Oleh: M. Noor Harisudin
Setelah Amsterdam dan Den Haag, saya tiba di kota tempat safari dakwah selanjutnya, yaitu Waginengin (18/3/2024). Kota kecil yang indah dan penuh pesona di negeri Belanda. Kota ini dikenal dengan Wagenengin University and Research, kampus terbaik dunia bidang pertanian. Di sini, riset-riset bidang pertanian dunia dilakukan. Beberapa perusahaan dunia juga menempatkan kantor risetnya di kampus ini.
Hari Selasa (19/3/2024), saya diajak Syahril Imron, mahasiswa Masgiter Universitas Waginengin, berkeliling kota Wageningin. Dan yang seru, kami menggunakan sepeda. Syahril Imron meminjami sepedanya pada saya. Sementara, Syahril Imron sendiri menggunakan sepeda punya teman. Jangan membayangkan sepedanya seperti di Indonesia. Sepeda bermerk polygon, dan lain sebagainya. Sepeda disini asal sepeda.
Berdasarkan data Dutch Cycling Vision (2018), negara Belanda memiliki dua puluh dua juta jumlah sepeda. Ini berarti lebih banyak dari total populasi penduduknya yang berjumlah kurang lebih tujuh belas juta (2018). Negara Belanda sendiri memiliki luas wilayah 41.543 km2 atau sekitar tujuh kali luas pulau Bali. Menurut data dari laman Dutch Review, Belanda memiliki 32.000 km jalur sepeda. Tidak hanya itu, secara keseluruhan, Belanda memiliki parkir sepeda terluas dunia.
Sepeda adalah transportasi utama warga Belanda. Selain menyehatkan, sepeda juga ekonomis dan tentu saja lebih ramah lingkungan. Di student housing Imron, ada banyak sepeda yang diparkir disini. Di Belanda, jika bersepeda, kita harus menggunakan lajur kanan, berbeda dengan Indonesia yang menggunakan lajur kiri. Karena itu, untuk bersepeda di Wagenengin, saya harus menyesuaikan jalanan di Belanda.
Pagi jam 10.00, saya dan Imron mulai keliling. “Jalan warna merah ini untuk sepeda, Prof”, kata Imron pada saya. Sepanjang jalan, kita bisa melihat jalan-jalan Waginengin yang dipenuhi para pesepeda. Saya juga melihat lalu lalang orang pakai sepeda. Jumlah orang yang menggunakan mobil dan sepeda motor bisa dihitung jari terpaut jauh dengan jumlah yang menggunakan sepeda.
“Kalau mau belok kiri, pakai tanda tangan kiri Prof”, tukas Imron pada saya. Kami lalu melanjutkan ke berbagai sudut kota Waginengin.
Jalanan tampak rapi dan indah. Sepanjang jalan, kami juga lewat jalan yang berwarna merah khusus untuk sepeda. Meski tidak ramai seperti Amsterdam, kota ini termasuk jujugan banyak mahasiswa Indonesia khususnya mereka yang belajar ilmu pertanian. Ada sekitar tiga ratusan lebih mahasiswa yang kuliah di Universitas Waginengin, mulai bachelor, magister hingga doktor.
Kami mampir di beberapa spot kota Waginengin misalnya di gereja Waginengin, bar-bar, cafe dan tempat eksotik lain yang menawan. Demikian juga, sungai panjang yang kami lalui, membuat saya berdecak kagum. Saya sampai di persawahan desa Waginengin yang indah dan sejuk. Domba-domba dipinggir jalan sepanjang desa menunjukkan animal welfare (kesejahteraan hewan) sangat diperhatikan oleh pemerintah Belanda.
Bersepeda merupakan keseharian orang Belanda, Anehnya, orang Belanda yang sudan lanjut usia yang misalnya berumur enam puluh bahkan tujuh puluh pun masih juga bersepeda. Mereka seperti tak mau kalah dengan yang muda. Orang kaya dan orang miskin juga bersepeda. Orang Belanda tidak membeda-bedakan kelas ekonomi dalam semua hal, termasuk bersepeda. Semua enjoyable dengan sepeda masing-masing. Ketika saya tanya berapa harga sepeda, mas Syahri Imron menjawab “ Paling murah, 70 euro atau sekitar 1,2 juta rupiah”, katanya. Toko-toko yang menjual sepeda juga mudah didapati di Belanda.
Di negeri Belanda, sepeda juga boleh dibawa ke kereta api. Hanya, kalau membawa sepeda harus menambah biaya. Meski membayar, mereka tetap menggunakan sepeda sebagai sarana transportasinya. Karena bersepeda dianggap lebih praktis dan ekonomi alias cepat sampai ke tujuan. “Kalau dari housing saya ke Masjid Al Ikhlas Amsterdam menggunakan sepeda 20 menit, menggunakan mobil atau transportasi publik bisa lebih lama”, kata Habibus Salam, warga Indonesia yang tinggal di Amsterdam.
Malam hari (19/3/2024), ketika mengisi ceramah di Universitas Waginengin, saya bersama Syahril Imron juga juga menggunakan sepeda. Dari Housing Imron ke kampus Wagenengin, jika kita berjalan kaki harus menempuh waktu 15 menit, sementara jika menggunakan sepeda, hanya membutuhkan waktu 3 menit.
Tentang sepeda, Indonesia harus banyak belajar pada Belanda. Para pesepada yang dimanjakan dengan jalan yang available adalah tugas negara yang memfasilitasinya. Sebetulnya, demikian ini tidak sulit. Hanya, maukah negara kita? ***(Bersambung)
* M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.