Oleh: M. Noor Harisudin
Betapapun Pilpres ini telah berjalan dengan damai dan sukses, namun diakui atau tidak, Pilpres yang diselenggarakan pada Rabu, 9 Juli 2014 ini telah membawa dampak yang luar biasa. Umat menjadi terbelah. Fitnah pun merebak luas. Aksi dukung mendukung capres-cawapres juga cenderung fanatis. Caci-maki menjadi tak terhindarkan. Sejumlah black campign pun digelar. Ketegangan antar pendukung menjadi “sangat liar” dan juga “vulgar”.
Dampak inipun terlihat hingga sekarang. Perbincangan masyarakat tentang capres-cawapres, masih juga “panas” terjadi. Padahal, Pilpres sudah usai. KPU juga sudah menetapkan capres-cawapres dengan suara terbanyak pada 22 Juli 2014 yang silam. Oleh karena itu, momen Idul Fitri ini seyogyanya menjadi media rekonsilasi. Yakni, rekonsiliasi antar berbagai pihak yang terbelah agar menjadi “satu” kembali. Inilah pelajaran penting yang kita peroleh dalam membangun demokrasi di negeri ini.
Dengan kata lain, kampanye Pilpres adalah “masa lalu” yang tak perlu diungkit kembali. Biarlah sesuatu yang buruk sewaktu Pilpres kita kubur dalam-dalam. Dan sekarang, mari kita bangun dan teguhkan kembali ukhuwah (persaudaraan) yang merekatkan antar sesama anak bangsa. Setidaknya, seperti yang dikatakan oleh KH. Achmad Shidiq, Ro’is Am PBNU masa khidmah (1984-1994), ada tiga macam ukhuwah yang perlu dirajut.
Pertama, ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah Islamiyah adalah persaudaraan antar sesama orang Islam. Meski Islam sebagai agama adalah satu, namun keberislaman pemeluknya sungguh sangat beraneka ragam. Keberagamaan ini bisa dilihat dari aspek geografis berikut local wisdom misalnya: Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Mesir, al-Jazair dan sebagainya. Demikian juga bisa diamati dari ormas yang diikuti: apakah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Perti, al-Irsyad, dan sebagainya.
Kedua, ukhuwah Wathaniyah. Ukhuwah Wathaniyah merupakan persaudaraan yang dirajut berdasarkan satu kesamaan, yaitu sama-sama sebagai anak bangsa ini. Rifa’ah al-Tahtawi, Rektor Universitas al-Azhar di Mesir pada abad ke-19, mengatakan: Hubbul wathani minal iman. Cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Dalam konteks Indonesia, kita diikat dengan apa yang namanya “nasionalisme” sebagai bentuk pengejawentahan persaudaraan sesama sebagai anak bangsa tersebut.
Ketiga, ukhuwah Basyariyah. Ukhuwah Basyariyah adalah persaudaraan yang dirajut atas dasar kesamaan: sama-sama sebagai anak manusia di dunia. Ukhuwah basyariyah tidak lagi melihat agama, ras, warna kulit, dan letak geografis sebagai starting point. Dengan demikian, ukhuwah Basyariyah hanya melihat manusia sebagai manusia per se. Sebagai manusia, apapun kondisinya, ia haruslah dihormati sesama. Dasar inilah yang menjadi pilar atas persaudaraan universal.
Walhasil, trilogi ukhuwah harus dikuatkan dalam rangka memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibangun atas dasar kebinekaan. Bagaimanapun, kebinekaan dan keanekaragaman adalah sunnatullah. Allah Swt. sengaja menciptakan manusia yang beraneka ragam agar mereka berlomba dalam mencari kebaikan. (QS. Al-Maidah: 48). Bahkan, justru dengan perbedaan, kita bisa melakukan tasamuh (toleransi). KH. Afifudin Muhajir, Rois Syuriyah PBNU sekarang, mengatakan: Laula mukhalafata lama musamahata. Seandainya tidak ada perbedaan, maka tidak ada toleransi. Pertanyaannya: kalau sudah sama semua, apanya yang mau ditoleransi?
Perbedaan bagi Islam, oleh karena itu, adalah rahmatan lil alamin, bukan la’natan lil alamin. Rasulullah Saw. bersabda: ikhtilafu ummati rahmatun. (Kitab Jami’ul al-Ahadits, Juz II, hal 40). Perbedaan ummatku adalah kasih sayang (rahmat). Tak heran jika ada banyak madzhab dalam fiqh. Ada beberapa aliran dalam ilmu kalam. Ada berbagai pendapat tentang nahwu (ulama nahwu Bashrah dan Kufah). Ada berbagai kelompok dalam tasawuf. Demikian seterusnya. Semua ini menunjukkan betapa perbedaan merupakan suatu yang meniscaya dalam kehidupan.
Makanya, tak perlu takut dengan perbedaan. Karena perbedaan justru akan melahirkan sikap tasamuh. Selain itu, perbedaan juga pada akhirnya akan melahirkan ukhuwwah, sebagaimana saya sebut tadi.
Di hari yang masih dalam suasana yang fitri ini, mari kita saling memaafkan antar sesama. Mari kita gandeng tangan bersama dengan bersikap toleran antara satu dengan lainnya. Dan mari kita juga perkuat ukhuwah Islamiyah, wathaniyah dan basyariyah kita, demi untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia kita.
Akhiran, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Mohon maaf lahir dan batin. Wallahu’alam. **
* M.N. Harisudin
Dosen Pasca Sarjana STAIN Jember
Wakil Ketua Lajnah Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur
Katib Syuriyah PCNU Jember
Kantor: Jl. Jumat No. 94 Mangli Kaliwates Jember. Hp. 082331575640.