Media Center Darul Hikam – Ketua PP Asosiasi Dosen Pergerakan, Prof. Kiai Harisudin, mengartikan radikalisme agama sebagai gerakan keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan menggunakan kekerasan.
Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Orientasi Pengenalan Jati Diri Universitas Jember Bagi CPNS Formasi Tahun 2021 di Hotel Ketapang Indah Banyuwangi, yang digelar selama tiga hari, 16-18 Desember 2022.
Menurutnya, radikalisme disebabkan setidaknya oleh 4 (empat) hal, diantaranya: Pertama, pemahaman Thaghut jika pemerintah tidak berbentuk khilafah; Kedua, kekecewaan yang berlebihan pada pemerintah; Ketiga, pemahaman keagamaan yang eksklusif, sempit dan tertutup; Keempat, pengaruh dunia global yang dianggapnya sangat tidak adil.
Beberapa kekeliruan, lanjut Prof. Kiai Haris, yang sering terjadi terhadap pemahaman yang berbasis radikalisme. Mulai dari kekeliruan pemahaman kebangsaan dan kenegaraan, kekeliruan pemahaman keagamaan, kekeliruan sikap pada orang yang beda keyakinan, hingga kekeliruan cara yang digunakan.
“Adapun yang dimaksud keliru dalam pemahaman kebangsaan dan kenegaraan ini misalnya, yakin akan tegaknya khilafah di masa yang akan datang, bersikap anti Pancasila, anti kebinekaan, anti UUD 1945 dan anti NKRI, bersikap anti kebangsaan (anti-nasionalisme), dan dalam beberapa kasus membenturkan antara Pancasila dengan agama,” ujar Prof. Kiai Haris yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bentuk kekeliruan pemahaman keagamaan seperti, adanya semboyan yang memerintahkan umat Islam untuk kembali pada al-Qur’an dan Hadits secara literlek, termasuk menafsirkan al-Qur’an dan Hadits sesuai kecenderungan pemahaman subyektifnya dan dijadikan kebenaran yang absolut (mutlak).
“Mereka kaum radikal cenderung bersikap eksklusif dan tertutup serta hanya menggunakan referensi dari kalangan sendiri. Tidak hanya itu, mereka juga menolak dengan keras local wisdom (kearifan lokal) di berbagai belahan dunia,” tambah Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli Jember.
Dalam kesempatan itu, Prof. Kiai Haris juga menggambarkan kekeliruan cara yang digunakan oleh kaum radikal, seperti: tak segan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan; kerapkali menebarkan hoax dan berita bohong tentang kelompok lain yang berbeda; bahkan menghalalkan mencuri harta milik kelompok lain karena kelompok lain dianggap kafir.
Karena itu, untuk menangkal paham radikalisme, perlu adanya beberapa penguatan dalam beberapa hal, misalnya; mendakwahkan Islam rahmatan lil alamin; berguru pada ulama yang luas pengetahuan dalam memahami Islam; mentaati pemerintah selama on the right track; menanamkan Pancasila tidak bertentangan dengan agama, dan hal semacamnya.
Memang, lanjutnya, perlu ada pembinaan khusus bagi mereka kaum radikal. Mulai dari pembinaan untuk menjauhi sikap saling mengkafirkan, termasuk mengajak mereka untuk memahami agama secara dialogis dan demokratis
“Jika langkah pembinaan itu gagal, maka penegakan hukum sebagai solusi akhir. Misalnya dengan implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang No. 16 tahun 2017 tentang Ormas,” pungkasnya.
Kontributor : M. Irwan Zamroni Ali