Categories
Kolom Pengasuh Tokoh

Tragedi Kereta Api Pandalungan

Oleh: M. Noor Harisudin*

Meski kecelakaan Kereta Api Pandalungan Minggu, 14 Januari 2024, jam 07.57 pagi di Tanggulangin Sidoarjo tidak memakan korban jiwa, tetap saja banyak pihak yang dirugikan. Para penumpang yang tidak bisa on time ke tempat tujuan, hingga perjalanan KA yang dicancel atau ditunda. Karena praktis, sehari penuh kereta api yang melewati jalur tersebut tidak bisa berangkat. Jadwal keberangkatan KA yang berlanjut ke penerbangan bisa juga dicancel. (Republika, 14 Januari 2024)

Di berbagai media, anjloknya gerbong Pandalungan pagi itu sudah ramai. Media online sudah banyak memberitakan terkait anjloknya gerbong Kereta Api tersebut. Beberapa Televisi juga mensyiarkan musibah kereta api dengan rute Stasiun Gambir Jakarta – Stasiun Jember tersebut.

Biaya Kereta Api Pandalungan Jakarta-Jember sendiri cukup mahal 680 ribu. Hanya saja, PT Kereta Api Indonesia harus membarengi dengan sarana prasarana yang memadai. Betapa kecewa para penumpang ketika subuh pagi hari itu masuk ke beberapa toilet Kereta Api, air di toilet benar-benar habis. Bagaimana mungkin, Kereta Pandalungan yang eksekutif dalam toilet tidak ada air sama sekali. Naif, bukan.

KA Pandalungan Belum Siap

Nampaknya, Kereta Api Pandalungan belum siap melakukan perjalanan jauh; Jember-Jakarta atau Jakarta-Jember. Buktinya, masih sering terjadi kecelakaan. Salah satunya karena akibat mesin-mesin yang tidak dicek and re-cek. Perjalanan jarak jauh yang ditempuh 14 jam memang seharusnya dipersiapkan sedini mungkin segala perlengkapan perjalanan, khususnya mesin-mesin. Semua dipastikan ‘sehat’ dan siap berangkat.

Perjalanan panjang tersebut, dalam pandangan saya, selayaknya dipotong alias diberhentikan dalam sepertiga perjalanan. Misalnya berhenti 15 menit untuk cek mesin-mesin selama perjalanan selama dua tahap sembari –menurut hemat saya–memberikan kesempatan untuk ibadah sholat lima waktu bagi para muslim. Perjalanan Jember-Jakarta mulai jam 14.55 sd 04.45 WIB pagi misalnya, bagi seorang muslim, ia harus meninggalkan tiga sholat; Maghrib, Isya dan Subuh. Atau perjalanan Jakarta-Jember 20.05 sd 10.45 WIB ia harus meninggalkan Sholat Subuh.

Pun, bahwa PT Kereta Api Indonesia selayaknya menyediakan fasilitas ibadah yang memadai di gerbong atau stasiun. Ini sebagai kewajiban PT KAI memberikan kesempatan pada warga negara menjalankan agama sesuai denganUUD 1945 Pasal 29 ayat 2:” Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk meneluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya”.

Dalam hemat saya, pelayanan tersebut belum diberikan oleh PT KAI baik di stasiun maupun dalam gerbong-gerbong kereta yang dijalankannya. Apalagi bahwa Indonesia adalah negara Pancasila dengan Sila Ketuhanan yang Maha Esa yang semestinya dijunjung tinggi. Sekali lagi, sudah semestinya PT KAI menyediakan fasilitas yang memadai bagi para penumpang kereta api di semua jalur perjalanan yang ada.

Penangangan yang Lamban

Dalam konteks anjloknya Kereta Api Pandalungan pada Minggu tersebut, tampak sekali penanganan Kereta Api yang lamban. Ketika kereta anjlok jam 07.57 pagi, tidak ada informasi terkait pada para penumpang dan juga stasiun terdekat (Sidoarjo). Para penumpang semestinya memiliki hak untuk mendengar apa yang terjadi. Padahal, di luar gerbong kereta api sepanjang rel Tanggulangin, masyarakat Sidoarjo sudah ramai menyaksikan apa yang terjadi di kereta api Pandalungan.

Baru jam 10-an, para penumpang diberi tahu apa yang terjad terkait KA Pandalungan. Jam 10.30, kereta api ditarik dari Tanggulangin menuju Stasiun Sidoarjo. Evakuasi juga mulai dipikirkan, meski tidak semudah yang dibayangkan. Para petugas KA juga baru menyampaikan opsi-opsi terkait keberangkatan para penumpang kereta api selanjutnya. Terdapat dua opsi: Pertama, melanjutkan naik kereta api jika dimungkinkan. Kedua, naik bis menuju Jember.

Solusi dua opsi tersebut dibayangkan para penumpang sudah disiapkan di Stasiun Sidoarjo. Nyatanya, sampai sana, bus belum ada. Para penumpang harus menunggu di pojok dekat warung di sekitar Stasiun Sidoarjo. Hanya ada air minum, tidak ada snack apalagi makan berat yang disediakan, sebagaimana diberitakan. Baru satu jam, ada informasi tentang refund 100 persen dan keberangkatan bis. Antrean ratusan orang untuk refund juga menjadi masalah tersendiri. Karena selain antrean refund KA Pandalungan, juga ada antrian refund kereta api lokal yang tidak jadi berangkat karena kecelakaan Kereta Api Pandalungan.

Ah, beginikah Kereta Api yang kita banggakan? Tragedi Pandalungan semoga tidak dijadikan hal biasa-biasa saja, namun menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan Kereta Api di masa yang akan datang. Bukan hanya untuk perbaikan Kereta Api Pandalungan namun juga untuk kereta apa lainnya di negeri ini. Wallahu’alam.***

*Ketua Yayasan Pendidikan Islam Darul Hikam Mangli Jember dan Guru Besar UIN itu KHAS Jember