Webinar Aliran Alkimya, Prof. Haris: Perbedaan Itu Sunnatullah

Media Center Darul Hikam – Ada banyak aliran yang berkembang di dunia. Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui dan paham terhadap macam-macam aliran ini. Alkimya Virtual Madrasah disupport oleh Telkom Indonesia dalam hal ini telah menyelenggarakan Webinar Nasional bertajuk, “Aliran-Aliran Keagamaan dalam Tafsir Marah Labid – Syeikh Nawawi al-Bantani” pada Ahad, (20/3) pukul 19.30 WIB – selesai, dilaksanakan secara online melalui live youtube Dirasah Virtual.

Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M. Fil. I., sebagai narasumber dalam acara tersebut menyatakan, perbedaan adalah sunnatullah.

“Jadi kita diciptakan berbeda-beda itu konteksnya  agar ada ujiannya, ada perlombaan untuk melakukan kebaikan,” ungkap Prof. Harisudin yang juga yang juga Director of World Moslem Studies Center Bekasi.

Prof. Haris (sapaan akrabnya) menjelaskan, jika melihat perbedaan, kita dapat mengklasifikasikan 2 arus utama orang yang ada di dunia. Pertama, yaitu orang yang tidak beragama (atheis) dan kedua, adalah orang yang beragama.

“Alhamdulillah kita hidup di negara yang tidak menghendaki adanya Atheisme, karena sila pertama yaitu ketuhanan Yang Maha Esa. Negara sudah menutup pintu Atheis,” ujar Prof. Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember itu.

Adapun orang yang beragama dibagi menjadi 2 kategori, yaitu orang yang muslim dan orang yang non muslim. Di dalam agama non muslim terdapat pembagian kembali yakni agama Samawi (ahlul kitab) dan agama Ardhi (agama  yang dihasilkan dari pemikiran manusia).

“Agama Samawi misalnya seperti Yahudi dan Nasrani, yang dikembalikan asal mulanya kepada Nabi Ibrahim. Sedangkan agama Ardhi yaitu selain agama samawi, misalnya seperti Konghucu, Budha, Sinto, dan lainnya.

Selanjutnya, Prof. Haris menjelaskan bahwa orang yang beragama muslim, yaitu yang dhohirnya menjalankan perintah-perintah Allah.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka terdapat pesan penting yang tersirat, yaitu bagaimana kita sebagai umat Islam bisa menghargai adanya perbedaan, dan bagaimana cara kita menyikapi perbedaan.

Adapun cara menyikapi perbedaan menurut Prof. Haris yaitu dengan sikap tasamuh (menghargai mereka dalam pandangan yang mereka pegang). Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan yang masih bisa ditoleransi, misalnya perbedaan tentang furu’ (perbedaan dalam fiqh). Bukan perbedaan yang tidak bisa ditoleransi misalnya perbedaan di bidang ushuludin (adanya kelompok aliran yang tidak percaya kepada al-Qur’an, dan menentang hadis).

“Kalau selain furu’ sikap kita harus tegas, namun tetap prinsip kehidupan kita harus mengedepankan life together, bisa hidup bersama-sama. Jadi meskipun pandangan kita berbeda dengan mereka (atheis dan non muslim, red), tapi kita harus tetap tasamuh dan bisa hidup berdampaingan dengan mereka,” pungkas Prof. Haris yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam, Mangli-Jember.

Acara berlangsung secara khidmat, dimoderatori oleh Dr. KH. Ahmad Kholid Murtadlo, M.E., diikuti oleh berbagai peserta dari seluruh Indonesia

Reporter: Erni Fitriani

Editor: Wildan Rofikil Anwar

Bagikan :

Facebook
WhatsApp
Telegram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Postingan Terkait

Segudang Keuntungan Kuliah Sambil Mondok

Menjalani aktivitas kuliah sekaligus sebagai santri di pondok pesantren? Apa untungnya? Jawabannya banyak. Mahasiswa tak hanya mendapatkan ilmu umum tetapi juga ilmu agama yang mumpuni.