Baidlawie : Harus Ada Punishment Bagi Orang Yang Enggan Berzakat

Media Center – Sabtu, 24/04 Fakultas Syariah IAIN Jember bekerja sama dengan Amil Zakat (Azka) Al Baitul Amien Jember mengadakan Webinar Nasional Zakat Generasi Milenial yang bertajuk “Zakat Is a Lifestyle!” yang dimulai pada pukul 08.00-11.00 WIB secara daring (dalam jaringan) melalui aplikasi Zoom Meeting dan live Youtube. 

Adapun Keynote Speaker pada acara tersebut yaitu Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA selaku Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia (RI), Opening Speech oleh Ach. Fathor Rosyid, M.Si., selaku Direktur Azka Al Baitul Amien Jember. Speaker oleh Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. selaku Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur serta Guru Besar IAIN Jember dan Ust Baidlawie, MHI selaku Dosen Fakultas Syariah IAIN Jember. Master of Ceremony oleh Anjar Aprilia Kristanti, M.Pd dan Moderator oleh Dr. Zainal Anshari, M.Pd.I., selaku Ketua Yayasan AZKA Al Baitul Amien Jember.

Baidlawie yang menjadi salah satu pembicara dalam acara tersebut menyampaikan bahwa banyak sekali pendapat dari pakar atau ahli zakat yang mana pendapat dari mereka memiliki titik kesamaan, baik dari kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah maupun dari pakar ekonomi di Indonesia.

“Definisi yang disampaikan oleh beberapa pakar, itu rata-rata sama bahwa zakat itu adalah nama dari suatu harta yang dikeluarkan dari harta tertentu, kepada orang tertentu, untuk golongan orang tertentu, dan dengan cara tertentu pula. Untuk lembaga BAZNAS akhirnya ketertentuan ini nanti supaya bisa diatur, terutama bagi kaum milenial yang mungkin masih kekurangan literasi tentang apa itu zakat dan semacamnya,” tuturnya.

Macam-macam zakat dibagi menjadi dua bagian diantaranya ada zakat mal dan zakat fitrah. Namun utamanya seperti di bulan Ramadhan ini adalah zakat fitrah.

Profesor Dr. KH Noor Achmad, MA., menuturkan bahwa potensi zakat di Indonesia sebesar 320 triliun, hanya saja yang bisa terkumpul hanya sedikit sekali dari itu semua. Apa yang menjadi masalahnya? Menurut Baidlawie hal itu dapat terjadi karena kurangnya peran pemerintah. 

Seperti dulu yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar di dalam menegakkan perintah zakat, yakni dengan memberi sanksi kepada pelaku zakat dengan cara diperangi. Hal ini menurutnya bisa dijadikan solusi yang mana Undang-Undang Zakat yang sudah untuk lebih ditekankan kepada aspek punisment atau sanksinya. 

“Jadi harus ada sanksi, Saya mengutip pernyataan Khalifah Usman bin Affan dikutip oleh Jamaluddin dalam Kitab Nahwu Wat Tamwil Maqashid Syariah, beliau menyatakan  bahwa pentingnya pemerintah di dalam menekan para orang–orang muslim yang tidak tunduk kepada aturan-aturan agamanya agar kemudian bisa tunduk dengan cara diberi sanksi,” ujarnya.

Jadi pemerintah tidak hanya menyediakan tempat mengeloa zakat, menghimpun zakat, tetapi juga bagaimana pemerintah memberikan hukuman atau sanksi bagi mereka yang tidak membayar zakat. Sehingga perlu ada undang-undang yang mengatur sanksi-saksi bagi mereka yang tidak mau melaksanakan kewajiban zakat. Karena jelas kewajiban zakat ini ancaman nyata sekali dalam Alquran seperti yang tertera di dalam surat  At-Taubah ayat 34. Allah berfirman bahwa orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak mau menafkankan hartanya di jalan Allah maka akan diberikan siksa yang pedih.

“Artinya harus diberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya kaum milenial tentang bahaya orang yang kemudian tidak melaksanakan zakat ini, supaya ada rasa takut yang arahnya takut kepada Allah. Bagaimana supaya mereka mau berzakat, mungkin diberi pemahaman, bahwa zakat bukan hanya sebagai kewajiban tetapi sebagai kebutuhan. Kalau kita tidak zakat, nanti badan dan harta tidak tersucikan. Zakat harus dijadikan gaya hidup atau lifestyle sehingga optimalisasi zakat akan bisa tercapai,” ucapnya.

Ia juga mengungkapkan urgensi mengeluarkan zakat, mengutip dari rangkuman salah satu ulama. Ada beberapa hikmah dalam berzakat diantaranya adalah sebagai bentuk penghambaan kita sebagai manusia kepada Allah Swt., artinya dengan berzakat, kita melaksanakan salah satu satu rukun Islam, yang apabila zakat ini tidak dilaksanakan berarti keislaman kita tidak sempurna, juga sebagai bukti syukur kita kepada nikmat Allah. Kemudian yakni menyucikan muzakki dari dosa-dosa, membersihkan harta. Kemudian yang paling penting juga membersihkan hati mustahik dari hasad dan iri hati.

Baidlawie menuturkan bahwa potensi perolehan zakat para milenial masih jauh dari yang diharapkan, sehingga kedepan akan diberikan himbauan terutama oleh BAZNAS dan lembaga pemerintah yang menjaga dan mengelola zakat supaya lebih optimal dalam mengelola penghimpunan zakat. Menumbuhkan perekonomian Islam, dan dakwah kepada orang untuk dapat cinta kepada syariat Islam. 

“Solusinya tadi itu, harus lebih tegas kepada para muzakki ini agar kemudian bisa melaksanakan zakatnya dengan lebih optimal. Saya mengharapkan bahwa bagaimana milenial ini menjadi motor penggerak, agar perolehan zakat yang awalnya tadi 10 juta orang yang membayar, setidaknya bisa mencapai 50% dari 320 juta orang yang ada di Indonesia,”pungkasnya.

Di akhir materi, Baidlawie menyampaikan bahwa hikmah berzakat tidak akan mengurangi harta, justru akan menambah dan memberikan keberkahan pada harta. Acara berlangsung menarik, diikuti oleh kurang lebih 200 orang dari berbagai kalangan akademisi baik dari dalam maupun luar IAIN Jember.

Reporter : Imaniar Isfaraini

Editor : Erni Fitriani

Bagikan :

Facebook
WhatsApp
Telegram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Postingan Terkait

Segudang Keuntungan Kuliah Sambil Mondok

Menjalani aktivitas kuliah sekaligus sebagai santri di pondok pesantren? Apa untungnya? Jawabannya banyak. Mahasiswa tak hanya mendapatkan ilmu umum tetapi juga ilmu agama yang mumpuni.