Prof Haris Bersama Dubes Colombia 2017-2021 Dr. HC. Priyo Iswanto di CITOS Jakarta Selatan
Media Center Darul Hikam – Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara – Hukum Administrasi Negara, Prof. Dr. H. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC., mengungkapkan, minimnya pembahasan dari Debat Ketiga Pilpres 2024, pada Minggu (07/01/2024), terhadap isu yang berkaitan dengan kehidupan, kesejahteraan, dan perlindungan diaspora Indonesia.
Menurutnya, pembahasan mengenai keberpihakan terhadap diaspora Indonesia masih belum mencapai titik yang memadai di dalam visi para Calon Presiden dan Wakil Presiden.
“Pembahasannya terhadap isu diaspora warga Indonesia jauh dari ideal. Bagaimana kehidupan mereka, kesejahteraan mereka, perlindungan terhadap mereka, ini tidak ada pembahasan yang tuntas di hampir semua Capres,” tutur Prof Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember dalam sebuah kesempatan.
Prof Haris juga menekankan perlunya pemimpin bangsa untuk memiliki pandangan yang lebih holistik terkait diaspora.
“Hingga saat ini, kita menganut satu kewarganegaraan. Ke depan, pemimpin kita seharusnya mempertimbangkan posisi mereka kepada masyarakat yang berada di luar negeri. Termasuk usulan dwi kewarganegaraan seperti negara-negara maju yang lain,” tambah Direktur World Moslem Studies Center (Womester) Depok.
Prof Haris juga menyoroti segmen pekerja migran, pelajar, dan orang-orang yang menjadi wakil negara Indonesia di luar negeri (duta besar) sebagai bagian integral dari diaspora. Salah satu segmen yang disoroti adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang jumlahnya signifikan terutama di negara seperti Taiwan, Hong Kong, dan Korea Selatan.
“Pekerja migran telah menjadi tulang punggung ekonomi kita dengan memberikan kontribusi besar dalam bentuk devisa. Namun, perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap mereka masih belum memadai,” tambah Direktur Womester yang sering keluar negeri tersebut.
Prof Haris menambahkan, pemerintah perlu lebih serius dalam membahas isu-isu konkrit terkait keberpihakan terhadap para pekerja migran.
“Bagaimana bisa menjadi negara maju, sementara pekerja migran yang telah memberikan kontribusi signifikan masih menghadapi kendala dan kurangnya perlindungan negaara. Inilah yang perlu menjadi salah satu fokus perhatian dari presiden dan wakil presiden terpilihan nanti,” ucap Wakil Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah NU Jawa Timur.
Dikatakan Prof Haris, meskipun banyak warga Indonesia yang mendapatkan beasiswa dari negara, namun besaran nominal yang diberikan masih kurang memadai. Menurutnya, hanya ada satu atau dua beasiswa yang memadai, yaitu beasiswa dari Kementerian Keuangan, seperti beasiswa LPDP.
“Para pelajar ini adalah aset berharga bangsa, namun jumlah nilai beasiswa yang diberikan masih belum memadai. Mereka harus bekerja di luar negeri untuk membiayai pendidikan mereka, menghadapi kesulitan yang seharusnya tidak mereka alami,” tambah Prof. Haris yang juga Dewan Pakar Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP PTSI) Pusat.
Selain itu, Prof. Haris mendukung percepatan kedutaan besar RI di luar negeri untuk menjadi corong promosi budaya Indonesia, termasuk pariwisata dan kebudayaan.
“Diplomasi budaya melalui kedutaan besar RI menjadi investasi jangka panjang untuk mempromosikan Indonesia di ranah global,” tambah Prof Haris yang memiliki jaringan ke berbagai negara dunia.
Reporter : Akhmal Duta Bagaskara
Editor : M. Irwan Zamroni Ali