Islamophobia dan Tantangan Kemajemukan di Inggris

Oleh: M. Noor Harisudin*

Kita semua dikagetkan dengan demonstrasi yang diikuti berbagai kerusuhan di Inggris yang terjadi sejak 30 Juli hingga 5 Agustus 2024. Diduga keras, kerusuhan ini terjadi karena kelompok sayap kanan mengirim pesan hoaks terkait penusukan tiga gadis di Southport, Liverpool,  Inggris oleh seorang keturunan imigran-Muslim. Padahal, aparat penegak hukum telah menetapkan bahwa pelaku penikaman tiga gadis Inggris pada sebuah kelas dansa anak-anak bertema Taylor Swift tersebut adalah Axel Muganwa Rudakubana. Axel sendiri kelahiran Cardiff,  Wales, beragama Kristen dan berusia 17 tahun serta bukan imigran-muslim. Sementara, tiga gadis yang terbunuh adalah Bebe Kong (6 tahun), Elsie Dot Stancombe (7 tahun) dan Alice Dasilva Aguiar (9 tahun) (29/7/2024). 

Namun demikian, kerusuhan sudah menjadi bubur dan merebak di mana-mana; Belfast Irlandia Utara, Kota Utara Darlington, Plymouth, Rotherham, Middlesbrough, Bristol, Leeds dan Hull. Polisi juga menangkap 400 orang pelaku kerusuhan sejak pecah seminggu yang lalu. Kerusuhan yang meledak di sejumlah kota negara Inggris tersebut meneriakkan slogan-slogan rasis, anti-imigran dan juga anti-Muslim. Mereka juga merusak bangunan, menjarah dan melakukan bentrok dengan polisi serta dengan kelompok-kelompok penduduk setempat yang melakukan protes balasan. Sejumlah toko, hotel dan masjid juga menjadi sasaran kerusuhan tersebut. Kerusuhan ini adalah titik balik United Kongdom (Kerajaan Inggris) yang selama ini membanggakan diri sebagai masyarakat majemuk dan memperjuangkan kesetaraan. 

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer menyebut kerusuhan yang meluas itu dilakukan sayap kanan yang anti-imigran, yaitu English Defence League (EDL). Kelompok yang didirikan Tommy Robinson,  pada tahun 2009 memiliki pandangan anti-imigrasi dan supremasi kulit putih (white supremacy). EDL sendiri mengaku berbeda dengan sayap kanan tradisional. Karena dalam organisasi EDL terdapat divisi Yahudi, Sikh dan LGBT. Tak heran jika dalam kerusuhan ini, kelompok sayap kanan menargetkan kelompok imigran dan muslim. EDL pernah mengalami penurunan pamor pada tahun 2013 ketika ditemukan bahwa organisasi ini memiliki hubungan dengan aktivis sayap kanan Norwegia, Anders Behring Breivik. Breivik adalah pelaku serangkaian serangan bom dan penembakan imigran di Oslo yang menewaskan 77 orang pada Juli 2011.

Meski gelombang demonstrasi anti-EDL di Inggris jauh lebih besar, sekitar dua puluh lima ribu, namun sesungguhnya Islamophobia tidak pernah usai menjadi pembahasan di Inggris khususnya dan Eropa pada umumnya. Buktinya, pesan pendek hoaks yang menyesatkan di media sosial terkait pembunuhan tiga gadis tersebut sangat mudah menyulut berbagai kerusuhan. Ini juga menjadi penanda rapuhnya rasionalisme masyarakat Inggris hanya dengan provokasi hoaks murahan dari organisasi masyarakat bernama English Defence League (EDL).

Dengan kata lain, EDL yang menjadi sayap kanan dan bagian Partai Konservatif ini masih mendapat sambutan hangat dengan Islamophobia-nya. Islamophobia yang dikenal sebagai dislike of or prejudice against Islam or Muslims, especially as a political force seperti bola panas yang membakar akar rumput Inggris. Oleh karena itu, dalam hemat saya, Islamophobia masih merupakan tantangan serius bagi masyarakat Inggris yang dikenal plural. EDL sendiri didukung oleh partai sayap kanan sejak awal berhaluan anti-imigran misalnya Partai Konservatif yang menjadi rival utama Partai Buruh.     

Kendati Pemerintah Inggris yang menganut sistem monarki konstitusional telah melakukan langkah-langkah penegakan hukum dan cepat dalam penanganan kerusuhan tersebut, namun Islamophobia tidak akan mudah dibumihanguskan. EDL juga harus taat pada konstitusi yang berlaku di negara Inggris yang terdiri dari Inggris, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara. Tanpa langkah-langkah progresif, Islamophobia akan menjadi ancaman negara Inggris di masa kini dan masa depan. Sebagai bagian dari masyarakat majemuk –meminjam istilah Goult–, komunitas muslim yang berjumlah 2.601.724  atau 4 persen lebih dari total 65.043.092 penduduk Inggris Raya (Tahun 2020) harus melakukan peran-peran aktif dalam integrasi masyarakat Inggris.  

Sebagai misal, Muslim Inggris harus menampakkan performance yang inklusif dan tidak esktrem di tengah-tengah masyarakat plural di Inggris. Demikian juga, new doktrin jihad  harus lebih digelorakan  sebagai jihad membangun masyarakat yang plural dan jihad-jihad lain seperti jihad ekonomi mengentaskan kemiskinan, jihad teknologi, jihad pendidikan ataupun lainnya yang relevan.   

Lebih dari itu, komunitas muslim harus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Islam di berbagai media massa secara massif dan proporsional. Dakwah Islam harus lebih terbuka di masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan pemahaman yang objektif tentang Islam. Muslim Inggris harus pula mempermudah akses berbagai kalangan untuk mempelajari agama Islam. Khususnya anak-anak muda milenial yang sejak kecil sudah menjadi digital native. 

Kita sudah melihat peran signifikan masyarakat muslim di Inggris. Klimaksnya adalah pemilihan Sadiq Khan, seorang muslim keturunan Pakistan yang menjadi wali kota pertama di London dari kalangan non-kulit putih. Sadiq Khan sendiri berasal dari Partai Buruh yang pada tahun 2024 ini memenangi Pemilu Presiden di Inggris setelah 14 tahun dikuasai Partai Konservatif. Sadiq Khan adalah tokoh muslim modern, sekalipun pernah menuai kontroversi karena dukungannya dengan perkawinan sejenis dalam Undang-undang di masa yang silam. Namun, penerimaan Sadiq Khan sebagai major (wali kota) di Inggris adalah bukti kemajemukan yang nyata. 

Sadiq Khan, Pemerintah Inggris dan dukungan luas masyarakat terhadap kemajemukan adalah modal penguat masyarakat majemuk di Inggris. Kita dan seluruh masyarakat dunia yakin bahwa kerusuhan di Inggris akan selesai dengan cara-cara yang elegan ala masyarakat majemuk Inggris. Meskipun dukungan ini harus diteruskan dengan penegakan hukum bagi pelaku kerusuhan. Jika tidak dilakukan langkah tegas, tentu akan terjadi kerusuhan serupa based on Islamophobia dan kelak menjadi bahaya laten United Kingdom. Pada pihak lain, kelompok pihak sayap kanan harus sadar bahwa apa yang mereka bayangkan tentang Islam tidak benar alias salah. Sehingga kasus Islamophobia yang menyebabkan kerusuhan tidak lagi terulang dimasa yang akan datang. Semoga.  M Noor Harisudin adalah Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Sidiq Jember dan Direktur World Moslem Studies Center  

*M Noor Harisudin adalah Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Sidiq Jember dan Direktur World Moslem Studies Center  

Sumber: https://www.arina.id/perspektif/ar-tZyuQ/islamophobia-dan-tantangan-kemajemukan-di-inggris

Bagikan :

Facebook
WhatsApp
Telegram

Postingan Terkait

Kuliah Umum Syariah UIN Samarinda: Guru Besar UIN Jember Kupas Fikih Nusantara dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia

Fikih Nusantara adalah bagian dari Islam Nusantara. Islam Nusantara adalah Islam yang dipraktikkan, tumbuh dan berkembang di Nusantara. Dalam Islam Nusantara, ada tasawuf  Islam Nusantara, Dakwah Islam Nusantara, Budaya Islam Nusantara, dan sebagainya. Demikian disampaikan oleh Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. dalam Kuliah Umum “Fiqh Nusantara, Pancasila dan Sistem Hukum Nasional di Indonesia” yang digelar oleh Fakultas Syariah UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda pada Selasa, 23 April 2025. “Istilah Islam Nusantara merujuk pada pengertian Islam yang ada di Nusantara, bukan Islam untuk Nusantara, atau Islam dari Nusantara. Kesalahpahaman orang memahami Islam Nusantara berawal dari makna penggabungan kata yang keliru ini,” ujar Prof Haris yang juga Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara. Sedangkan fikih nusantara adalah pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam segmen fikih mu’amalah sebagai hasil dialektika antara nash, syari’at, dan ‘urf, budaya, dan realita di bumi Nusantara (Indonesia). Lebih lanjut, Prof Haris menjelaskan bahwa fikih nusantara memiliki empat metode dalam pengambilan hukum yaitu metode maslahah; metode urf atau mempertimbangkan kearifan lokal atau ‘urf di tempatnya masing-masing; metode Sad Dzari’ah Sebagai Metode Preventif, dan metode Tahqiqul Manath  dalam Metode Ilmu Dan Sains. “Fikih Nusantara menguatkan Pancasila sebagai Dasar Negara. Di Indonesia, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Selain Pancasila, ada sumber hukum lain. Agama misalnya adalah sumber hukum karena Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi, hukum agama bukan merupakan hukum jika belum dijadikan UU. Dalam hal ini, hukum agama menjadi sumber hukum materiil, bukan sumber hukum formal yang berlaku,” jelas Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur. Dalam kesempatan itu Prof Haris menegaskan bahwa Fikih Nusantara terbukti telah menjadi bagian penting dalam legislasi hukum (taqnin) di Indonesia. Proses pengubahan fikih ini menjadi qanun atau undang-undang disebut dengan taqnin. “Sementara, qanun adalah hasil dari positivasi hukum tidak tertulis menjadi hukum tertulis. fikih dan fatwa antara lain fatwa DSN MUI dalam konteks keindonesiaan termasuk hukum tidak tertulis, namun bisa dikembangkan menjadi hukum tertulis berdasarkan peraturan perundangan,” tutur Prof Haris yang juga dikenal sebagai Direktur World Moslem Studies Center (Womester). Sebelumnya, dalam sambutannya, Dekan Fakultas Syariah UIN Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, Prof. Alfitri, M.Ag., LLM., Ph.D menuturkan kegiatan ini penting untuk pencerahan mahasiswa sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan karena tema yang diangkat berkaitan dengan semua Program Studi di Fakultas Syariah UIN Samarinda. “Topik yang diangkat dalam kegiatan ini sangat relevan dan lintas disiplin, sehingga menjadi bekal penting bagi seluruh mahasiswa di berbagai program studi. Ini merupakan bentuk ikhtiar akademik untuk memperluas cakrawala keilmuan mereka,” ujarnya. “Prof. Haris merupakan narasumber yang sangat kompeten; beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Islam, dikenal luas melalui berbagai karya ilmiahnya, serta aktif dalam sejumlah organisasi keilmuan. Dengan latar belakang tersebut, beliau sangat tepat untuk membahas materi ini secara mendalam dan komprehensif. Nanti akan dimoderatori langsung Dr. H. Akhmad Haries, MHI,” tambah Prof. Alfitri. Diketahui Kuliah umum ini disertai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Fakultas Syariah UINSI Samarinda dengan World Moslem Studies Center (WOMESTER) dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kualitas internasionalisasi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Reporter : M. Irwan Zamroni Ali Editor : Wildan Rofikil Anwar

Hentikan Genosida Palestina, Direktur Womester Dukung Fatwa Ulama Dunia

Gaza, 7 April 2025 — Terbitnya fatwa jihad dari sejumlah ulama terkemuka dunia, yang dimotori oleh Syeikh Ali Al-Qaradaghi, menjadi oase di tengah kebuntuan upaya mengakhiri genosida Israel terhadap Palestina. Fatwa ini muncul setelah 17 bulan perang brutal yang menghancurkan Gaza dan menewaskan lebih dari 50.000 rakyat Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan. Mandulnya peran pemimpin Arab dan ketidakberdayaan dunia internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam menghentikan serangan Israel menjadi alasan utama diterbitkannya fatwa tersebut. Dalam fatwa berisi 15 poin itu, para ulama menyerukan keterlibatan aktif negara-negara Islam untuk mengambil tindakan militer, ekonomi, dan politik guna menghentikan genosida yang mengerikan di Palestina. Merespons kenyataan ini, Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. menyatakan dukungannya atas diterbitkannya fatwa tersebut. Menurutnya, fatwa jihad melawan Israel oleh Syeikh Ali Al-Qaradaghi  dan 14 ulama yang lain adalah sangat signifikan dan urgen. “Keputusan fatwa Syeikh Ali Al-Qaradaghi memiliki bobot yang signifikan terhadap 1,7 milyar penduduk muslim dunia dalam situasi saat ini. Dunia Islam perlu bersatu dan bertindak nyata untuk menghentikan genosida di Palestina,” tegas Prof. Haris. Menurut Prof. Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember itu menjelaskan, setidaknya terdapat empat alasan kuat yang menopang pentingnya fatwa tersebut: Pertama, sejak 7 Oktober 2023, Israel melakukan penghancuran sistematis di Palestina. Dengan dalih menghancurkan Hamas, Israel menyerang Gaza, menewaskan lebih dari 50.523 orang, melukai ratusan ribu, dan membuat jutaan warga mengungsi. Kedua, Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada 19 Juli 2024 menyatakan pendudukan Israel di Palestina ilegal dan melanggar hukum internasional. Ketiga, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menetapkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, sebagai penjahat perang, bersama Komandan Hamas, M. Deif (yang telah meninggal). ICC juga menerbitkan surat penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant, namun belum ada tindak lanjut. Keempat, Israel melanggar gencatan senjata dengan Hamas. Setelah kesepakatan gencatan Januari 2025 berakhir pada 18 Maret 2025, Israel kembali menyerang Gaza, menewaskan lebih dari 1.000 warga. Aksi ini dinilai sebagai upaya membumihanguskan rakyat Palestina secara terang-terangan. Meski tidak mengikat secara hukum, lanjut Prof Haris, fatwa jihad tersebut berdampak besar secara sosial, menyasar hampir dua miliar umat Muslim di 55 negara, dan mempertegas solidaritas global terhadap Palestina. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 mewajibkan umat Islam mendukung kemerdekaan Palestina dan mengharamkan segala bentuk dukungan terhadap agresi Israel. “Bentuk dukungan meliputi pengumpulan zakat, infak, sedekah, penggalangan dana kemanusiaan, doa kemenangan, dan Salat Gaib untuk para syuhada. MUI juga mendorong langkah diplomatik pemerintah di PBB dan OKI serta mengimbau umat menghindari transaksi dengan produk yang mendukung penjajahan dan zionisme,” ujar Prof Haris Guru Besar UIN KHAS Jember. Dirinya menambahkan, Fatwa jihad tersebut perlu dibaca dalam spektrum makro, sebagai gerakan moral global yang memperkuat konsolidasi negara-negara Muslim untuk membela Palestina melalui langkah konkret, dengan tetap di bawah kendali negara. Dengan kata lain, warga harus tunduk dalam kendali negara untuk melakukan jihad terhadap Israel. Hal ini penting untuk menjaga ketertiban, mencegah kekacauan, serta memastikan bahwa aksi jihad dilakukan secara terorganisasi, sah secara hukum, dan tidak menimbulkan masalah baru di kancah internasional. “Secara eksternal, fatwa ini menjadi seruan moral lintas agama yang menegaskan perjuangan melawan ketidakadilan dan genosida, bukan serangan terhadap agama tertentu,” pungkasnya. Reporter : Wildan Rofikil Anwar Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Kolaborasi Program Satu Wakaf, Lazawa Darul Hikam Jalin Kemitraan dengan Perwakilan BI Jember

Baru-baru ini Lembaga Zakat dan Wakaf (Lazawa) Darul Hikam yang berkantor di Perum Pesona Surya Milenia C7. No. 6 Mangli Kaliwates Jember, semakin mendapatkan kepercayaan dari banyak pihak. Salah satunya oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember (KPwBI Jember). Sebelumnya, Lazawa Darul Hikam telah diundang menjadi narasumber dan peserta dalam acara ‘Capacity Building Pondok Pesantren Binaan dan Nazhir di Wilayah Kerja KpwBI Jember’ oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember pada Rabu-Kamis, 19-20 Maret 2025 di Hotel Kokoon Banyuwangi. Kegiatan dibuka oleh Kepala Perwakilan BI Jember dan Deputi Kepala Perwakilan. Dengan narasumber Kepala Kementrian Agama Kab. Jember, Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Badan Wakaf Jawa Timur, Badan Wakaf Kab. Jember, Lazawa Darul Hikam Jember, dan Pondok Pesantren Al Musyaffa Jawa Tengah. Kegiatan Capacity Building dilanjutkan dengan kunjungan studi tiru ke PP. Salafiyah Safi’iyah Situbondo. Lazawa Darul Hikam mengutus Direktur Lazawa Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. menjadi narasumber dengan membawakan materi Peran Nazhir dalam Pengelolaan Wakaf Profesional dan Amanah. Sedangkan Nazhir Lazawa Darul Hikam, M. Irwan Zamroni Ali, S.H., M.H., CWC turut hadir sebagai peserta selama 2 hari pada acara tersebut. “Dalam acara tersebut, kami mendapatkan banyak materi, seperti literasi Ekonomi Keuangan Sayriah (Eksyar), literasi wakaf dan nazhir, termasuk literasi kemandirian usaha pesantren,” tutur Irwan. Turut hadir sejumlah Pondok Pesantren dan Nazhir Wakaf di Wilayah Kerja KpwBI Jember. Peserta berasal dari Kabupaten Banyuwangi, Sitobondo, Lumajang, Bondowoso dan Jember. Tidak hanya berhenti di situ, BI Jember kemudian menjalin kerjasama kelembagaan bersama Lazawa Darul Hikam dalam program Gerakan Sadar Wakaf dan Perluasan Nazhir melalui platform SatuWakaf BWI. Kerjasama kelembagaan ini berlangsung di Kantor Lazawa Darul Hikam pada Selasa, 25 Maret 2025. Platform Satu Wakaf Indonesia adalah aplikasi digital yang diluncurkan pada Oktober 2023 oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk mengintegrasikan berbagai badan/lembaga wakaf dan amil zakat di Indonesia. Tujuannya adalah mempermudah masyarakat dalam menunaikan wakaf secara online, kapan saja dan di mana saja, serta meningkatkan inklusi keuangan syariah secara berkelanjutan. Platform Satu Wakaf Indonesia dapat diakses melalui situs web resmi https://apps.satuwakaf.id/ dan aplikasi mobile yang tersedia di App Store dan Google Play Store. Kerja sama antara Lazawa Darul Hikam dan BI Jember mendapat apresiasi tinggi dari Prof. Haris. Ia menegaskan bahwa kolaborasi ini bukan sekadar langkah maju, tetapi juga pencapaian monumental yang membuktikan semakin besarnya kepercayaan publik terhadap Lazawa Darul Hikam. “Kerja sama antara Lazawa Darul Hikam dan BI Jember bukan hanya sebuah kebanggaan, tetapi juga bukti nyata bahwa lembaga ini semakin dipercaya dan diakui kredibilitasnya. Ini adalah pencapaian luar biasa yang patut disyukuri,” pungkas Prof. Haris Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Reporter : Ravi Maulana Editor : Wildan Rofikil Anwar

Menjadi Nara Sumber Bank Indonesia, Guru Besar UIN KHAS Jember Sampaikan Manfaat Wakaf Produktif di Pesantren

Direktur Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC mengatakan bahwa wakaf memiliki sejumlah manfaat. Diantaranya wakaf mampu menyejahterakan umat Islam. “Di pesantren, bahwa wakaf selain bisa membantu menyejahterakan umat, juga dapat membantu anak-anak muda kita untuk belajar dan praktik berwakaf secara langsung. Tidak hanya itu, wakaf juga bisa menopang kebutuhan keuangan lembaga pesantren atau Yayasan,” ujar Prof. KH. M Noor Harisudin dalam acara Capacity Building Pondok Pesantren Binaan dan Nadzir di Wilayah Kerja KPwBI Jember oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember 19-20 Maret 2025 di Hotel Kokoon Banyuwangi. Prof. Haris yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember itu menuturkan perbedaan antara wakaf dengan zakat. Menurut Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur ini, wakaf dapat menjadi aset dan bersifat produktif, sementara zakat sifatnya konsumtif. “Harta wakaf yang kita peroleh nantinya menjadi aset yang harus kita jaga nilainya sembari digunakan manfaatnya, sedangkan harta zakat, ya dikasihkan semua,” jelas Prof. Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember. Seperti wakaf tanah, lanjut Prof. Haris, di mana wujudnya tetap dan menjadi aset, namun bisa kita ambil manfaatnya dengan digunakan untuk pembangunan masjid, rumah sakit, madrasah atau sekolah dan hal bermanfaat lainnya. Sedangkan harta zakat, ya harus dikasihkan semua harta zakat tersebut kepada mustahik. Menurut Prof. Haris, hadirnya sejumlah regulasi wakaf yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, merupakan bentuk pembaharuan hukum Islam dalam bidang Wakaf. Salah satunya dengan menambahkan Nazhir sebagai rukun wakaf. “Dalam kitab-kitab klasik, semisal Fathul Mu’in disebutkan bahwa rukun wakaf ada empat hal, yakni wakif (orang yang berwakaf), mauquf (benda yang diwakafkan), mauquf alaih (orang yang menerima manfaat, dan shighat (ikrar atau lafadz). Sedangkan dalam Undang-Undang Wakaf, rukun wakaf ditambah nazhir (pengelola wakaf),” ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur. Dirinya juga memberikan sejumlah catatan penting tentang praktik wakaf di Indonesia. Salah satunya rendahnya literasi wakaf di masyarakat dan minimnya peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan mutu kelembagaan organisasi wakaf. “Lembaga wakaf juga membutuhkan trust untuk survive di tengah masyarakat selain jangkauan donatur yang luas. Selain itu, lembaga wakaf harus bekerja secara profesional dan amanah dalam mengelola dan mengembangkan dana wakaf,” pungkas Prof. M. Noor Harisudin yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember periode 2019-2023. Kontributor : M. Irwan Zamroni AliEditor : Wildan Rofikil Anwar