Menjadi Nara Sumber di UiTM Malaysia, Prof. Haris Serukan Inovasi Wakaf Global

Media Center Darul Hikam – Dalam rangka pengembangan wakaf, Indonesia telah memiliki sejumlah regulasi khusus yang mengatur tentang wakaf seperti Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan Badan Wakaf Indonesia dan sebagainya.

Demikian disampaikan oleh Direktur Lembaga Wakaf Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. dalam Forum Antarbangsa Wakaf Pendidikan Tinggi  Malaysia-Indonesia bertajuk “Peranan Wakaf dalam Memperkasa Institusi Pendidikan Tinggi: Perspektif Malaysia & Indonesia” pada Kamis, 10 Oktober 2024 di Studio TV, Fakulti Komunikasi dan Pengajian Media, UiTM CNS Kampus Rembau Negeri Sembilan Malaysia.

Regulasi tersebut dikeluarkan oleh pemerintah untuk mempermudah praktik wakaf di Indonesia. Misalnya kebolehan wakif berwakaf dengan dibatasi oleh waktu tertentu atau disebut mu’aqqat, kebolehan wakaf uang, sehingga orang mudah tidak harus berwakaf dengan dana yang besar.

“Berdasarkan UU No. 41 tahun 2004, wakif boleh berwakaf sawah atau tanah dengan rentang waktu tertentu, sehingga nanti bisa diambil lagi jika sudah jatuh tempo. Wakif juga tidak perlu berwakaf dengan barang atau dana yang besar, seperti sawah, masjid dan sebagainya, namun wakif bisa mulai dengan barang yang sederhana atau uang,” jelas Prof Haris yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Dalam UU. Wakaf di Indonesia, Nazhir memiliki posisi yang sangat penting, bahkan menjadi rukun wakaf.

“Nazhir inilah nanti yang akan mengelola dana wakaf. Demikian sejumlah regulasi yang diatur di negeri kami, Indonesia,” tambah Prof Haris Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember.

Ia berharap agar wakaf produktif di Indonesia semakin berkembang, sehingga dapat membantu pengentasan kemiskinan, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, termasuk pemberdayaan ekonomi umat, dan sebagainya.

“Saya kira perguruan tinggi bisa syiar wakaf, meneliti tentang inovasi dan bisnis-bisnis apa yang memiliki potensi untuk pengembangan wakaf produktif,” jelas Prof Haris yang juga Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur.  

Sebelumnya, dalam sambutannya, Prof. Madya Dr. Siti Sara Ibrahim, Timbalan Rektor III UiTM Cawangan Negeri Sembilan pada saat membuka acara sebelumnya menyampaikan, kegiatan ini akan memberi impact pengayaan kajian wakaf dari dua negara, Indonesia dan Malaysia.

“Indonesia dengan mayoritas muslim, tentu ada hal yang tidak dimiliki Malaysia dan begitu sebaliknya, karenanya kegiatan ini sangat penting dan sangat bermanfaat sekali”, tutur Siti Sara.

Nara sumber pertama, Dr. Mohd Asyran Safwan Kamaruzaman (UiTM CNS, Malaysia) menjelaskan, dalam sejarahnya, wakaf telah memiliki peranan penting dalam keberlangsungan institusi pendidikan, sebagaimana terjadi pada Kampus Al Azhar Kairo, Mesir.

Di era 80-90 an, biaya pendidikan di Kampus Al Azhar Kairo, Mesir sangatlah kecil, para mahasiswa hanya cukup menyiapkan untuk biaya hidup saja, biaya pendidikan boleh sekedarnya saja.

“Hal ini disebabkan kemanfaatan dari dana wakaf yang disumbangkan untuk pendidikan di Mesir sangatlah besar, sehingga pada masa itu tidak lagi membutuhkan bantuan dari kerajaan Mesir,” ujar Dr. Mohd Asyran Safwan Kamaruzaman.

Selain itu, Dr. Mohd Asyran Safwan Kamaruzaman juga menjelaskan perbedaan dan persamaan dari wakaf, zakat, infak, dan sedekah. Menurutnya, dari perspektif hukum, wakaf, infak, dan sedekah adalah hukum sunnah yang jumlah, waktu, dan penerimanya tidak ditentukan. Sebaliknya, zakat adalah hukum wajib yang jumlah, waktu, dan penerimanya sudah ditentukan.

Dari segi objek pemberian, zakat, infak, dan sedekah harus diberikan langsung kepada masyarakat yang berhak (mustahiq). Di sisi lain, harta wakaf harus dijaga, dipelihara, diabadikan, dan dikelola dengan cara yang akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara keseluruhan.

“Wakaf, zakat, infak, dan sedekah sama-sama merupakan pemberian (tabarru’) dengan harapan mendapatkan pahala dan ridha Allah,” tuturnya.

Rektor Institut Agama Islam Miftahul Ulum Lumajang, Indonesia, Mochammad Hisan,  S.Ps.I,. M.Sos menjelaskan, sejauh ini wakaf memiliki peran penting dalam pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya di Kabupaten Lumajang.

Hal ini disebabkan Kabupaten Lumajang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan  dikelilingi oleh kabupaten-kabupaten dengan tingkat pendapatan daerah yang lebih besar daripada Lumajang, sehingga menjadi potensi tersendiri untuk mengembangkan wakaf di kabupaten tersebut.

“Sayangnya, perhatian umat terhadap wakaf masih sangat kecil, masyarakat lebih memilih untuk berinfak atau bersedekah, karenanya literasi wakaf harus kami sosialisasikan sebagai bagian dari perguruan tinggi yang ada di Lumajang,” ujar Mochammad Hisan.

Di samping para narasumber dan Timbalan Rektor III, kegiatan ini dihadiri oleh para pejabat UiTM Cawangan Negeri Sembilan diantaranya Timbalan Rektor I UiTM Cawangan Negeri Sembilan, Penolong Rektor UiTM Kampus Rembau dan para pejabat lainnya. Forum Antar Bangsa Waqaf Pendidikan Tinggi Malaysia-Indonesia ini dipandu moderator, Dr. Mohd Kamel Mat Saleh, Lecture UiTM Cawangan Negeri Sembilan Malaysia.

Reporter : Rico Aldy Munafan

Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Bagikan :

Facebook
WhatsApp
Telegram

Postingan Terkait