Hamburg Jerman.

Dari Amsterdam, saya ditemani Habib, seorang pengurus PCI NU Belanda. Namun, entah mengapa jadwal bis hari itu molor satu jam. Jam 11.00 waktu Belanda, bis baru berangkat. Saya sampai ke Bremen jam 16.00 sore. Gery Vidjaja, yang juga Ketua Keluarga Muslim Indonesia Bremen –KMI Bremen–yang sedianya menjemput saya. Hanya saja, karena ada kegiatan, Fadlan, putra Gery yang menjemput saya.

Saya dijemput di terminal Bremen. Fadlan langsung mengajak saya ke mobil menuju tempat kegiatan sore itu. Sayapun tiba di Musholla ar-Raudhah. Musholla milik Gery dan digunakan sebagai pusat kegiatan muslim Bremen. Tak lama kemudian, Gery Vidjaja datang. Ia memperkenalkan dirinya pada saya. “Saya dulu yang membawa ke sini BJ Habibie. Saya dan 100 orang Indonesia ke sini membuat pesawat disini. Dulu eks IPTN Indonesia”, Gery Vidjaja mengenalkan diri.

Sedikit demi sedikit orang berdatangan di Musholla berkururan 8×8 meter tersebut. Tak lama kemudian, terkumpul kurang lebih 50 orang jamaah Keluarga Muslim Indonesia Bremen.

Setelah dimulai yasin dan tahlil jam 17.30, saya mulai berceramah tentang pentingnya meningkatkan kualitas muslim Eropa. Muslim Eropa mesti meningkatkan kualitasnya dengan tiga hal pokok, yaitu Knowing, Doing dan Being.

Pada level awal, seorang harus mengetahui Islam (knowing). Amal seorang muslim yang tanpa Islamic knowledge akan ditolak oleh Allah Swt. Tentang sholat, bersuci, puasa, haji, zakat, jual beli, munakahat, dan sebagainya harus dimulai dengan knowing.  

Level selanjutnya (kedua) adalah doing. Bahwa apa yang diterima tentang Islam harus ditindaklanjuti dengan perbuatan. Tak ada gunanya ilmu jika tidak diamalkan dalam kehidupan. Para ulama yang hebat-hebat, karena ilmu yang diamalkan. Mereka disebut al-ulama al-amilin. Ulama yang mengamalkan ilmu.

Ketiga, level menjadi (being). Ilmu yang diamalkan berulang-ulang akan menjadikan ilmu tersebut mandarah daging dalam diri seseorang. Dia disebut ahli shodaqah karena berulang-ulang memberikan shodaqah. Dia disebut ahli ibadah karena berulang-ulang melaksanakan ibadah. Dia disebut ahli puasa karena melakukan puasa. Demikian seterusnya.

Setelah ceramah, cara berbuka puasa bersama para jamaah yang berdatangan dari berbagai tempat. Saya menemukan orang Indonesia, Belanda, Turki, dan sebagainya datang ramai-ramai untuk berbuka puasa disini. Ada berbagai makanan Indonesia seperti bakwan, pisang goreng, dan sebagainya. Juga ada bakso khas Bremen yang dibawa ibu-ibu pengajian. Malam harinya, dilanjut dengan sholat tarawih bersama para jama’ah.

Esok paginya, saya diajak Gery Vidjaja untuk jalan-jalan ke alun-alun Bremen. “Di sini ada makam seorang muslim. Namanya Muhammad. Ayo kita lihat”, kata Gery pada saya. Tak lama, kami masuk di pemakaman Bremen. Ternyata, nisan Muhammad tidak ada di sana. Kami keliling ke semua sudut pemakaman, ternyata tidak ketemu. Makam Muhammad berdiri bersama makam warga Bremen yang non-muslim. Sama dengan Belanda, pemakaman di Jerman didesign indah dengan taman-taman dan pohon-pohon rindangnya.  

Gery lalu menceritakan tentang Schura Bremen, nama organisasi kumpulan komunitas muslim di Bremen. “Schura Bremen berisi beberapa organisasi muslim di Bremen: Indonesia, Maroko, Turki, dan sebagainya. Schura Bremen mengusulkan agar ada pemakaman khusus muslim. Demikian juga, Schura Bremen mengusulkan agar di beberapa tempat publik, ada mushollanya. Alhamdulillah, suara kami didengar dan Bandara Bremen memiliki musholla. Demikian juga, di Bremen ada pemakaman muslim”, ujar Gery yang asal Surabaya Jawa Timur.

Musholla ini sangat penting. Karena, berlakunya rukhsah untuk muslim di negara Eropa karena tiadanya tempat sholat di tempat-tempat publik. Rukhsah dalam bentuk sholat jama’ qashar dan wudlu menggunakan mashul khuffain (mengusap dua kaos kaki). Demikian juga, tentang adanya pemakaman muslim. Muslim Eropa yang meninggal hukumnya boleh dikubur bersama makam non-muslim karena tiadanya pemakaman muslim. Ini namanya ‘Fikih Aqalliyat’. Dengan adanya pemakaman muslim ini, maka hukum pemakaman bersama non muslim dalam Fikih Aqalliyat bisa berubah.

Setelah naik bis, saya dan Gery sampai di alun-alun Bremen. Ada gereja St. Petri-Dom yang telah berdiri pada tahun 789 Masehi. Ada restoran yang berdiri sejak 1405 M. Demikian juga, banyak bangunan kuno yang masih mewah berdiri mentereng di sekitar alun-alun ini.

“Di sini orang bebas demonstrasi. Yang penting tidak ada kekerasan.”, kata Gery pada saya. Apa yang dikatakan Gery benar. Hari itu, saya melihat lima orang berdemonstrasi mendukung Israel di depan gereja. Sementara, di samping gereja, ada belasan orang membawa bendera Palestina mendukung Palestina. ***(Bersambung)     

* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.