Jember: Media Center Darul Hikam
Pancasila merupakan Ideologi Bangsa, bukan hanya hasil dari suatu perenungan atau pemikiran dari individu atau kelompok. Namun Pancasila diangkat dari nilai agama, adat istiadat dan kebudayaan yang terdapat pada pandangan hidup masyarakat yang menggambarkan pola kehidupan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya, Pancasila memiliki dua wajah yaitu wajah masyarakat dengan persatuannya dan pemerintah dengan keadilannya. Maka perlu diadakan pembinaan untuk menanamkan kembali nilai pancasila yang kian waktu kian menghilang dari jiwa masyarakat Indonesia.
Dalam rangka untuk menanamkan kembali nilai ideologi pancasila, Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara se-Indonesia (ASPIRASI) yang bekerja sama dengan PD Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Lumajang dan Lembaga Ta’lif Wa An-Nasyr Nu Jawa Timur (PW LTN NU) menyelenggarakan Webinar Nasional Pancasila pada Jumat (10/07) pukul 13.00 s/d 15.00. Webinar tersebut diikuti lebih dari 150 peserta melalui via Zoom dan live facebook yang bertajuk “Urgensi Pembinaan Ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara”. Webinar ini dibuka oleh (Cand.) Dr. Zainal Ansori sebagai moderator dan Dr. Abdul Wadud, Lc. M.E sebagai Host.
Pemantik Diskusi, Ketua ASPIRASI yang juga Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I., menyampaikan tentang pentingnya pembinaan ideologi pancasila. “RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) membuat Pancasila tergeser dari posisinya sebagai Ideologi Negara. Kita tolak RUU HIP itu. Yang kita dorong adanya pembinaan ideologi Pancasila pada masyarakat. Karena problem mendasar yang membuat Pancasila tergeser adalah generasi milenial yang tidak lagi mengenal Pancasila”.
“Pada tahun 1978 terdapat penafsiran tunggal oleh Orde Baru terhadap Pancasila yang menyebabkan terjadinya pergolakan sosial di bidang politik. Orde Reformasi menolak Pancasila dengan lahirnya UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang menyebabkan Pancasila raib dari kurikulum pendidikan nasional, sehingga generasi muda tidak lagi mengenal Pancasila. Orde reformasi sebagai antitesa Orde Baru sama sekali menghilangkan Pancasila. Hal ini menimbulkan kegelisahan kita bersama karena dikhawatirkan akan muncul berbagai ideologi lain yang menggantikan Pancasila. Tahun 2003 hingga sekarang, ada kekosongan pendidikan Pancasila. Karena itu, saya usul agar generasi Milenial agar diberi pendidikan Pancasila”, ujar Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember itu.
Lebih lanjut Prof. Haris menuturkan bahwa Pancasila adalah kesepakatan pendiri bangsa dan organisasi masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. ”Pancasila sebagai kalimatus sawa’ haruslah kita rawat bersama. Sebab generasi bangsa yang tidak mengenal pancasila akan sulit menghayati bahkan mengamalkannya. Menurut saya Pancasila sesuai dengan syariat, mulai dari sila pertama sampai kelima semuanya terdapat dalam Alqur’an dan hadist. Dalam konteks Islam Nusantara, Pancasila adalah pembentuk utama dalam meraih baldatun thoyyibun wa rabbun ghafur”, tambah Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember tersebut.
Forum ini mengundang anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Dr. KH. Hilmy Muhammad, M.A., dan 3 narasumber yakni: Prof. Dr. Masnun Thahir, M.A sebagai Ketua PWNU Nusa Tenggara Barat, Dr. Bayu Dwi Anggono yang merupakan Direktur PUSKAPSI Universitas Jember dan Dr. Winarto Eka Wahyudi, M.Pd.I., sebagai pakar pendidikan dari Pimpinan Wilayah LTN NU Jatim.
Dr. Bayu Dwi Anggono memaparkan bahwa Pancasila dijadikan ideologi karena memenuhi tiga syarat yaitu dapat diyakini rasionalitasnya, dipahami dan dihayati serta diamalkan. Menurut survei terhadap publik tahun 2018 sebanyak 17,3% masyarakat, 19,14% PNS, 10% Milenial tidak setuju terhadap ideologi Pancasila. Artinya mereka setuju jika pancasila diganti dengan ideologi lain.
“Hal ini terjadi karena tidak adanya payung hukum yang secara resmi tentang pembinaan Pancasila. Justru UU no. 12 tahun 2010 tentang Pramuka, UU no. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan yang merupakan sub bidang Pancasila yang memiliki payung hukum. Sedangkan dalam pembinaan pancasila hanya berbentuk Perpres”, ucap peneliti hukum asal Universitas Jember itu.
Ketua PWNU Nusa Tenggara Barat, Prof. Dr. Masnun Thahir, M.A menjelaskan bahwa Pancasila adalah warisan suci yang diamanahkan oleh para pendiri bangsa kita. Prof Masnun juga menuturkan bahwa Pancasila memiliki ikatan erat dengan Nahdhatul Ulama.
“Jika bicara NU maka kita juga berbicara tentang kesetiaan tanpa batas. Dari dulu NU tidak pernah ingkar kepada NKRI karena sama-sama menghendaki kerukunan dibalik keberagaman. Jangan berhenti berdiskusi, memberikan literasi dan saling menginspirasi. Inilah bangsa kita, saling mengerti dan mengisi untuk menjaga keutuhan NKRI”. tuturnya.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ((DPD RI) Dr. KH. Hilmy Muhammad, M.A mengungkapkan harapannya terkait dibuatnya aturan resmi pembinaan pancasila.
“Mari kita lakukan sosialisasi, evaluasi dan musyawarah yang baik maka kita akan melahirkan sebuah keputusan yang terbaik dengan mengambil sisi baik dan membuang yang buruk. Diperlukan juga pembinaan yang disertai uswatun hasanah sesuai dengan contoh kepemimpinan Rasulullah SAW”, ujar anggota DPD RI yang juga Pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta tersebut.
Dr. Winarto Eka Wahyudi, M.Pd.I mewakili Pimpinan Wilayah LTN NU Jatim menjelaskan bahwa Pancasila disebut sebagai sistem nilai. Sistem nilai tersebut meliputi ketuhanan, persatuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Untuk membina Pancasila, maka dibutuhkan instrumen di bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah.
“Pancasila adalah harta karun kita. Apapun pemikiran yang bertujuan untuk melemahkan pancasila harus kita tolak. Dalam isi pancasila terdapat karunia Tuhan yang diberikan kepada manusia yang beragam suku dan ras seperti Indonesia.” pungkas koordinator riset dan data LTN NU Jatim itu.
Reporter: Siti Junita
Editor: M. Irwan Zamroni Ali.