Media Center Darul Hikam – Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Prof. Kiai Harisudin, menyebut moderasi beragama dalam Islam hakikatnya adalah agama Islam itu sendiri. Islam mengajarkan ummatnya untuk bersikap tengah-tengah dan menghindari sikap ekstrem (al-ghuluw).
“Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktikan moderasi beragama dikatakan orang moderat,” ujar Prof. Kiai Haris dalam ‘Orientasi Pengenalan Jati Diri Universitas Jember Bagi CPNS Formasi Tahun 2021’ di Hotel Ketapang Indah Banyuwangi, pada Sabtu, 17 Desember 2022.
“Moderasi juga diartikan sebagai ‘sesuatu yang terbaik’. Yang terbaik adalah sikap tengah-tengah. Misalnya keberanian adalah sikap terbaik antara nekat dan sifat takut. Dermawan adalah sikap terbaik antara pelit dan sifat kikir. Demikian seterusnya,” tambahnya.
Menurut Prof. Kiai Haris, terdapat tiga pondasi dalam moderasi beragama, diantaranya: Pertama, tidak berlebih-lebihan. Kedua, tidak mengganggu ketertiban umum. Ketiga, melanggar batasan kemanusiaan.
Selain itu, metode yang dapat dilakukan untuk memahami Islam menurut Prof. Kiai Haris, salah satunya ialah mengajarkan Islam dari satu generasi ke generasi lain melalui jejaring sanad yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Dalam hadits, dikatakan: al-’ulama waratsatul anbiya. Artinya Islam disebar melalui jaringan intelektual ulama mulai sekarang hingga sampai pada Rasulullah Saw. Ini yang disebut pemahaman agama yang bersanad,” tutur Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Jember.
Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, mengingatkan bahwa Islam bersifat fleksibel. Menurutnya, berislam tidak menjadikan orang hilang keindonesian maupun kesukuannya
“Seorang muslim dapat meneguhkan keislamannya, namun juga tetap bisa menjaga keindonesiaan dan kesukuannya, misalnya. Saya: muslim, orang Indonesia dan juga orang Madura!,” tegasnya.
Islam, lanjut Prof. Kiai Haris, mengajarkan kita untuk menjalin hubungan persaudaraan, baik ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa) dan ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama anak manusia).
Tujuan akhir beragama dalam Islam, lanjutnya adalah menjadi orang baik. Dalam bahasa hadits disebut, liutammima makarimal akhlaq. Artinya, agar saya menyempurnakan akhlak yang mulia.
“Dalam bahasa jawanya, ‘Ndadani awak’ atau reparasi diri dengantidak pernah mderasa menjadi orang yang lebih baik daripada yang lain,” pungkasnya.
Kontributor : M. Irwan Zamroni Ali