Ra aitul al-islaama ‘amalan laa iimaanan fil gharbi. Wa raitul al-Islaama iimaanan laa ‘amalan fis syarq.
Saya melihat Islam yang diamalkan bukan Islam yang diimani di Barat.
Sementara, saya melihat Islam yang diimani dan bukan Islam yang diamalkan di Timur.
Demikian perkataan Muhammad Abduh ketika berkunjung ke Paris pada tahun 1884 M.
Muhammad Abduh takjub dengan amaliyah Islam di Paris (Eropa) yang tampak dalam berbagai sendi kehidupan.
Itulah yang saya rasakan ketika mendapat tugas berdakwah di Belanda mulai tangagl 12 hingga 26 Maret 2024.
Saya diundang Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Belanda untuk berdakwah keliling di sejumlah kota di Belanda dan juga Jerman, mulai Amsterdam, Den Haag, Wageningen, Leiden, Bremen dan Hamburg.
Keempat kota pertama adalah kota-kota di Negeri Belanda dan dua yang terakhir adalah dua kota di Jerman.
Sembari berdakwah selama lima belas hari di negeri kincir angin, secara kasat mata, saya melihat Islam yang diamalkan, bukan Islam yang diimani di sana.
Penduduknya non-muslim, namun amaliyahnya justru Islam.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Setidaknya, ada sejumlah amaliyah Islam yang kita lihat dan rasakan ke Negara Kincir Angin tersebut, sebagaimana berikut:
Pertama, kota-kota di Belanda bersih.Ruas-ruas jalan yang rapi dan bersih kita lihat di hampir semua sudut jalan.Kita sulit mendapati sampah di jalanan, kafe, housing, airport, stasiun, dan sebagainya. Hadits an-nadlaftu minal iman (kebersihan sebagian dari iman) benar-benar mewujud dalam semua bidang kehidupan.
Kedua, Negeri Belanda sangat mempedulikan lingkungan. Udara yang segar benar-benar dijaga. Jalanan rapi, tertib dan bersih. Sebisa mungkin, orang menggunakan transportasi publik. Bahkan sepeda pancal adalah transportasi utama orang Belanda.
Dengan demikian, selain antimacet, juga tidak membuat polusi udara yang menyesakkan dada. Belanda melarang menggunakan aqua gelasan, namun menggunakan air isi ulang. Ini sejalan dengan pesan Alquran untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sebaliknya melarang berbuat kerusakan di muka bumi. (QS. Al-Araf: 85).
Ketiga, jalanan di Belanda nyaris tanpa macet. Kecuali Amsterdam kota besar di Belanda, semua jalanan berlangsung tertib. Semua juga tertib berlalu lintas.
Demikian juga, parkir mobil dan kendaraan teratur. Ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW: la dlarara wa la dlirara. Artinya: Tidak boleh ada madlarat pada diri sendiri dan juga pada orang lain.
Keempat, penegakan hukum di Belanda sangat memanusiakan manusia. Tak heran jika sejumlah penjara di Belanda, ada yang tutup.
Dengan kata lain, kejahatan tidak ada atau bahkan zero. Juga tidak ada korupsi. Penegakan hukum tidak serta merta langsung babibu hantam kromo, namun dicari dulu akar masalahnya. Sejauh bisa tidak dihukum, maka jangan dihukum.
Apalagi jika dihukum malah justru berdampak negatif dan semakin meluas kejahatannya di masa itu dan masa yang akan datang.
Ini selaras dengan maqasidus syariah yang berorientasi pada kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat (mashaalihul ‘ibaad fil ma’asyi wal ma’aad).
Kelima, pendidikan yang mencerahkan. Sejak kecil, anak-anak dididik dengan model critical thinking yang mencerahkan.
Mereka tidak dicekoki sederet hafalan apalagi pekerjaan rumah (PR) yang membosankan, namun mereka dicerahkan dengan cara berpikir kritis sejak sekolah dasar (basic school).
Demikian ini selaras dengan pesan Alquran, afala ya’qiluun (apakah kalian tidak berakal), afalaa yafatakkaruun (apakah kalian tidak berpikir) dan afala yatadabbarun (apakah kalian tidak berpikir).
Keenam, Belanda adalah welfare state (negara kesejahteraan). Oleh karenanya, di Belanda tidak ada orang kaya dan juga orang miskin. Orang kaya takut dengan pajak yang tinggi hingga 52 persen dari penghasilannya.
Orang miskin akan mendapat jaminan sosial dari selisih pajak orang kaya, meski ia tetap berkewajiban membayar pajak minimal 33 persen.
Negeri Belanda memang menggantungkan penghasilan dari pajak warganya.
Apa yang dilakukan di negeri Belanda sejalan dengan QS. Al-Hasyr ayat 7: kay la yakunan dulatan bainal aghniya minkum. Artinya, agar harta itu tidak berputar di antara orang kaya kalian.
Ada banyak hal amaliyah Islam lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu di negara bekas penjajah tersebut.
Semuanya juga menjadikan Negara Belanda sebagai 10 negara dengan tingkat kebahagian tertinggi dunia.
Seperti kata Muhammad Abduh, saya menduga, demikian ini karena Belanda mengamalkan ajaran Islam.
Momentum Ramadan 1445 H ini seyogyanya menjadi refleksi kritis atas keberislaman kita.
Benarkah kita sebagai muslim sudah mengamalkan ajaran Islam?
Berapa ayat Alquran yang sudah kita praktikkan dalam hari-hari kita?
Berapa hadits Nabi yang sudah juga kita praktikkan dalam hari-hari kita?
Ataukah justru kita semakin jauh dari amalan Islam?
Dalam Hikam, Ibnu Athailah al-Iskandari mengatakan ‘khairul ‘ilmi ma kaanat al khasyah ma’ahu’.
Sebaik-baik ilmu, adalah ilmu yang dibarengi al-khasyah (rasa takut pada Tuhan).
Tidak hanya itu, sebaik-baik ilmu, adalah juga ilmu yang diamalkan dalam berbagai aspek kehidupan.
Islam bukanlah ajaran teoritis yang melangit, namun Islam adalah agama yang harus membumi dalam praksis kehidupan.
Kekuatan Islam bukan kata-kata indah, namun praksis kehidupan yang dirasakan manfaatnya dalam berbagai sektor kehidupan.
Itulah makanya, para ulama yang mengamalkan ilmunya mendapat tempat terhormat dalam Islam, seperti doa-doa yang kita lantunkan dan selalu ditujukan pada mereka al-ulamaa al-‘aamilin’. Alfatihah.
(*)Prof. Dr. HM. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jatim. Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara.