Media Center Darul Hikam – Seorang Muslim dianjurkan untuk senantiasa meningkatkan kualitas keislamannya. Termasuk Muslim Eropa agar terus meningkatkan kualitas Islam-nya. Demikian disampaikan Guru Besar UIN KH. Ahmad Shiddiq (KHAS) Jember Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag, SH, M.Fil.I, dalam ceramah menjelang berbuka puasa yang diselenggarakan oleh Keluarga Muslim Indonesia (KMI) Bremen Jerman, Jum’at, 22 Maret 2024. Acara yang diselenggarakan di Musholla ar-Raudlah ini dihadiri puluhan muslim berbagai negara; Indonesia, Jerman, Turki dan sebagainya. Hadir juga Ketua KMI Bremen Gery Vidjaja dan segenap jajarannya.
Peningkatan kualitas seorang muslim, lanjut Prof. Haris, dimulai dari komitmennya untuk terus menambah pengetahuan muslim. “Ini yang disebut dengan knowing. Jadi, dimulai dari tahu dulu (knowing). Waman bighairi ‘ilmin ya’malu. A’maaluhu marduudatun la tuqbalu. Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya ditolak dan tidak diterima. Katanya Ibnu Ruslan dalam kitab Zubad. Saya pernah bertemu dengan anak muda semangat tinggi sholat dua rakaat setelah subuh. Setelah selesai sholat, saya tanya sholat apa. Dia menjawab dengan tenang, sholat ba’diyah Subuh. Mana ada ba’diyah Subuh ya”, jelas Prof. Haris yang juga Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur tersebut.
Ilmulah, kata Prof. Haris, yang menjadi pondasi keberislaman seseorang. Ilmu juga yang menjadi kebanggaan seorang muslim, bukan pangkat, jabatan, kedudukan ataupun popularitas. La tafrahanna illa biziyaadati ‘ilmin wa ‘amalin shaalihin. Jangan kau bangga, kecuali karena ilmu dan amal shalih. Demikian pernyataan Imam al-Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah. Mengapa? Karena ilmu dan amal shalih yang mengantarkan seseorang sampai pada Allah Swt.
Kalau sudah ada ilmu, maka selanjutnya ilmu itu harus diamalkan. “Suatu saat, Kiai Hamid Pasuruan (Allahu yarhamu), berhenti mengaji kitab kuning padahal baris kitab yang dibaca masih sedikit. Biasanya membaca 15 baris dan saat itu dibaca 4 baris. Biasanya beliau membaca kitab satu jam, saat itu beliau hanya membaca kitab seperempat jam. Para jamaah heran. Mereka dari berbagai tempat: Pasuruan, Malang, Bangil, Surabaya, Jember dan sebagainya. Lalu sebagian santri senior berinisiatif untuk bertanya ke dalem (rumah) Kiai Hamid, mengapa pengajian hari itu sebentar. Kiai Hamid mengatakan, bahwa dia tidak apa-apa. Hanya, beliau belum mengamalkan baris yang dibaca sehingga pengajian dihentikan dulu”, tukas Prof. Haris yang juga Dewan Pakar Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.
Disini, adanya amal –seperti yang dilakukan Kiai Hamid Pasuruan–menjadi penting dilakukan setelah mendapat ilmu. Setelah knowing adalah doing atau mempraktikkan ilmu yang diperoleh. Seperti yang dilakukan oleh seorang sahabat Rasulullah Saw. Ketika disampaikan ayat. Lan tanaalul birra hatta tunfiquu mimmaa tuhibbuun. Sekali-kali, kau tidak akan mendapat kebajikan hingga kau menginfakkan apa yang kau cintai. Sahabat ini berhari-hari tidak dapat tidur hingga ia akhirnya menemukan yang dicintainya pada Rasulullah Saw. “Wahai Rasul, ini barang yang aku cintai. Kebun kurma. Saya berikan untuk dakwah dan syiar Islam”, ujar Prof. Haris menirukan perkataan sahabat tersebut pada Rasulullah Saw.
Amal yang dilakukan berulang-ulang (repeatedly) akan menghasilkan being. Being artinya menjadi. Orang yang berulang kali sedekah akan menjadi ahli sedekah. Orang yang berulang kali ibadah akan menjadi ahli ibadah. Orang yang berulang kali puasa sunah akan menjadi ahli puasa. “Dalam hadits Rasulullah Saw disebutkan kaana khuluquhu al-Qur’an. Akhlaq Rasulullah adalah al-Qur’an. Mengapa? Karena seluruh isi al-Qur’an sudah dipraktikkan semua oleh Rasulullah. Nabi juga mengulang-ulangnya hingga al-Qur’an mendarah daging dalam kepribadian beliau”, jelas Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan Majlis Ulama Indonesia Jawa Timur.
Dalam konteks ini, lanjut Prof. Haris, maka umat Islam –khususnya di Eropa—dapat meningkatkan keislamannya dengan tiga hal diatas. “Dari dulu hingga sekarang, kita sering berdoa untuk al-ulama al-amilin yaitu orang-orang alim yang mengamalkan ilmunya. Karena disini kedahsyatan ‘ulama yang ‘amilin. Bukan hanya ilmu saja, namun juga mempraktikkan ilmu hingga menjadi bagian dari diri orang tersebut”, ujar Prof. Harisudin yang juga Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pergerakan.
Oleh karena itu, Prof. Haris mendorong keluarga muslim Indonesia untuk sering-sering ke Musholla ar-Raudhah Bremen untuk mengikuti majlis taklim sehingga mendapatkan ilmu keislaman yang dapat digunakan menjadi bekal meningkatkan ketakwaan pada Allah Swt.
Reporter: M Irwan Zamroni Ali
Editor: Siti Junita