Work-Life Balance Ala Orang Belanda

Oleh: M. Noor Harisudin

Hari itu (24/8/2024), saya melakukan perjalanan dari Amsterdam ke Kota Den Haag. Ini saya lakukan setelah berkeliling kota Bremen dan Hamburg keduanya di Jermankarena tugas menjalankan safari dakwah di sana. Beberapa kolega menyampaikan informasi pada saya tentang ratusan ahli pesawat terbang Indonesia didikan BJ. Habibie yang tinggal di Bremen dan Humberg. Mereka bekerja di perusahaan pesawat terbang di Jerman.

Akhirnya, sampai juga saya ke dua kota di Jerman tersebut, bahkan berdakwah di sana. Setelah berdakwah dua hari di Musholla Breman dan KJRI Humberg Jerman, saya kembali ke Den Haag.

Mengapa harus ke Den Haag? Ya. Saya diundang untuk ikut serta kegiatan Pengurus Cabang Istimewa NU Belanda yang hari itu mengadakan acara rapat kerja dan berbuka bersama di Masjid Al Hikmah Den Haag.

Soal transportasi yang nyaman di Eropa. Beberapa hari sebelumnya, dalam safari dakwah ke Jerman, saya menggunakan bus dari Amsterdam-Bremen. Bremen ke Humberg, saya diantar menggunakan mobil Pak Gery bersama anak dan istrinya. Dari Humberg-Amsterdam-Den Haag, saya kembali menggunakan bus. Saya menikmati perjalanan dengan bus ini karena meski jarak tempuh yang lumayan jauh, saya merasakan suasana bus yang mewah dan nyaman. Saking nyamannya, perjalanan 8,5 jam dari Humberg ke Amsterdam, juga tidak terasa.

Dari sekian perjalanan saya dari Belanda ke Jerman dan pulang dari Jerman ke Belanda, yang menarik adalah sopir bus-nya. Sekian bus disopiri langsung oleh orang Belanda. Sebagai driver, merangkap kondektur dan juga kernet. Ketiganya dirangkap dalam satu orang. Orang Belanda itu kerjanya cak cek, Prof. dan efesien kerja”, kara dokter Ikhwan pada saya. Dokter Ikhwan adalah putra pertama Mahfud MD yang sedang menempuh program Ph.D di Amsterdam bersama istrinya. Jika melihat sopir bus Belanda, maka apa yang dikatakan dokter Ikhwan tidak keliru. Bayangkan: ngerneti, menjadi kondektur dan sekaligus nyopiri. Pemandangan yang tidak kita peroleh di Indonesia. Di Indonesia sopir ya hanya sopir. Kondektur ya kondektur. Kernet ya kernet.

Mereka terbiasa dengan motto kerja; kalau bisa dilakukan oleh satu orang, mengapa pakai dua atau tiga orang. Tak heran jika di banyak sektor kerja orang Belanda, mereka hanya menggunakan sedikit orang atau minimal sesuai kebutuhan kerja.

Meski sedikit orang, namun tidak mempengaruhi kerja cepat orang Belanda. Satu orang Belanda sama dengan tiga orang Indonesia, Prof, kata dokter Ikhwan pada saya. Apalagi mereka memiliki pola kerja yang disebut dengan work-life balance.

Work-life balance adalah keadaan seseorang yang bisa mengatur dan membagi waktu dan energi untuk kehidupan pekerjaan dan pribadi yang baik. Artinya, ia bisa mengatur dan membagi waktu dengan seimbang untuk urusan pekerjaan dan kehidupan pribadi seperti rekreasi, hobi keluarga, dan urusan lainnya.

Dalam work-life balance, orang Belanda menyelesaikan pekerjaan di tempat alias sisa pekerjaan tidak boleh dibawa pulang. Ketika pulang, mereka sudah hanya fokus bercengkerama dengan keluarga atau teman-temannya.

Praktis, orang Belanda menggunakan berbagai cara bagaimana pekerjaan selesai. Mereka selalu all out dalam bekerja. Oleh karena itu, tidak ada HP ketika mereka bekerja. Tidak sama dengan sebagian kita yang bekerja sambil bermain HP, di Belanda bermain HP ketika sedang bekerja dilarang keras. Tidak hanya HP, aktivitas lain juga dilarang dalam cara kerja mereka. Mereka hanya akan focus on the work. Sehingga pekerjaan orang Belanda selalu selesai pada waktunya.

Selain itu, mereka selalu bekerja on time. Misalnya ketika janjian sama Isha, seorang Belanda yang menjadi master Tapak Suci di Amsterdam, jam 9 pagi waktu Belanda untuk diantar ke Rijk Museum Amsterdam, 10 menit sebelumnya saya sudah menunggu di depan housing Habib. Jangan pernah terlambat menepati janji di Belanda kareana ini merupakan kesalahan fatal.

Dus, karakter lain orang Belanda adalah disiplin kerja. Disiplin kerja adalah suatu sikap menghargai, menghormati, taat dan patuh terhadap peraturan yang berlaku dalam perusahaan baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dan tidak mengelak dengan sangsi-sangsi yang berlaku apabila melanggara tugas yang diberikan. Selain datang dan pulang tepat waktu, orang Belanda dikenal mengerjakan semua pekerjaan dengan baik. Mereka juga mematuhi semua peraturan perusahaan dan kantor sesuai, dengan norma-norma sosial yang berlaku.

Kita juga bisa belajar cara kerja smart orang Belanda. Mereka akan menggunakan cara smart untuk menyelesaikan kerjanya. Bagaimana kerjaan cepat selesai dengan hasil yang maksimal. Sehingga, mereka akan menggunakan teknologi untuk membantu berbagai pekerjaan mereka sehingga cepat selesai sesuai dengan yang diharapkan.

Sebetulnya, orang Indonesia bisa meniru cara kerja orang Belanda. Tinggal mau memulai apa tidak. Mau coba? Wallahualam. ***

M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Dewan Pakar PW Lembaga Talif wa an-Nasyr NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Ketua PP APHTN-HAN dan Guru Besar UIN KHAS Jember.

Bagikan :

Facebook
WhatsApp
Telegram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Postingan Terkait

Segudang Keuntungan Kuliah Sambil Mondok

Menjalani aktivitas kuliah sekaligus sebagai santri di pondok pesantren? Apa untungnya? Jawabannya banyak. Mahasiswa tak hanya mendapatkan ilmu umum tetapi juga ilmu agama yang mumpuni.