Ketika Kiai Nyentrik NU Menggugat Feminisme
Judul Buku : Islam di Australia
Pengarang : Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I
Penerbit : Pustaka Radja
Tahun Terbit : 2019
Tebal Buku : 120 Halaman
Australia tidak dipungkiri lagi menjadi salah satu benua sekaligus Negara yang mempunyai sifat toleransi tinggi. Hal ini terbukti dengan tingginya toleransi terhadap agama Islam begitu juga pada “kaum LGBT” yang bisa dianggap saling bertolak belakang. Selain sifat toleransi yang tidak dapat diragukan lagi, struktur bangunan dan budayanya menjadi primadona bagi Negara dengan julukan Negara Kanguru itu.
Prof Haris, biasa dipanggilnya menulis buku ini berdasarkan pengalaman yang ia rasakan sendiri saat mengunjungi Australia selama 15 hari dalam acara “Safari Dakwah dan Silahturahmi” atas undangan PCI NU Australia-New Zealand. Tentu, sesuai perkataan nenek moyang yang mengatakan bahwa pengalaman adalah pengalaman terbaik, buku ini membeberkan tentang bagaimana kehidupan orang muslim serta budaya-budaya Australia berdasarkan pengalaman orang Islam dari Indonesia yang telah lama tinggal di sana.
Buku ini diawali dengan tibanya Prof. Haris di Kota Adeleide, ibukota South Australia setelah 4 jam penerbangan dari Denpasar Bali. Kemudian di dalam buku Prof. Haris menjelaskan tentang fasilitas ibadah yang terbatas di kota-kota. Misalnya sulitnya untuk berwudlu sehingga seorang muslim harus berwudhu di wastafel dengan naik kaki, meski demikian ini dipandang tidak sopan.
Lalu Beliau menceritakan sudut pandangnya tentang pengurusan haji yang sangat mudah di sana. Dengan harga yang cukup terjangkau yakni sekitar 120 juta rupiah tanpa “ngantri” seperti Indonesia, cukup tinggal di Australia selama dua tahun. Demikian ini menunjukkan bahwa walaupun Australia negara yang sekuler, ia mampu memberikan fasilitas haji yang baik kepada warganya.
Tidak sampai itu, Prof. Haris juga menjelaskan tentang mahalnya biaya pemakaman yang berbanding terbalik dengan pemakaman di Indonesia yang bisa dibilang cukup murah. Disana menurut buku “slam di Australia”karangan Prof. Haris menceritakan bahwa pemakaman dilakukan dengan sistem sewa, yakni 9000 dolar Australia atau sekitar 90 juta rupiah selama 50 tahun, belum lagi lainnya yang bisa menghabiskan lebih dari 100 juta rupiah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa orang-orang disana bekerja keras untuk menyiapkan kematiannya sendiri.
Kemudian Prof. Haris menyajikan sudut pandangnya terhadap Islam Australia dan pelaksanaan Maqasid Syariah berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan Maqasid Syariah pelaksanaan denda lalu lintas yang tinggi untuk membuat efek jera, lalu pengecaman terhadap Domestic Abuse yang dibuktikan dengan berbagai macam cara yang memaksa pelaku agar jera, serta masih banyak contoh lainnya yang tercantum didalam buku.
Lalu, diceritakan pula bagaimana pengalaman Prof. Haris saat pelaksanaan Idul Adha di Adelaide. Makanan-makanan lebaran di Indonesia yang muncul tak terduga, salam-salam ala orang Indonesia yang akan membawa pembaca merasakan kehangatan dari secuil Indonesia di Negara Australia.
Di dalam buku pun akan dijelaskan tentang kebudayaan di Australia yakni salah satunya adalah pelaksanaan Barbexiu. Barbexiu merupakan kebiasaan Australia yang awalnya tak sesuai dengan syariat karena dipenuhi dengan minum-minuman keras namun akhirnya disesuaikan hingga menjadi tradisi yang malah sangat disanjung dalam Islam, yang sangat mirip dengan Slametan. Tentu akan membawa pembaca larut dalam suasana yang tertulis di buku “Islam di Australia” ini.
Buku dari Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember ini menampilkan pengalaman yang tidak hanya akan membuat pembacanya takjub namun juga penasaran akan kelanjutan dari pembawaan Islam di Australia. Dengan kata-kata yang sederhana, pembaca tidak akan kesulitan untuk memahami sudut pandang penulis dalam perjalanannya di Australia. Selain itu pembawaan yang santai dan menyenangkan tidak berlebihan rasanya bila dikaitkan saat pembaca membaca buku “Islam di Australia” ini.
Walaupun begitu, beberapa hal seperti penulisan yang bisa dianggap sedikit tergesa-gesa mungkin bisa menjadi pembelajaran penulis di masa mendatang. Pengaturan (lay out) beberapa paragraf yang kurang beraturan akan membuat sedikit kewalahan dalam membaca. Namun bila melihat dibalik teknis buku, cerita yang ada didalamnya merupakan salah satu motivator bagi pembaca nantinya sebab tidak hanya mengajak pembaca untuk berada dalam suasana yang sama dengan penulis dengan tulisannya tapi juga dengan penyajian gambar yang mendongkrak imajinasi pembaca.
Buku ini tentu akan membawa manfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui kebudayaan, politik, dan Islam khususnya di Negara Australia. Selain itu, bila dijadikan sebagai buku untuk memotivasi pembaca agar terus belajar, buku ini bisa melakukannya dengan mudah sebab deskriptifnya penjelasan didalamnya. Sekali lagi bagi pembaca yang merasa penasaran dengan buku ini, selamat Membaca !
Peresensi : Arvina Hafidzah
Mahasiswa Prodi HPI Fakultas Syariah IAIN Jember dan alumni Workshop Intermediate Journalism Class oleh Media Center Fakultas Syariah.