Apakah Orang Kaya Boleh Menerima Daging Kurban Wajib?

Kurban atau udhiyah adalah ritual ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menyembelih binatang berupa kambing, sapi, dan unta pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik. Hukum dasar dari kurban adalah sunah, dan anjuran tersebut diperuntukkan kepada orang-orang yang memiliki harta lebih atau dapat disebut orang kaya.  

Hukum kurban dapat berubah menjadi wajib dengan dua hal. Pertama dengan nazar. Orang yang mengucapkan nazar untuk menyembelih kurban, maka hukum kurbannya menjadi wajib. Kedua dengan ucapan kesanggupan berkurban dan telah menentukan binatangnya, seperti seseorang menyatakan “aku jadikan kambing ini sebagai kurban”.  Dengan pernyataan tersebut, maka hukum kurbannya juga menjadi wajib.   

Dalam mendistribusikan daging kurban, terjadi perbedaan aturan antara kurban sunah dan wajib.

Dalam kurban sunah, daging yang harus disedekahkan kepada fakir miskin hanyalah sedikit. Artinya dalam mendistribusikan daging kurban sunah diperbolehkan hanya memberikan satu dua suap daging untuk fakir miskin dan selebihnya dimakan sendiri, meskipun yang lebih utama adalah menyedekahkan semuanya kecuali beberapa suap saja untuk mengambil berkah kurban.

Hal ini berbeda dengan aturan yang ada dalam kurban wajib. Pihak yang berkurban beserta keluarganya tidak boleh sama sekali untuk memakan daging kurbannya. Ia wajib menyedekahkan semuanya kepada fakir miskin yang ada di daerahnya. 

Meski demikian aturannya, realita yang ada, terkadang panitia kurban langsung saja membagi daging kurban menjadi beberapa potongan kecil dan memasukkannya ke dalam plastik, kemudian langsung membagikannya kepada para tetangga sekitar tanpa memilah mana keluarga yang masuk dalam kategori fakir miskin, dan mana yang masuk kategori keluarga mampu atau kaya.   

Lantas, apakah cara mendistribusikan daging kurban wajib seperti di atas dapat dibenarkan?  

Ada dua poin yang menjadi pokok permasalahan. Pertama hukum menyerahkan daging kurban wajib kepada orang kaya. Dalam kajian fiqihnya, kurban wajib harus disedekahkan semua kepada fakir miskin. Ini menegaskan bahwa kurban wajib tidak boleh dimakan oleh pihak yang berkurban, serta tidak boleh pula untuk diberikan kepada orang kaya, karena daging kurban bagi orang kaya tidak disebut sedekah melainkan sebatas ith’am (memberikan hidangan).  

Karena itu, jika kurban wajib tidak tersalurkan seluruhnya kepada fakir miskin, semisal ada sebagian yang dimakan oleh pihak yang berkurban, maka ia harus menggantinya dengan daging lain dan menyerahkannya kepada fakir miskin. 

Dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal disebutkan:

Artinya, “Adapun kurban yang dinazari maka harus disumbangkan seluruhnya, sebagaimana disebutkan di atas dalam penjelasan Ar-Ramli dan Ibnu Hajar.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013] juz VIII, halaman 226

Artinya, “(Tidak boleh memakannya) dan mestinya tidak boleh diberikan kepada orang kaya, demikian penjelasan Ibnu Qasim. Dalam kitab Al-Mughni disebutkan, “Dan jika orang yang berkurban memakannya, maka dia didenda untuk menggantinya”.” (Abdul Hamid As-Syirwani, Hawasyis Syirwani [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz XII, halaman 280).  

Kedua, standar orang kaya dalam bab udhiyah. Dalam hal ini, ulama berpeda pendapat dalam menentukan standarnya. Menurut imam Ar-Ramli standar orang kaya dalam udhiyah adalah orang yang haram menerima zakat, sedangkan orang fakir dalam udhiyah adalah orang yang berhak menerima zakat.   

Pendapat lain disampaikan oleh imam At-Thabalawi, beliau menyatakan bahwa yang dimaksud dengan orang kaya adalah orang yang mampu untuk melaksanakan kurban, yaitu orang yang memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok yang dipertimbangkan dalam zakat fitrah. 

Artinya, “(Ungkapan: “Dan ia boleh memberi makan kepada orang kaya”). Ulama tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan kaya di sini. Imam Ar-Ramli membolehkan yang dimaksud dengan orang kaya adalah orang yang diharamkan menerima zakat, dan orang miskin di sini adalah orang yang dihalalkan menerima zakat.  

Sementara menurut At-Thabalawi boleh pula orang kaya adalah orang yang mampu menunaikan kurbannya, dan dia adalah orang yang memiliki harga hewan kurban, melebihi kebutuhan yang dipertimbangkan lebih pada zakat fitrah.” (Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyah Bujairimi ‘alal Manhaj [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2017] juz IV, halaman 401).  

Simpulan Hukum Kurban wajib tidak boleh diberikan kepada selain fakir miskin. Jika terjadi pendistribusian kepada selain fakir miskin, maka wajib diganti dengan daging lain dan diberikan kepada fakir miskin. Wallahu a’lam.  

Penulis: Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar Jatim.

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/apakah-orang-kaya-boleh-menerima-daging-kurban-wajib-11ced

Bagikan :

Facebook
WhatsApp
Telegram

Postingan Terkait

Kolaborasi PCINU Rusia dan Lazawa Darul Hikam Indonesia Wujudkan Kurban di Negeri Beruang Merah

Moskow – Semangat berkurban tahun ini kembali digaungkan oleh Lazisnu PCI NU Rusia namun dengan sentuhan berbeda. Untuk pertama kalinya, pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di Rusia pada Jumat, 6 Juni 2025, dilakukan melalui kerja sama strategis dengan Lazawa Darul Hikam Indonesia, yaf dikenal aktif menjalin dengan mitra strategis dunia. Kolaborasi ini menjadi langkah penting dalam memperluas jangkauan program sosial keagamaan sekaligus memperkuat jaringan antar-lembaga Islam di kancah global. Ketua Tanfidziyah PCINU Rusia, Amy Maulana mengungkapkan alasan utama menggandeng Lazawa Darul Hikam Indonesia dalam pelaksanaan program kurban tahun ini. “Kami memilih berkolaborasi dengan Lazawa Darul Hikam Indonesia karena mereka aktif menjalin hubungan dengan diaspora, termasuk PCNU luar negeri. Kolaborasi ini memperkuat gerakan sosial Islam lintas batas negara, dan kami berharap kerja sama seperti ini bisa terus dilakukan setiap tahun,” ujar Amy sapaan akrabnya. Menurut Amy, kegiatan penyembelihan kurban di Rusia bukanlah hal baru. Sejak tahun 2020, LAZISNU PCINU Rusia rutin menyelenggarakan program ini setiap Idul Adha. Namun tahun ini menjadi spesial karena hadirnya mitra strategis dari Indonesia yang memberikan dukungan tidak hanya secara finansial, tetapi juga secara kelembagaan. Dukungan dari Lazawa Darul Hikam juga memungkinkan pelibatan lebih luas para donatur dari Indonesia yang ingin berkurban di Rusia. Mereka difasilitasi untuk menyalurkan kurban melalui kanal resmi, yang hasilnya langsung dirasakan oleh masyarakat muslim setempat dan diaspora Indonesia di Moskow dan Kazan. Amy menekankan bahwa kerja sama ini tidak hanya soal teknis penyaluran kurban, tetapi juga sebagai bentuk diplomasi umat Islam Indonesia yang membawa wajah Islam moderat dan peduli ke panggung internasional. “Dengan adanya kegiatan seperti ini, kami bisa menunjukkan bahwa muslim Indonesia adalah bagian dari komunitas muslim global yang aktif membantu sesama. Ini juga menjadi sarana diplomasi, mengenalkan nilai-nilai Islam ala Indonesia yang ramah dan inklusif,” tutur Amy. Program ini turut mendapat sambutan hangat dari komunitas muslim di Rusia. Mereka menilai inisiatif tersebut sebagai jembatan persaudaraan antara dua negara dengan populasi muslim yang besar. Amy menambahkan, “Apresiasi sangat besar dari komunitas muslim Rusia karena ini bukan hanya soal daging kurban, tapi soal solidaritas antarumat.” Kerja sama antara LAZISNU PCINU Rusia dan Lazawa Darul Hikam juga melibatkan banyak pihak lainnya, termasuk mahasiswa dan organisasi masyarakat Indonesia yang berdomisili di Rusia, seperti Permira, HPII, Muhammadiyah, dan ICMI wilayah Rusia. Direktur Lazawa Darul Hikam, Prof. Dr. HM. Noor Harisudin, menyampaikan bahwa pelaksanaan kurban di luar negeri merupakan inovasi baru di tahun 2025. Langkah ini menjadi titik awal bagi lembaga yang berbasis di Jawa Timur itu dalam memperluas cakupan distribusi zakat, infak, sedekah, dan kurban ke kancah global. “Ini adalah inovasi program kurban tahun 2025. Pertama kalinya Lazawa Darul Hikam melakukan penyembelihan dan penyaluran kurban di luar negeri,” ujar Prof. Haris. Menurutnya, meskipun volume kurban yang disalurkan kali ini belum besar, kegiatan ini menjadi fondasi penting bagi agenda internasionalisasi program-program sosial keagamaan Lazawa ke depannya. “Meskipun masih belum banyak, tapi ini adalah langkah awal untuk melakukan internasionalisasi program. Jadi program-program kita tidak hanya lokal, tidak hanya nasional, tapi juga internasional,” ungkap Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember itu. Ia juga menegaskan bahwa ekspansi ini akan terus diperluas ke berbagai belahan dunia agar manfaat dari kurban dan zakat semakin dirasakan oleh umat Islam global. “Ke depan kita akan lebih masif lagi ke Rusia dan beberapa negara lain di seluruh dunia. Dan kami berharap para donatur juga semakin banyak dan semakin bisa memberikan manfaat pada umat Islam di seluruh dunia,” imbuhnya. Dalam kesempatan itu, Prof. Haris juga menyampaikan apresiasi kepada para mitra di Rusia yang telah mendukung program ini, serta ucapan terima kasih kepada para donatur yang telah mempercayakan kurban mereka melalui Lazawa Darul Hikam. “Terima kasih Ustadz Amy Maulana (Ketua Tanfidziyah PCINU Rusia) bisa berkolaborasi untuk pemberian manfaat yang lebih luas ke masyarakat dunia. Terima kasih kepada tim dari Lazawa Darul Hikam, terima kasih pada orang yang berkurban, para donatur yang selama ini telah mensupport Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam sehingga semakin hari semakin tambah besar dan menjadi luar biasa,” tutupnya. Langkah ekspansif ini menandai arah baru Lazawa Darul Hikam dalam menjadikan kurban tidak hanya sebagai ibadah individu, tetapi juga sebagai instrumen diplomasi kemanusiaan lintas negara. Reporter : Ravi Maulana Editor : Wildan Rofikil Anwar

Seminar Internasional di UIN Bukittinggi, Prof. Harisudin Bahas UU Sekuler Perspektif Maqashid Syariah

Media Center Darul Hikam – Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Prof. Dr. HM. Noor Harisudin, S.Ag, SH, M.Fil.I, CLA, CWC, menyampaikan gagasan strategis mengenai pentingnya pendekatan Maqashid Syariah dalam memahami dan menilai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Gagasan tersebut disampaikan dalam “5th International Seminar on Islamic Law” yang diselenggarakan oleh Fakultas Syariah Syekh M. Djamil Djambek, UIN Bukittinggi, pada Selasa, 3 Juni 2025. Dalam pemaparannya yang berjudul “Pengaturan Undang-Undang di Indonesia dalam Perspektif Maqashidus Syariah”, Prof. Haris menegaskan bahwa pendekatan Maqashid Syariah harus menjadi landasan penting dalam menilai dan mengkaji substansi regulasi yang berlaku di Indonesia. Menurutnya, meskipun Indonesia bukan negara agama atau negara Islam, tetapi juga bukan negara sekuler. Indonesia adalah negara Pancasila, dan nilai-nilai Pancasila sejatinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat Islam. “Indonesia adalah negara Pancasila, dan Pancasila sendiri sesuai dengan syariah Islam. Artinya, produk hukum yang dihasilkan dalam sistem hukum nasional bisa dan harus ditelaah melalui pendekatan maqashid,” tegas Prof Haris yang juga Direktur World Moslem Studies Center (Womester). Lebih jauh, Prof. Haris menjelaskan bahwa sebagian peraturan perundang-undangan di Indonesia sejatinya bersumber dari fiqh Islam yang telah melalui proses taqnin (kodifikasi) dan pada akhirnya menjadi bagian dari positive law. Namun, banyak pula undang-undang yang tidak secara langsung berasal dari hukum Islam. Dalam konteks ini, ia menyarankan penggunaan Maqashid Syariah sebagai alat analisis normatif dan filosofis terhadap hukum positif, untuk menguji sejauh mana suatu peraturan mengandung nilai keadilan, maslahat, dan kebijaksanaan. Sebagai Ketua Umum PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara sekaligus Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Prof. Haris menyampaikan bahwa dalam sistem legislasi Indonesia, kewenangan pembuatan undang-undang berada di tangan DPR dan Presiden. Namun, produk hukum yang dihasilkan tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip moralitas publik dan maqashid syariah. Ia juga memaparkan mengenai hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011. Dalam penjelasannya, ia menekankan pentingnya memahami prinsip-prinsip hukum seperti lex superior derogat legi inferiori, lex specialis derogat legi generali, lex posteriori derogat legi priori, dan asas bahwa suatu peraturan hanya dapat dicabut oleh peraturan yang sederajat atau lebih tinggi. Prinsip-prinsip ini, menurutnya, sejalan dengan struktur berpikir dalam hukum Islam yang rasional, sistematis, dan maslahat-oriented. Dalam kerangka maqashid, Prof. Haris menguraikan pemikiran tokoh-tokoh besar Islam seperti Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Imam al-Ghazali, dan Jamaludin Atiyah. Ia menyampaikan bahwa maqashid tidak hanya menyangkut kepentingan individu, tetapi juga mencakup kepentingan keluarga, umat, dan kemanusiaan secara luas. Dalam konteks ini, hukum yang berlaku harus mampu menjaga agama (hifz al-din), jiwa (hifz al-nafs), akal (hifz al-‘aql), harta (hifz al-mal), dan keturunan (hifz al-nasl). Prof. Haris yang juga Pengasuh PP. Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember menyoroti bahwa undang-undang yang telah ditelaah dari perspektif maqashid dan terbukti mengandung kemaslahatan, meskipun pada asalnya bersifat mubah (boleh), dapat menjadi wajib untuk ditaati oleh umat Islam. Ia mengutip pendapat Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain, bahwa pemerintah berwenang menjadikan suatu perbuatan yang mubah menjadi wajib jika hal itu mengandung kemaslahatan umum. “Perbuatan yang mubah jika ditetapkan pemerintah menjadi wajib, maka umat wajib mengikutinya demi kemaslahatan umum. Ini adalah bentuk ketaatan terhadap otoritas syar’i dan negara,” jelasnya. Selain itu, ia mengingatkan bahwa penentuan maslahat dalam suatu peraturan tidak bisa dilakukan secara individual, melainkan melalui proses ijtihad kolektif (ijtihad jama’i) oleh lembaga yang berkompeten dan berdasarkan data ilmiah serta pertimbangan teknologi. Pemaparan Prof. Haris ini mendapatkan apresiasi tinggi dari para peserta seminar yang terdiri dari akademisi, mahasiswa, peneliti, serta praktisi hukum dari dalam dan luar negeri. Banyak yang menilai bahwa pendekatan maqashid yang dikembangkan dalam konteks hukum nasional merupakan terobosan konseptual yang penting di era modern, khususnya dalam kerangka integrasi hukum Islam dengan sistem hukum negara. Selain Prof M Noor Harisudin, seminar internasional ini dihadiri para nara sumber bereputasi internasional seperti Ass. Profesor Dr Wan Mohd Yusof Wan Chik (Univ Sultan Zainal Abidin Malaysia), Prof. Dr. Abd Qadir Haron (International Islamic University Islamabad Pakistan), dan Prof. Dr. Busyro (UIN Bukittinggi). Sebelumnya, Dekan Fakultas Syariah UIN Bukittinggi, Prof. Dr. H. Ismail juga hadir membuka dan menyampaikan sambutan pembukaan. Seminar Internasional yang dimulai jam 08.00 dan selesai jam 12.10 WIB via zoom meeting berlangsung seru dan khidmat. Reporter : Wildan Rofikil AnwarEditor : M. Irwan Zamroni Ali

Ingin Dampak Nyata, Lazawa Darul Hikam Belajar Inovasi Wakaf ke Yayasan Masjid Salman ITB

Bandung, 28 Mei 2025Meski telah mencapai sejumlah pencapaian penting dalam satu tahun terakhir, Lembaga Zakat dan Wakaf (Lazawa) Darul Hikam tak lantas berpuas diri. Demi menjaga relevansi dan daya saing di tengah perkembangan zaman, Lazawa Darul Hikam terus berinovasi—termasuk dengan belajar langsung ke Yayasan Masjid Salman ITB, Bandung. Kunjungan tersebut dilaksanakan pada Rabu, 28 Mei 2025, pukul 09.00–12.00 WIB. Rombongan Lazawa dipimpin oleh Direktur Wakaf Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., SH., M.Fil.I., CLA., CWC., bersama Dewan Pengawas KH. Moh. Romli, M.Pd.I., dan Bendahara Robiatul Adawiyah, SHI., MH. Mereka disambut hangat oleh Pembina Salman ITB, KH. Achmad Nasir Budiman, SH, Direktur Utama Wakaf Ir. Hari Utomo, MBA serta General Manager Bayu R. Ardiansyah. Di awal pertemuan, KH. Achmad Nasir Budiman mengisahkan sejarah berdirinya Masjid Salman yang begitu ikonik di lingkungan kampus ITB. “Selamat datang di Wakaf Salman ITB. Saya ingin berbagi sedikit tentang sejarah masjid ini. Aktivis Masjid Salman adalah perpaduan antara kalangan priyayi dan santri, sebuah kekuatan yang membentuk karakter pergerakan masjid ini. Dari sinilah lahir berbagai inovasi,” ujar Kiai Nasir yang juga dikenal sebagai kader Bang Imad, seorang ideolog Islam terkemuka di Masjid Salman. Ia menambahkan, Masjid Salman merupakan salah satu masjid kampus paling legendaris di Indonesia. Meski pendiriannya sempat menghadapi tantangan, pada akhirnya masjid tersebut berdiri dengan restu Presiden Ir. Soekarno. Rektor ITB kala itu, Prof. Ir. O. Kosasih, turut memberi dukungan, sehingga pada 5 Mei 1972 Masjid Salman secara resmi menggelar salat Jumat perdana. Sementara itu, Direktur Utama Wakaf Salman, Ir. Hari Utomo, MBA menjelaskan struktur manajerial lembaga yang berada di bawah naungan Yayasan Masjid Salman ITB. “Kami beroperasi di bawah Yayasan Masjid Salman ITB. Unit zakat kini sudah berdiri sendiri dengan nama Rumah Amal, namun tetap berada dalam koordinasi yayasan. Dulu, kami juga belajar ke berbagai tempat, seperti halnya Darul Hikam hari ini,” ujar Hari Utomo. Didirikan pada tahun 2017, Wakaf Salman kini berkembang pesat dan menjangkau berbagai wilayah di Indonesia. “Saat ini kami memiliki 30 karyawan. Pada tahun 2024 lalu, kami berhasil menghimpun dana wakaf sebesar Rp26 miliar. Dana ini kami salurkan untuk berbagai program inovatif,” jelas Hari yang juga dikenal sebagai seorang pengusaha. Menutup sesi diskusi, General Manager Bayu R. Ardiansyah memaparkan sejumlah program unggulan Wakaf Salman. “Salah satu program andalan kami adalah pembangunan masjid wakaf. Ada masjid yang kami danai 100 persen, seperti di Kampung Badui, dan ada pula yang didanai sebagian sesuai kebutuhan. Termasuk juga masjid yang kami bantu di Palestina,” ungkap Bayu, alumnus ITB. Ia juga menyoroti program wakaf sumur sebagai bentuk inovasi lainnya. “Kami mengembangkan berbagai proyek wakaf sumur yang menjangkau daerah terpencil, dari Aceh hingga Papua. Skemanya beragam, mulai dari pipanisasi, pembangunan MCK, hingga pemberdayaan masyarakat lokal,” tambahnya. Menanggapi kunjungan tersebut, Prof. M. Noor Harisudin menyampaikan apresiasi yang mendalam atas sambutan dan ilmu yang diberikan. “Kami sangat berterima kasih atas sambutan hangat dan sesi berbagi yang inspiratif ini. Banyak wawasan baru yang kami peroleh dan insyaaAllah akan segera ditindaklanjuti. Kami juga membuka peluang kerja sama ke depan,” ungkap Prof. Haris, yang juga dikenal sebagai dai internasional. Bagi tim Lazawa Darul Hikam, kunjungan ini menjadi pengalaman berharga. Ilmu dan wawasan dari Salman ITB menjadi bekal penting dalam memperkuat peran wakaf di Darul Hikam Jember. Semoga Lazawa Darul Hikam terus tumbuh menjadi lembaga zakat dan wakaf yang maju dan berdampak luas. Reporter: Wildan Rofikil AnwarEditor: M. Irwan Zamroni Ali

Direktur Womester Kecam Rencana Relokasi Warga Gaza dan Dukung Sikap Tegas Prancis, Inggris, dan Kanada

Jember — Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC, mengecam keras rencana relokasi warga Gaza yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan didukung oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Prof Haris juga menyatakan dukungannya terhadap sikap tegas tiga negara Eropa—Prancis, Inggris, dan Kanada—yang menentang tindakan Israel di Jalur Gaza. Dalam pernyataannya, Prof. Haris mengkritik rencana Trump yang ingin memindahkan sekitar dua juta warga Gaza ke negara-negara lain, seperti Libya, dengan dalih pembangunan kembali wilayah tersebut. Ia menilai langkah tersebut sebagai bentuk pengusiran paksa yang melanggar hak asasi manusia dan hukum internasional. “Warga Gaza berhak untuk tetap tinggal di tanah kelahiran mereka. Relokasi paksa adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan,” tegas Prof Haris yang juga Guru Besar UIN KHAS Jember. Rencana relokasi ini mendapat dukungan dari Netanyahu, yang menjadikannya sebagai syarat untuk mengakhiri konflik di Gaza. Netanyahu menyebut rencana Trump sebagai ‘brilian’ dan berpotensi mengubah wajah Timur Tengah. Namun, rencana ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Jerman dan negara-negara Eropa lainnya, yang menegaskan bahwa Gaza adalah bagian dari wilayah Palestina dan warganya tidak boleh dipindahkan secara paksa. Lebih lanjut, Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur mengapresiasi sikap tegas yang diambil oleh Prancis, Inggris, dan Kanada dalam menanggapi tindakan Israel di Gaza. Ketiga negara tersebut mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam perluasan operasi militer Israel dan memblokade bantuan kemanusiaan ke Gaza. Mereka juga mengancam akan mengambil ‘tindakan konkret’ jika Israel tidak menghentikan ofensifnya dan membuka akses bantuan. “Kami mendukung langkah-langkah tegas yang diambil oleh Prancis, Inggris, dan Kanada. Tindakan Israel yang memblokade Gaza dan menghalangi bantuan kemanusiaan telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi warga Palestina. Komunitas internasional harus bersatu untuk menekan Israel agar menghentikan tindakan-tindakan yang melanggar hukum internasional,” ujar Prof. Haris. Prof. Haris juga mengajak masyarakat internasional, termasuk negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), untuk tidak tinggal diam melihat krisis kemanusiaan ini. Ia menekankan pentingnya langkah-langkah nyata dalam membantu rakyat Palestina, baik melalui diplomasi maupun bantuan langsung. “Kita tidak boleh hanya diam. Dunia harus menunjukkan bahwa kemanusiaan tidak mengenal batas negara atau politik,” pungkasnya. Reporter : M. Irwan Zamroni Ali Editor : Wildan Rofikil Anwar