
Oleh: M. Noor Harisudin*
*Direktur Womester, Guru Besar UIN kHAS Jember dan Dai Internasional Jepang 2025.
Cari makanan halal di Jepang gampang-gampang sulit. Tentu tidak sama dengan cari makanan halal di Indonesia. Dimana-mana, kita temukan makanan halal di Indonesia.
Bedanya lagi, kalau se- ramai-ramai restoran halal di Jepang tidak seramai makanan halal di Indonesia. Selain kita harus cari kendaraan untuk menuju ke sana. Tidak cukup jalan kaki seperti di Indonesia.
Namun ada satu hal unik yang membedakan? Restoran halal di Jepang, menjual makanan bersamaan dengan makanan atau minuman yang haram. Tapi eit jangan cepat divonis haram karena ini termasuk aqalliyat restoran halal di Jepang. Bercampurnya makanan halal dan haram –dinegara minoritas muslim–di-tolerir dan atau di-ma’fu.
“Prof Haris jangan kaget. Yang jual makanan halal di Jepang di sebelahnya ada minuman kerasnya”, kata Gus Gazali pada saya. Lucu ya. Tapi, itu biasa kalau di Jepang. Itulah pentingnya aqalliyat halal food di negeri minoritas Muslim.

Termasuk fiqh aqalliyat adalah makanan yang samar keharamannya. Artinya selama tidak jelas haramnya, maka makanan tersebut halal. Ini terjadi ketika saya ke Jepang. Begitu sampai di Tokyo, saya diajak makan sushi yang paling enak. Saya anggap halal saja sushi ini.
“Ini sushinya. Dan ini jangan lupa washabinya”, kata Kristian, seorang pengurus PCI NU Jepang yang tinggal di Tokyo. Lokasi restorannya juga di pinggir jalan Tokyo.
Kami pun dengan lahap makan sushi asli Jepang. Padahal, saya sendiri tidak pernah makan sushi di Indonesia. Malah diajak makan asli shusi ala Jepang. Washabinya begitu terasa di hidung. Sesak dan pedas. Dan hemm. Lezat banget.
Selain makanan khas sushi, ada juga makanan halal lain di Jepang. Misalnya mie soba, tempura, shojin ryori, nasu dengaku (terong bakar), dango (jajanan manis), konnyaku ksusu vegetarian, onigiri (nasi dan isian), ramen, dan wagyu yakiniku (daging sapi yang dipanggang).
Ketika bicara makanan halal di publik, maka yang kita dapati adalah kesulitan 100 persen menerapkan seperti di Indonesia. Makanan yang umum dijual di publik pasti mengkhawatirkan, meski kita sudah mendapatkan rukhsah (keringanan) aqalliyat halal food. Karena bagaimanapun berbagai bahan di Jepang juga banyak yang mengandung daging babi dan minuman keras seperti sake.
Namun demikian, kita bisa mencari halal food di restoran Muslim. Jelas-jelas halal makanannya. Dewasa ini, restoran halal food ramai sekali seiring dengan banyaknya wisatawan Muslim yang datang dari berbagai negara di negeri Sakura.
Justru, sebagaimana informasi yang saya terima, bahwa kalau yang membuat restoran halal adalah orang Jepang, maka serius sekali. Yang dijual di sana hanyalah makanan halal saja.
“Kalau Prof Haris datang ke Gunung Fuji, ini yang jual makanan adalah orang Jepang. Dan anehnya malah dijamin halal semua”, kata Gus Gazali dalam kesempatan diskusi dengan saya.
Tentu akan berbeda kalau makanan halal adalah konsumsi domestik rumah tangga muslim. Makanan rumahan ini bahannya diperoleh dari mini market atau tokoh-toko yang menjual makanan halal.
“Ya kami belanja ke super market atau toko-toko di Jepang. Enaknya disitu ingredient disebut sangat lengkap dan transparan. Kami tidak pernah ragu”, kata Pak Bubun pada kami saat belanja di Kota Koga Prefaktur Ibaraki Jepang.
Bahan-bahan itu lalu diolah sendiri di dapur rumah atau masjid. Tentu, cita rasa Indonesia akan lebih ‘nendang’ dibanding cita rasa Jepang. Keren kan?
Wallahu’alam. ***