Jember, NU Online
Ada banyak yang disembunyikan dalam sejarah, termasuk peran santri dalam merebut kemerdekaan RI. Para ahli sejarah sekarang yang mulai membuka tabir peran santri dalam kemerdekaan. Demikian disampaikan Katib Syuriyah NU Jember, Dr. Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I dalam tausiyah Peringatan Hari Santri Nasional dan Khotmil Qur’an di Aula Universitas Islam Jember, Jum’at, 28 Oktober 2016, jam 09.00 Wib sd 10.30 WIB. Acara ini dihadiri rektor Universitas Islam Jember, Drs. H. Abdul Hadi, SH, MM, para dekan, dan seluruh pegawai dan dosen yang berjumlah kurang lebih 150 orang.
“Makanya, sekarang dengan adanya hari santri ini peran santri ini diakui. Ini bukan riya’, melainkan tahaduts bin ni’mah agar ke depan peran santri semakin meluas dalam kancah nasional”, ujar Kiai MN Harisudin yang juga Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ulama Jember yang menaungi Universitas Islam Jember.
Kini, lanjut Kiai M.N. Harisudin, orang mulai sadar bahwa tanpa resolusi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945, maka tidak mungkin ada peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. “Jadi, betapa pentingnya santri dan kiai dalam merebut kemerdekaan RI”, ujar Kiai M.N. Harisudin yang juga Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.
Selanjutnya, dalam rangka mengisi hari santri, Kiai M.N. Harisudin mengajak menedalani para pahlawan yang menggunakan filosofi: bagaimana menggunakan umur bukan berapa umurnya.”Para kiai dan ulama serta santri yang dulu berjuang sekuat tenaga selalu menggunakan umur dengan sebaik-baiknya. Ada K.H. Wahid Hasyim yang umurnya pendek, namun amalnya luar biasa. Beliau jadi Mentri Agama di umur yang belia. Karyanya juga banyak sehingga hingga hari ini namanya diabadikan menjadi nama sekolah, madrasah, universitas dan lain-lain. Ini potret bagaimana menggunakan umur, bukan berapa jumlah umurnya. Inilah yang harus kita teladani dalam kehidupan”, kata Kiai MN Harisudin yang juga Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Jember, Drs. H Abdul Hadi, SH, MM dalam sambutannya menegaskan nilai-nilai santri seperti kemandirian, kesederhanaan dan keikhlasan yang seharusnya dipraktekkan di UIJ. “ Para santri itu selain mandiri, juga hidupnya sederhana. Makan apa adanya Tidak neka-neko. Selain itu mereka juga ikhlas. Ini yang bisa kita teladani. Oleh karena itu, saya instruksikan, nanti hari Senin, 31 Oktober, seluruh pimpinan, karyawan, dosen dan mahasiswa harus pakai baju santri, yaitu sarungan dan pakai bakiak tidak apa. Ini untuk memperingati hari santri tanggal 22 Oktober kemarin”, ujar Drs. H Abdul Hadi, MM disambut tertawa gembira seluruh hadirin.
(Anwari/Humas NU)